ICW Ungkap 2 Penyebab Maraknya Pelaporan Kode Etik di KPK
Peneliti ICW bongkar dua hal penyebab maraknya pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pegawai KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap dua hal penyebab maraknya pelaporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, dijabarkan Kurnia Ramadhana peneliti dari ICW, hilangnya nilai keteladanan dari pimpinan KPK.
"Betapa tidak, pada level pimpinan saja, khususnya Ketua KPK (Firli Bahuri), telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua kali pelanggaran kode etik. Mulai dari bertemu pihak yang berperkara sampai menunjukkan gaya hidup mewah," sebut Kurnia dalam keterangannya, Jumat (25/6/2021).
"Belum lagi ditambah dengan pemeriksaan etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang besar kemungkinan akan terbukti melanggar kode etik karena menjalin komunikasi dengan pihak berperkara," imbuh dia.
Baca juga: KPK Usut Aliran Uang ke Bupati Nonaktif Bandung Barat Aa Umbara
Penyebab kedua, lanjut Kurnia, hukuman etik yang dijatuhkan oleh Dewan Pengawas KPK tidak mencerminkan pemberian efek jera.
Ia mencontohkan, putusan terhadap Firli Bahuri yang semestinya dapat dikenakan pelanggaran berat namun hanya diganjar dengan teguran tertulis.
"Jadi, sederhananya Dewan Pengawas gagal dalam mengirimkan pesan tegas untuk seluruh insan KPK," cetus Kurnia.
Baca juga: Banyak Masalah, ICW Sarankan Firli Bahuri Mundur dari Ketua KPK
Di luar itu, ICW semakin tidak melihat kinerja konkret dari Dewan Pengawas KPK.
Sebab, seringkali hal-hal yang ditangani bertolak belakang dengan fakta sebenarnya.
"Misalnya saja untuk putusan tahun 2020 lalu terhadap Aprizal (eks Plt DirDumas KPK) yang semestinya dikenakan terhadap Ketua KPK, " kata Kurnia.
Selain itu, terdapat pula putusan yang dijatuhkan kepada Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo dalam polemik penyidik Rossa Purbo Bekti.
Dewan Pengawas KPK juga kerap gagal dalam menggali kebenaran materiil dari suatu peristiwa.
"Ambil contoh dalam persidangan kode etik Firli Bahuri lalu. Kala itu, Dewan Pengawas tidak mencermati lebih lanjut perihal kwitansi penyewaan helikopter yang kental dengan nuansa gratifikasi," terang Kurnia.
Baca juga: ICW Duga Nurul Ghufron Takut Sebut Firli Bahuri Sebagai Penggagas TWK Pegawai KPK
Terakhir, proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas KPK juga lambat.
Sebut saja pelaporan sejumlah pegawai non aktif KPK terkait dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Jika saja Dewan Pengawas objektif dan independen, semestinya putusan etik sudah dapat dijatuhkan kepada seluruh pimpinan KPK," tutur Kurnia.
Diketahui, Dewan Pengawas KPK menerima 37 laporan dugaan pelanggaran kode etik insan komisi sepanjang semester I tahun ini.
Jumlah tersebut bertambah dari tahun sebelumnya yang hanya 30 laporan.