Pemerintah Minta Percepat Pengesahan RUU PKS, PPP : Mestinya Dibahas di Pansus
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani menilai keinginan pemerintah untuk mempercepat pengesahan RUU PKS harus disambut baik.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah semakin memantapkan sikapnya mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Terkait hal itu, anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani menilai keinginan untuk mempercepat pengesahan RUU PKS harus disambut baik.
"Keinginan untuk mempercepat pembahasan RUU PKS dari berbagai pihak tentu harus disambut baik oleh DPR yang menginisiasi RUU tersebut. Tentu apakah ini akan dibahas di salah satu komisi atau dibentuk pansus maka perlu rapat musyawarah pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi-fraksi yang ada," ujar Arsul, kepada wartawan, Selasa (22/6/2021).
Baca juga: Paparan Sejumlah Lembaga Survei: Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Wacana Jokowi Tiga Periode
Menurut Arsul, RUU PKS akan lebih baik dibahas di Panja Khusus (Pansus) karena materi RUU tersebut lintas komisi.
"Hemat saya pribadi, mestinya RUU ini dibahas di Pansus karena materinya lintas Komisi. Di RUU ini ada keperluan aspek administrasi pemerintahan yang terkait dengan perempuan dan anak-anak yang menjadi bidang kerja Komisi VIII," kata Arsul.
"Ada juga persoalan formulasi pasal tindak pidana dan proses hukum yang merupakan bidang kerja Komisi III, sehingga kalau saya berpendapat pansus yang anggotanya lintas komisi akan lebih pas," imbuhnya.
Baca juga: OTK Lepaskan Tembakan Dekat Rumah Kepala BIN, Pelaku Belum Tertangkap
Wakil Ketua MPR RI itu pun mengatakan RUU PKS memang diperlukan untuk memaksimalkan perlindungan kepada korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak.
"UU tentang PKS memang diperlukan untuk menyempurnakan perlindungan hukum terhadap kekerasan seksual terutama yang korbannya perempuan dan anak. Namun jangan juga berangkat dari anggapan bahwa tanpa UU PKS ini maka tidak ada instrumen hukum yang bisa menyelesaikannya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah semakin memantapkan sikapnya mendukung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS).
Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membuka kickoff meeting Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin (21/6/2021).
“Eskalasi kekerasan seksual terus meningkat dan bentuk-bentuk kekerasan semakin kompleks. Undang-undang ini sangat mendesak untuk segera diundangkan,” tegas Moeldoko.
Baca juga: Moeldoko Puji Erick Thohir Soal Obat Terapi Covid-19 Ivermectin
Moeldoko yang juga merupakan satu di antara Tim Pengarah Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS ini memaparkan, berdasarkan pengalaman korban (khususnya perempuan), berbagai bentuk kekerasan seksual belum diatur dalam regulasi yang berlaku.
Terlebih lagi, ada kemendesakan untuk juga mengakomodir hak-hak korban yang selama ini masih belum optimal dicakup dalam perundangan yang telah ada.
Oleh karena itu, Moeldoko yang didampingi Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani menilai, UU PKS jadi harapan dalam memberikan penanganan yang komprehensif dari pencegahan, penanganan kasus, perlindungan serta pemulihan korban.
Baca juga: Brimob Gadungan Tipu Sejumlah Janda Desa Cikembar Sukabumi dan Ciampea Bogor, Begini Aksinya
Wamenkumham Eddy O. S. Hiariej yang juga merupakan Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS berharap bisa segera bertemu dengan panitia kerja (panja) DPR untuk membahas lebih lanjut substansi RUU PKS.
Melalui pertemuan ini, Eddy tidak ingin RUU PKS tumpang tindih dengan peraturan perundangan lainnya. Apalagi, katanya, pembahasan RUU PKS tidak diserahkan pada satu komisi di DPR saja, melainkan lintas komisi.
“Persoalan substansi ini perlu kita selesaikan. Harus diteliti kembali dan duduk bersama Kejaksaan dan Kepolisian sebagai bagian dari penegakkan hukum,” tutur Eddy.
Sementara Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Fadil Zumhana berpendapat, UU PKS akan jadi peraturan khusus bagi perlindungan wanita.
Terutama terkait sanksi pidananya agar memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
Baca juga: Covid-19 Serang Anak-Balita, Jokowi Tunjuk BKKBN Tangani Covid Ibu Hamil dan Anak
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Ratna Susianawati juga menegaskan, urgensi UU PKS tidak bisa ditunda mengingat animo dan dukungan dari masyarakat.
Ratna pun berharap, Kantor Staf Presiden terus berperan dalam mengkoordinasikan kementerian/lembaga untuk menyiapkan berbagai perbaikan pada RUU PKS.
Di samping itu, KPPPA menyatakan siap menjalin komunikasi dengan berbagai pihak demi mendapat berbagai masukan terkait substansi RUU PKS.
Sebagai informasi, Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PKS dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Staf Kepresidenan No. 6 Tahun 2021.
Adapun rapat kali ini merupakan rapat perdana yang bertujuan mengonsolidasikan masing-masing perwakilan Kementerian/Lembaga serta membahas alur kerja yang paling efektif dan efisien sehingga RUU PKS dapat segera disahkan.