Rumah Sakit Dituding Mengcovidkan Pasien, Begini Penjelasan PERSI
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait adanya tuduhan rumah sakit (RS) meng-covid-kan pasiennya.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) angkat bicara terkait adanya tuduhan rumah sakit (RS) meng-covid-kan pasiennya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PERSI Lia Gardenia Partakusuma mengungkapkan tidak ada satupun RS yang berkeinginan untuk melakukan hal tersebut.
Menurut penilaiannya, meng-Covid-kan pasien hanya perbuatan oknum.
"Istilah meng-COVID-kan pasien, kalau pun ada itu oknum. Kami sama sekali tidak pernah menginginkan adanya 1 rumah sakit pun yang meng-COVID-kan. Mudah-mudah tidak ada 1 pun rumah sakit yang berkeinginan," kata Lia saat Temu Media PERSI secara virtual, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Virus Corona Varian Delta asal India Sudah Masuk Jabar, Terdeteksi di Karawang, Lebih Cepat Menular
"Kalau pun menyamaratakan 3.000 rumah sakit seperti hal yang sama, tentu rasanya juga tidak benar," tambahnya.
Lia menjelaskan ada aturan ketat dan kuat saat melakukan diagnosa covid-19 dan itu alurnya sangat panjang dan tidak mudah.
Baca juga: UPDATE Kasus Corona Indonesia 20 Juni 2021: Tambah 13.737 Positif, 6.385 Sembuh, 371 Meninggal
"Ada aturan yang kuat, ketat sekali pasien itu ditentukan diagnosa sebagai COVID. Rumah sakit harus melampirkan banyak sekali dokumen pendukung untuk menyampaikan bahwa ini COVID-19. Jadi masyarakat jangan juga merasa 'oh kalau memang diagnosa COVID itu akan diklaim rumah sakit bahwa ini COVID. Itu belum tentu," ujar Lia.
Ia menjelaskan, tidak semua rumah sakit bisa memberikan hasil diagnosis COVID-19 dalam waktu cepat.
Rumah sakit besar dengan fasilitas laboratorium lengkap tentu bisa memberikan hasil diagnostik dalam waktu lebih cepat dibandingkan rumah sakit dengan fasilitas terbatas.
Baca juga: BREAKING NEWS Update Corona Indonesia 20 Juni 2021: Tambah Kasus, 13.737 Total 1.989.909 Positif
Untuk itu, masyarakat perlu memahami bahwa proses diagnostik COVID-19 untuk 1 pasien bukan proses singkat dan mudah. Bahkan, ada juga pasien yang membutuhkan hitungan hari untuk mendapatkan hasil pasti soal positif atau negatif COVID-19.
"Jika hasil hasil tes kedua berbeda dengan hasil tes pertama dengan sela beberapa hari, bisa jadi disebabkan infeksi baru terdeteksi pada kesempatan tes kedua karena replikasi virus membutuhkan waktu," ujar Lia.
Kekurangan Tabung Oksigen
Sejumlah rumah sakit yang ada di Jawa Tengah dilaporkan kekurangan pasokan tabung oksigen.
Hal itu terjadi setelah lonjakan kasus positif covid-19 semakin tinggi.
"Kami mendapati laporan beberapa rumah sakit kekurangan tabung oksigen di Jawa Tengah," ujar Lia.
Lia juga mengatakan kasus kekurangan tabung oksigen juga pernah terjadi pada tahun lalu, tepatnya pertengahan bulan Desember hingga Januari 2020.
Ada satu provinsi yang mengeluh hebat kekurangan pasokan tabung oksigen yakni Nusa Tenggara Timur (NTT).
Karena itu lanjut Lia, pihaknya mendorong para distributor agar segera mengirimkan tabung oksigen ke rumah sakit-rumah sakit.
"Dibutuhkan satu perencanaan mengenai kebutuhan oksigen yang betul-betul terencana yang baik dan betul. Kita biasanya menyiapkan untuk satu bulan atau dua bulan. Nah, yang jadi masalah apabila rumah sakit lokasinya jauh dari penghasil oksigen tersebut. Dan ini dibutuhkan timeline yang baik," ujar Lia.
