Pengamat Sesalkan Isu TWK Dipolitisasi Secara Berlebihan
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia Boni Hargens menilai, bahwa isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisruh soal tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung pada pemberhentian 51 dari total 75 pegawai yang gugur dalam tes tersebut masih berlanjut.
Belakangan, pegawai KPK yang tak lolos TWK mengadu ke Komnas HAM.
Bahkan, Mantan Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua, dalam wawancara dengan media yang disiarkan Youtube, menyebut nama Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan sebagai pihak yang berada di balik skenario TWK.
Menanggapi hal itu, Analis Politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia Boni Hargens menilai, bahwa isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan.
Baca juga: Usut Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia TWK Pegawai KPK, Komnas HAM Bentuk Tim Khusus
"Masyarakat perlu mengetahui konteks besarnya. Dalam hampir dua dekade terakhir, sebetulnya kita sudah memasuki perang ideologi yang serius," kata Boni dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/6/2021).
Menurut Boni, kebangkitan politik identitas dalam ranah publik, entah dalam pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilu di tingkat nasional, tidak pernah terlepas dari meluasnya pengaruh paham Wahabisme, terutama aliran Takfiri, di Indonesia.
Menurutnya, sejumlah negara di Timur Tengah luluh lantak karena kelompok ini yang kebanyakan anggota dan simpatisannya berafiliasi dengan jaringan teroris internasional. Mesir bahkan sempat berantakan setelah Arab Spring bermula di Tunia tahun 2010 karena ulah kelompok ini.
Baca juga: Giri Suprapdiono Yakin Firli Bahuri Tak Bakal Lulus Jika Ikut TWK Pegawai KPK
Radikalisasi sudah menjalar dan sukses menancapkan akarnya dalam berbagai lapisan sosial masyarakat dan dalam beragam institusi negara di Indonesia. Ini ancaman nyata terhadap ketahanan ideologi Pancasila yang harus direspons oleh negara.
"Kita mendukung kerja KPK dalam pemberantasan korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tak bisa diwujudkan kalau korupsi masih merajalela. Tetapi KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara," beber Boni.
Ia pun menegaskan, bahwa dirinya tak menyinggung rumor tentang 'kelompok Taliban' di tubuh KPK.
Namun, poin yang disampaikan ini bahwa TWK penting sebagai instrumen kebijakan dalam menjaga instasi negara dan semua lembaga publik bebas dari bahaya radikalisme.
"Kita harapkan ke depan, semua birokrasi kementerian dan lembaga negara harus mengikuti tes yang sama. Jadi bukan hanya untuk KPK. Tetapi amat disayangkan, isu ini kini menjadi bola liar dan unsur politisnya makin kental," jelas Boni.