Tolak Sertifikasi Dai, HNW: Menambah Luka Umat yang Telah Dibuat Kecewa dengan Pembatalan Haji
anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi program sertifikasi Dai berjudul Kompetensi Penceramah
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI, yang juga anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengkritisi program sertifikasi Dai berjudul Kompetensi Penceramah yang akan diluncurkan oleh Kementerian Agama RI.
Wacana program tersebut telah bergulir setidaknya sejak tahun 2015 dan terus ditolak oleh berbagai ormas besar di Indonesia seperti MUI, Muhammadiyah, NU dan Ikatan Dai Indonesia (Ikadi).
Hidayat mempertanyakan kebijakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang justru hendak melanjutkan program yang kontroversial tersebut.
Baca juga: Fadli Zon Kritik Wacana Sertifikasi Wawasan Kebangsaan bagi Penceramah: Harus Ditolak
Sekalipun dengan beberapa perubahan, di tengah kekecewaan warga dan Umat terhadap berbagai kebijakan pemerintah seperti tes wawasan kebangsaan KPK dan pembatalan pemberangkatan jemaah haji Indonesia oleh Kemenag.
Baca juga: Kemenag akan Tingkatkan Kompetensi Para Dai dan Penceramah Agama terkait Wawasan Kebangsaan
Belum maksimalnya capaian program prioritas Kemenag seperti jumlah formasi PPPK untuk guru agama dan sertifikasi guru dan dosen agama, serta penanggulangan dampak dari Covid-19 di pondok-pondok pesantren dan sekolah-sekolah di bawah kewenangan Kemenag.
"Wacana program sertifikasi dai yang kembali digulirkan Kementerian Agama ini menambah luka umat Islam yang telah dibuat kecewa dengan pembatalan haji sepihak oleh pemerintah. Menag harusnya memahami kondisi tak kondusif itu, dan menghentikan wacana program kontroversial ini,” kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Pria yang akrab disapa HNW ini menjelaskan, program sertifikasi dai layak ditolak karena diskriminatif dengan hanya ditujukan bagi penceramah agama Islam (Dai).
Padahal, dalam sambutan saat pengangkatannya sebagai Menteri Agama baru, Gus Yaqut menyatakan bahwa dirinya akan menjadi Menteri bagi semua agama.
HNW mengingatkan agar Menag benar-benar menjalankan ucapannya tersebut seperti dalam kasus ini, dengan tidak mengarahkan program sertifikasi penceramah agama yang kontroversial itu, hanya kepada penceramah agama Islam saja dan tidak memberlakukannya pada penceramah-penceramah dari agama selain Islam.
Tetapi dirinya lebih memilih untuk mendesak agar rencana program tersebut tidak dilanjutkan, tidak kepada penceramah Agama Islam maupun Agama-agama lainnya.
Hal itu juga agar Menteri Agama bisa lebih fokus melaksanakan program-program utama di Kemenag dan mengejar target-target program prioritas yang belum terlaksana, seperti peningkatan jumlah formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Kemenag, revitalisasi Kantor Urusan Agama, dan sertifikasi guru dan dosen.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini berharap Menag Yaqut terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat, khususnya ormas-ormas Islam besar di Indonesia seperti MUI, Muhammadiyah, dan NU.
Dalam pernyataan terbarunya Sekjen MUI menolak program sertifikasi dai lantaran maksud dan manfaat program tersebut tidak jelas, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak karena penceramah agama pada dasarnya beraktivitas lepas dan tidak dibiayai oleh negara, dan Wasekjen PBNU meminta Kemenag tidak mengurusi paham keagamaan orang.
Apalagi, beberapa tokoh non-muslim sebelumnya juga sudah sempat mengeluarkan penolakan terhadap wacana lama yang dinilai diskriminatif ini.
“Menag Yaqut harusnya mampu mendengar kritik dan saran dari Ulama dan Ormas Islam, jangan seperti pendahulunya yang akhirnya diganti oleh Presiden Jokowi. Wacana sertifikasi dai lebih baik segera disudahi dan fokus program prioritas, agar Umat tak makin kecewa, agar Kemenag bisa hadirkan program-program yang manfaatnya dirasakan betul oleh semua Umat Beragama di Indonesia,” pungkasnya.
Fraksi PKS: Bertentangan dengan Konstitusi
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis menanggapi kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk melakukan Sertifikasi Dai di Indonesia.
Dia merasa kecewa dengan adanya kebijakan sertifikasi tersebut. Menurutnya, hal tersebut menyerupai Penelitian Khusus (Litsus) yang terjadi di zaman Orde Baru (Orba)
“Alasan pertama mengapa PKS menolak sertifikasi tersebut ialah hal ini menyerupai Litsus yang dilakukan di era Soeharto untuk mengontrol dan membatasi siapa yang disukai dan tidak disukai oleh pemerintah,” kata Iskan, melalui keterangannya, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Sertifikasi Kompetensi Karyawan Nihi Sumba, BNSP Apresiasi LSP RHN
Selain itu, menurutnya hal ini juga bertentangan dengan hak kebebasan berbicara dan berpendapat selayaknya berdakwah tanpa harus memiliki sertfikasi.
"Ini bertentangan dengan konstitusi negara kita, yang menjunjung tinggi hak kebebasan berbicara dan berpendapat. Semua orang berhak menyuarakan pendapatnya begitu pula Dai, ia berhak dan bebas untuk menebarkan ilmu yang ia miliki tanpa harus melalui proses sertifikasi,” ujarnya.
Iskan menambahkan, bahwa Indonesia mempunyai tugas besar di dalam konstitusi Indonesia yakni untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan besar yang tertuang di dalam konstitusi negara kita.
Tugas negara dalam konstitusi adalah melindungi segenap tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, kesejahteaan umum, dan ikut dalam perdamaian dunia.
Baca juga: Kemenag akan Tingkatkan Kompetensi Para Dai dan Penceramah Agama terkait Wawasan Kebangsaan
"Dalam hal ini negara tidak boleh masuk terlalu dalam terminologi agama. Terlebih, dengan adanya sertifikasi ini pemerintah seakan mengatur pikiran dan keyakinan masyarakat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Iskan menyampaikan sikap PKS terkait hal ini dan jalan yang harus ditempuh ke depannya oleh masyarakat.
Baca juga: Kunjungi Lokasi Bom Katedral Makassar, JK Minta MUI Tak Undang Penceramah Radikal di Bulan Ramadan
"Dengan ini saya mewakili PKS menolak sertifikasi Dai tersebut dan ke depan masyarakat berhak untuk melalukan perlawanan hukum dengan jalur jalur yang legal dengan membawanya ke Mahkamah Agung (MA) semisal," pungkas Iskan.
Diberitakan sebelumnya, dalam rangka penguatan moderasi beragama, Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan kepada para Dai dan penceramah agama.
Hal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat rapat dengan Komisi VIII DPR, Senin (31/5/2021) lalu.
Yaqut mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah.
"Jaringan stakeholders dari Kementerian Agama yang berasal dari organisasi ke masyarakat agama dan lembaga dakwah cukup luas, dan perlu berkontribusi dalam memecahkan problematika umat," kata Yaqut.
"Salah satunya dengan melakukan bimbingan kepada para Dai dengan menggandeng peran Ormas Islam dan lembaga dakwah," lanjutnya.
Dijelaskan Yaqut, fasilitas pembinaan tersebut untuk meningkatkan kompetensi para Dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual.
"Dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau aejalan dengan slogan Hubbul Wathon Minal Iman," ujarnya.
"Pelaksanaan bimbingan teknis kepada para Dai juga sejalan dengan upaya penguatan moderasi beragama yang dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024," pungkasnya.
Fadli Zon Kritik Wacana Sertifikasi Wawasan Kebangsaan bagi Penceramah: Harus Ditolak
Kementerian Agama (Kemenag) mewacanakan sertifikasi soal wawasan kebangsaan bagi dai dan penceramah agama.
Sertifikasi ini dilakukan dalam rangka penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah.
Menanggapi hal ini, politisi Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik wacana sertifikasi tersebut.
Ia menilai sertifikasi wawasan kebangsaan itu harus ditolak.
Karena, menurutnya, sertifikat itu hanya akan jadi alat segregasi para dai.
Baca juga: Kemenag akan Tingkatkan Kompetensi Para Dai dan Penceramah Agama terkait Wawasan Kebangsaan
Tanggapan itu ia lontarkan lewat akun Twitternya, @Fadlizon, Jumat (4/6/2021).
"Sertifikasi dai dengan alasan “wawasan kebangsaan” memang harus ditolak."
"Ini akan jadi instrumen untuk segregasi dai, terutama meminggirkan dai yang kritis," kata Anggota DPR RI itu.
"Ini jelas pola klasik jahiliyah yang dipakai Belanda meredam para ulama zaman dulu," imbuhnya.
Diberitakan Tribunnews sebelumnya, dalam rangka penguatan moderasi beragama, Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan sertifikasi wawasan kebangsaan kepada para dai dan penceramah agama.
Hal itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat rapat dengan Komisi VIII DPR, Senin (31/5/2021) lalu.
Yaqut mengatakan, sertifikasi ini terkait dengan penguatan moderasi beragama melalui kompetensi penceramah.
"Jaringan stakeholders dari Kementerian Agama yang berasal dari organisasi ke masyarakat agama dan lembaga dakwah cukup luas, dan perlu berkontribusi dalam memecahkan problematika umat," kata Yaqut.
Baca juga: Rapat Pimpinan MUI Akan Bahas Khusus Kasus Pegawai KPK yang Tak Lolos Tes Wawasan Kebangsaan
"Salah satunya dengan melakukan bimbingan kepada para dai dengan menggandeng peran Ormas Islam dan lembaga dakwah," lanjutnya.
Dijelaskan Yaqut, fasilitas pembinaan tersebut untuk meningkatkan kompetensi para dai dalam menjawab dan merespon isu-isu aktual.
"Dengan strategi metode dakwah yang menitikberatkan pada wawasan kebangsaan atau sejalan dengan slogan Hubbul Wathon Minal Iman," ujarnya.
"Pelaksanaan bimbingan teknis kepada para dai juga sejalan dengan upaya penguatan moderasi beragama yang dicanangkan dalam RPJMN 2020-2024," ujarnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/ Chaerul Umam)