"Kami juga mendorong agar provinsi bisa membuat upaya sendiri agar oksigen ini bisa dibuat di daerah," tambah Lia.
PERSI lanjut Lia juga akan memperpendek durasi rawat inap pasien covid-19 di rumah sakit. Hal tersebut guna memberikan kesempatan kepada pasien yang memiliki gejala covid-19 berat untuk mendapatkan perawatan.
"Kita berharap masyarakat dapat mengerti kenapa lama rawat kita perpendek. Kalau memungkinkan untuk dirawat di rumah atau (gejala) lebih ringan memberikan kesempatan untuk yang bergejala berat masuk rumah sakit," kata Lia.
Pihak rumah sakit kata Lia juga akan melakukan langkah antisipatif terkait adanya lonjakan covid-19. Termasuk penambahan kapasitas sesuai yang diminta pemerintah.
Akan tetapi lanjut Lia, hal itu juga harus dibarengi dengan kemampuan rumah sakit. Apabila lonjakan covid-19 membuat rumah sakit penuh dan tidak bisa menampung lagi pasien baru.
"Mereka datang sudah kondisi perburukan datang. Tidak seperti tahun lalu, mereka butuh waktu beberapa waktu untuk dilayani. Bahkan ada yang sudah meninggal dunia," ujar Lia.
Turun Langsung
Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta kepala daerah turun tangan dalam menjalankan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro, seiring kenaikan kasus Covid-19.
Kepala daerah diminta aktif menjalankan Instruksi Mendagri (Inmendagri) terkait kebijakan PPKM Mikro, dengan melibatkan seluruh stakeholder seperti Forkopimda.
Kepala Daerah diminta menunjukkan kualitas kepemimpinan atau leadershipnya masing-masing.
“Rekan-rekan sudah mengerti soal teorinya dan lain-lain, sehingga rekan-rekan saya minta aktif turun, tunjukkan leadership,” katanya dalam Pengukuhan Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Masa Bakti 2021-2026 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Tito mengatakan keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro sangat ditentukan oleh kepala daerah, karena kebijakan yang tertuang dalam Inmendagri tersebut akan diimplementasikan di tingkat daerah.
Keberhasilan pelaksanaan PPKM Mikro juga disumbang oleh peran kepala daerah yang giat memonitoring secara langsung berbagai indikator pengendalian Covid-19.
Diharapkan kepala daerah tak hanya berdiam diri menunggu laporan dari kepala dinas atau stafnya, namun ikut terlibat secara aktif dalam berbagai kebijakannya.
“Jadi Instruksi Mendagri tentang PPKM Mikro itu hanya sebagai sarana formalnya, karena regulasinya cukup itu. Kepala daerah adalah pemegang otoritas pembuat kebijakan terpenting di daerah; sehingga kepala daerah sebagai pimpinan Forkopimda, sangat-sangat penting untuk bisa mengendalikan pandemi Covid- 19 di daerah masing-masing,” ujarnya.
Kepala daerah diminta untuk bisa menjabarkan Inmendagri sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Artinya, kepala daerah diberikan kebebasan untuk dapat mengartikulasikan Inmendagri sesuai dengan karakteristik dan persoalan masing-masing daerah.
Sebab, Mendagri menyadari, setiap daerah tentu memiliki persoalan penanganan pandemi yang beragam.
“Begitu menerima Inmen, segera bergerak untuk dirapatkan dengan Forkopimda. Rapatkan untuk menjabarkan itu disetiap daerah. Inmen PPKM itu tidak berisi hal-hal yang teknis, yang menyangkut daerah masing-masing. Ada yang berbeda, terjemahkan sesuai dengan kondisi daerah itu,” jelasnya.
Eks Kapolri itu juga meminta kepala daerah menyelenggarakan rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) untuk membahas strategi dan langkah-langkah yang dilakukan selama pemberlakukan PPKM.
Sehingga kemampuan dan leadership kepala daerah dalam membangun hubungan dengan DPRD dan Forkopimda juga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan bersama.
“Tanggung jawab pandemi ini bukan hanya kepada kepala daerah tapi oleh pemerintahan daerah, hilangkan perbedaan kepentingan politik apapun juga demi keselamatan rakyat,” kata Tito. (Tribun Network/ais/ras/wly)