Tim Advokasi: PN Jakpus Langgar HAM karena Tolak Gugatan Korban Korupsi Bansos
Tim advokasi korban korupsi bansos menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melanggar hak asasi manusia (HAM), hukum acara, kode etik, dan tid
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim advokasi korban korupsi bansos menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melanggar hak asasi manusia (HAM), hukum acara, kode etik, dan tidak pro pemberantasan korupsi.
Pasalnya, pada Senin (12/7/2021) kemarin, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menyidangkan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara telah menolak permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian para korban korupsi bansos Covid-19.
"Alasannya sangat janggal, yakni terkait isu kompetensi relatif dan absolut pengadilan. Ini sekaligus menunjukkan ketidakberpihakan pengadilan terhadap isu pemberantasan korupsi," kata perwakilan tim advokasi, Kurnia Ramadhana, lewat keterangan tertulis, Selasa (13/7/2021).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu memaparkan, menurut pertimbangan hakim yang sekaligus merupakan Ketua PN Jakarta Pusat, dalam penetapan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian ini telah memenuhi syarat karena mengajukan permohonan sebelum penuntutan, namun alasan penolakan mengacu pada Hukum Acara Perdata, karena tidak sesuai dengan alamat tempat tinggal Juliari Batubara di Jakarta Selatan.
Penting untuk diketahui sebelumnya, lanjutnya, konsep penggabungan perkara gugatan ganti kerugian ini menyatu dengan perkara yang sedang berjalan.
"Jadi, pertanyaan sederhananya, bagaimana mungkin menggabungkan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sedangkan tergugat (Juliari Batubara) sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta?" katanya.
Secara normatif, dikatakannya, independensi hakim dibatasi oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, namun independensi hakim harus dipertahankan bagi setiap hakim agar tidak mudah terpengaruh iming-iming dengan mengusung kepentingan pihak tertentu maupun pihak lainnya, pun pelaksanaan tugas peradilan harus berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Baca juga: Hakim Tolak Penggabungan Gugatan Ganti Rugi Bansos pada Perkara Juliari
"Dengan kejadian ini, bukan tidak mungkin ada intervensi yang mengakibatkan penetapan ganjil seperti itu," kata Kurnia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 98 KUHAP, dan Pasal 35 UNCAC, menurut Kurnia, perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain atas permintaan orang itu, hakim ketua sidang dapat menetapkan untuk penggabungan perkara ganti kerugian kepada perkara pidana tersebut.
Kemudian negara wajib menjamin agar orang yang mendapat kerugian akibat perbuatan korupsi mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan hukum untuk memperoleh kompensasi.
"Dengan demikian sudah sangatnjelas siapa yang berhak mengadili penggabungan perkara gugatan ganti kerugian, yaitu majelis hakim yang mengadili perkara pidananya," ujar Kurnia.
"Sehingga, tindakan yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu telah melanggar banyak ketentuan," tambahnya.
Maka dari itu, demi menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, tim advokasi memintan Komisi Yudisial (KY) harus memeriksa majelis hakim tersebut terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, pelanggaran hukum acara, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun karena ketidakpahaman di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kurnia melanjutkan, sejak ditetapkannya mantan Mensos Juliari Batubara sebagai tersangka, tim advokasi korban korupsi bansos sudah berupaya meminta penuntasan kasu korupsi bansos sampai ke akar-akarnya melalui petisi www.change.org/bongkarkorupsibansos
yang sudah didukung lebih dari 32 ribu tanda tangan. Salah satunya dengan penggabungan gugatan ganti rugi.
"Keputusa majelis hakim menolak gugatan ganti rugi sangat mengecewakan bagi tim advokasi dan korban dan menjadi gambaran betapa hukum belum berpihak pada korban," kata Kurnia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.