Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Minat Riset Hasil Pengolahan Tembakau Rendah, Regulasi Terhambat

Pada 2019, Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) bersama SkyLab-Med di Athena, Yunani melakukan penelitian terhadap produk HPTL.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Minat Riset Hasil Pengolahan Tembakau Rendah, Regulasi Terhambat
Tribun Jateng/Hermawan Handaka
Pekerja sedang menyelesaikan pembuatan rokok cerutu di Pabrik Rokok Rizona di Gendongan, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (3/11/2020). (Tribun Jateng/Hermawan Handaka) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minimnya ketersediaan informasi berbasis riset maupun pilihan produk nikotin alternatif di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (low-and middle-income countries atau LMIC) dinilai menghambat upaya edukasi dan pembentukan regulasi yang tepat sasaran.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh berbagai peneliti dan aktivis dari berbagai negara pada diskusi hari kedua Global Forum on Nicotine (GFN) 2021.

“Di Meksiko, kami memiliki 16,1 juta perokok. Namun, kami tidak memiliki data survei tahunan tentang jumlah perokok. Akibatnya, angka perokok tidak menurun dalam sepuluh tahun terakhir karena tidak ada mekanisme pemantauan dan tindakan lebih lanjut untuk mengurangi angka tersebut,” kata Co-Founder Pro-Vapeo Mexico, Tomás O’Gorman.

Tomás menambahkan, pembuat kebijakan sering kali belum memahami produk nikotin alternatif. Namun, pada saat yang sama, penggiat vape tidak dilibatkan dalam diskusi kebijakan.

Padahal, partisipasi konsumen akan membantu mereka dalam mengakses informasi yang lebih akurat tentang produk, serta pemahaman lebih dalam mengenai kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Movi Edukasi Rokok Elektrik ke Kalangan Vaporista Makassar

Profesor Sree Sucharitha dari Tagore Medical College and Hospital Chennai, India, mengatakan jumlah penelitian maupun pilihan produk nikotin alternatif di negara-negara LMIC sangat terbatas, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi.

Baca juga: Tak Sama dengan Rokok, HPTL Perlu Regulasi Berbeda, Ini Penjelasannya

BERITA TERKAIT

“Kami tidak memiliki penelitian dan bukti yang cukup untuk memberikan data kepada konsumen tentang seberapa aman produk nikotin alternatif dibandingkan dengan rokok konvensional." ujarnya.

Baca juga: Gaprindo Usulkan Cukai Rokok Tidak Naik untuk Percepat Pemulihan Ekonomi

"Peluang penelitian kolaboratif juga tidak banyak ditawarkan kepada para peneliti di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Akibatnya, kami kekurangan sumber daya manusia dan pendanaan untuk mengeksplorasi alternatif tersebut,” kata Sree.

Regulasi Mandek

Di Indonesia, regulasi terkait HPTL masih menemui jalan buntu. Diskusi pro dan kontra masih belum mendapatkan titik temu yang ideal. Situasi ini menjadi kontraproduktif dan berkepanjangan, yang diperparah dengan minimnya kajian ilmiah sebagai bukti pendukung.

Pada 2019, Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) bersama SkyLab-Med di Athena, Yunani melakukan penelitian terhadap produk HPTL.

Studi serupa dilakukan oleh Pusat Unggulan Iptek Inovasi Pelayanan Kefarmasian Universitas Padjadjaran (PUIIPK) pada 2020.

Secara jumlah, keberadaan riset ini masih kalah jauh jika dibandingkan dengan keluaran jaringan akademisi di Eropa dan Amerika Utara.

Presiden American Vaping Association, Gregory Conley, menilai pemerintah maupun dinas kesehatan di beberapa negara sering kali tidak mempertimbangkan aspek-aspek ilmiah dalam menyusun regulasi terkait hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

Akibatnya, regulasi yang tengah disusun menjadi terhambat atau tidak tepat sasaran.

“Kita perlu keterlibatan lebih banyak peneliti dan aktivis kesehatan masyarakat untuk bergerak bersama asosiasi vaping dalam meminta pertimbangan para jurnalis dan anggota dewan: ke mana perokok dapat beralih jika produk alternatif juga dilarang?” kata Gregory.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas