Mengembalikan Mitos 'Penunggu' Pohon Untuk Selamatkan Hutan di Puncak Bogor
Yuhan Subrata melakukan berbagai cara agar hutan di daerah Megamendung, Kecamatan Ciawi, Bogor, Jawa Barat tetap lestari.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi Yuhan Subrata, hutan adalah segalanya, karenanya pria tersebut melakukan berbagai cara agar hutan di daerah Megamendung, Kecamatan Ciawi, Bogor, Jawa Barat tetap lestari.
Di tengah penebangan pohon dan pembangunan vila-vila di daerah Puncak, pengelola Hutan Organik ini justru terus berusaha menanam pohon agar wilayah Puncak tetap hijau.
Bagaimana pun wilayah puncak merupakan wilayah hulunya sungai Ciliwung, sungai yang membelah Kota Jakarta.
"Puncak selalu menjadi kambing hitam, bila Jakarta terjadi banjir," kata Yuhan.
Bahkan dari tahun ke tahun, tingkat penggundulan hutan di wilayah Puncak makin tinggi.
Akibatnya Jakarta pun terkena dampaknya.
Baca juga: Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan, Sumsel dan Jambi Semai 10 ton Garam di Udara
Yuhan Subrata, pria asli Megamendung tersebut berusaha membuat wilayah yang dulu tandus kembali menjadi hutan.
Tak mudah untuk meyakinkan masyarakat setempat agar turut melindungi alam dengan tidak menebang pohon.
Mata air di Megamendung pun sempat hilang gara-gara pohon-pohon yang berada di sekitarnya ditebangi.
Kepercayaan masyarakat bahwa pohon besar ada penunggunya telah sirna.
Mitos tersebut kalah dengan kebutuhan sehari-hari, kayu-kayu tersebut merupakan barang yang mahal dan bila dijual akan menghasilkan uang yang banyak.
Baca juga: Menteri Trenggono Ajak Pemda dan Masyarakat Jaga Kebersihan Hutan Mangrove
Yuhan pun berusaha mengembalikan mitos para 'penunggu' pohon.
Lahan yang dulunya menjadi mata air ditanami lagi dengan pohon-pohon yang bisa besar.
Agar warga percaya ada penunggunya, mereka menaburinya dengan bunga-bunga.
Hingga akhirnya warga jadi takut menebang pohon di sekitar.
Hingga akhirnya mata air itu kembali memancarkan air dan bisa digunakan untuk keperluan masyarakat setempat.
Kini Yuhan pun membuat gubuk dan memagari beberapa pohon dengan semen seperti kuburan, karena ternyata sangat efektif untuk mengembalikan lahan itu menjadi hijau seperti puluhan tahun silam.
Baca juga: KLHK Lepasliarkan Elang Laut Dada Putih di Kawasan Hutan Lindung Mangrove Munjang
Selama hampir 20 tahun Yuhan dan almarhum ayahnya, Bambang Istiawan mati-matian 'membangun' hutan.
Dari tahun 2001 yang hanya sebuah lahan tandus seluas 1.000 meter yang mereka beli dari warga setempat hingga sekarang menjadi seluas 30 hektar.
Kini dengan hutan tersebut, Hutan Organik telah membina sekitar 500 warga setempat untuk mengurusi hutan agar bisa menghasilkan dan tetap lestari.
"Kami tidak berharap mereka bisa hidup dari Hutan Organik, tapi paling tidak mereka menyadari bahwa resiko penggundulan hutan," ujar Yuhan.
Yuhan juga mengatakan, sejauh ini Hutan Organik terbuka bagi semua organisasi atau perusahaan yang bersimpati untuk mendanai penghijauan di Megamendung.
Sejauh ini sudah ada satu BUMN yaitu BNI yang mendukungnya dengan menyediakan bibit-bibit untuk ditanam, seperti pohon mahoni, pohon Mani'i, pohon pala dan banyak lagi.
Pada 2018 BNI telah menyumbangkan sebanyal 10.000 batang pohon, salah satunya adalah jenis pohon pala yang diperkirakan segera berbuah.
Tahun ini BUMN perbankan tersebut juga menyumbangkan sebanyak 10.000 batang pohon lagi.