Pengadilan Tipikor Kembali Gelar Sidang Dugaan Suap Benur Terdakwa Eks Menteri Edhy Prabowo
Salah satu yang dikonfirmasi mengenai 24 dari 65 perusahaan yang sudah mendapat lampu hijau atau mengantongi izin ekspor benur, tapi justru tidak mela
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang dugaan suap izin ekspor benih lobster (benur) untuk terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rabu (16/6/2021).
Diketahui sidang hari ini melanjutkan persidangan pada Selasa kemarin dengan beragendakan pemeriksaan terdakwa Edhy Prabowo serta pemeriksaan terdakwa lainnya yakni mantan Staf Khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi dan Safri.
Tak hanya itu, terdapat terdakwa lain yang rencananya juga akan diperdengarkan kesaksiannya pada sidang lanjutan hari ini yakni di antaranya mantan Sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Menteri KP, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Berdasarkan keputusan Majelis Hakim pada persidangan kemarin, sidang lanjutan hari ini rencana digelar pada pukul 13.30 WIB di ruang sidang Kusumaatmadja, Pengadilan Tipikor.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mengkonfirmasi sejumlah hal ke Andreau.
Salah satu yang dikonfirmasi mengenai 24 dari 65 perusahaan yang sudah mendapat lampu hijau atau mengantongi izin ekspor benur, tapi justru tidak melakukan kegiatan tersebut.
Padahal berdasarkan kesaksian Andreau, ada 72 perusahaan yang sudah mendapat izin budidaya. Kemudian 65 perusahaan diantaranya dinyatakan lolos dan mengantongi izin ekspor. Namun hanya 41 dari 65 perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor.
Jaksa kemudian menanyakan apa alasan 24 perusahaan tersebut belum juga melakukan ekspor benur.
Berdasarkan jawaban Andreau, 24 perusahaan yang belum berkegiatan ekspor disebut adalah perusahaan yang benar - benar baru mendapat izin.
Sehingga mereka masih butuh waktu untuk mempersiapkan berbagai hal, seperti instalasi, gudang penyimpanan, termasuk pengemasan paket sesuai standar ekspor benur.
Baca juga: Jaksa Tanya Staf Khusus Edhy Prabowo Alasan 24 Perusahaan Tak Kunjung Ekspor Benur
"Yang belum ekspor saya pastikan adalah perusahaan yang baru mendapatkan izin dimana mereka harus mempersiapkan instalasi, gudang, packaging," terang Andreau di persidangan.
"Jadi mereka benar benar perusahaan baru yang mendapat izin di tahap 4," jelas dia.
Adapun galian informasi tersebut lantaran jaksa menduga penyebab puluhan perusahaan itu tak kunjung melakukan ekspor karena mereka tak menjalin kerjasama dengan PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
PT ACK berdasarkan dakwaan Jaksa, merupakan satu - satunya perusahaan forwarder atau kargo benur dalam perkara ini.
Pemegang saham PT ACK diketahui adalah kerabat dari Edhy Prabowo sendiri. PT ACK disebut mampu meraup untung hingga Rp38 miliar.
"Bukan karena perusahaan itu nggak bekerjasama dengan PT ACK?," tanya jaksa.
"Saya pastikan tidak," timpal Andreau.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.