Ombudsman Minta Jokowi Ambil Alih Proses Pengalihan Status Pegawai KPK Jika . . .
Ombudsman meminta Jokowi mengambil alih proses pengalihan status pegawai KPK ini jika pimpinan dan Sekjen KPK tidak melakukan tindakan korektif.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan hasil pemeriksaan terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Ombudsman menyebut ada dugaan pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksanaan TWK.
Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng menyebut empat tindakan korektif yang diajukan Ombudsman dan perlu dilakukan pimpinan dan sekretaris jenderal KPK terkait TWK.
"Terhadap 75 pegawai KPK dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021," ujar Robert mengenai satu tindakan korektif tersebut, dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021)
Dikatakannya, tiga tindakan korektif lainnya adalah, pertama, pimpinan dan Sekjen KPK harus menjelaskan kepada pegawai terkait konsekuensi pelaksanaan TWK dalam bentuk informasi dan dokumen yang salah.
Kedua, "hasil asesmen TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS)," katanya.
Ketiga, terhadap pegawai KPK yang dinyatakan TMS diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Baca juga: 75 Pegawai Telusuri Potensi Pelanggaran Pidana Pimpinan KPK Pasca-TWK Disebut Maladministrasi
Jokowi Ambil Alih
Robert juga mengatakan, Ombudsman meminta Presiden Joko Widodo mengambil alih proses pengalihan status pegawai KPK ini jika pimpinan dan Sekjen KPK mengabaikan atau tidak melakukan tindakan korektif tadi.
"Jika dalam waktu tertentu tidak dilaksanakan, maka saran ini akan kami berikan kepada presiden," ujar Robert.
Disebutkannya, KPK secara lembaga adalah rumpun eksekutif, presiden pemegang kebijakan tertinggi dalam PPK ASN.
"PPK di lembaga adalah delegasi presiden. Maka jika PPK KPK tidak mengindahkan tindakan korektif Ombudsman Republik Indonesia, maka kepada presiden kami sarankan take over kewenangan," ujarnya.
Selain itu, Presiden Jokowi disarankan membina Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Kepala LAN Adi Suryanto, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly, serta Menpan RB Tjahjo Kumolo bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi kepada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik.
Jokowi juga diminta memonitor tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman kepada BKN untuk menyusun peta jalan atau road map manajemen kepegawaian, khususnya ihwal mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terkait pengalihan status pegawai menjadi pegawai ASN di masa depan.
"Dalam rangka mewujudkan tata kelola SDM Aparatur unggul, Presiden perlu memastikan bahwa pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dalam setiap proses manajemen ASN dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku," kata Robert.
Baca juga: Ombudsman RI Temukan Maladministrasi dalam TWK Pegawai KPK
Abaikan Jokowi
Robert mengatakan lembaganya berpendapat KPK telah melakukan tindakan maladministrasi dengan menerbitkan SK 652 Tahun 2021 yang memuat penonaktifan 75 pegawai tak lolos TWK.
"Ketua KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021," katanya.
Menurutnya, Ketua KPK Firli Bahuri menerbitkan SK Nomor 652 Tahun 2021 yang menetapkan 75 pegawai KPK tidak memenuhi syarat (TMS) untuk diangkat menjadi ASN berdasarkan hasil TWK.
Dalam SK itu pula, para pegawai yang TMS diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung.
Berdasarkan berita acara rapat pada 25 Mei 2021, kata Robert, sebanyak 24 pegawai di antaranya diputuskan dapat mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) bela negara dan wawasan kebangsaan.
Sedangkan 51 pegawai lainnya diberhentikan dengan hormat pada 1 November 2021 mendatang.
"Penerbitan SK tersebut bertentangan dengan pertimbangan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan alih status tidak boleh merugikan hak pegawai," katanya.
Penerbitan SK, berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, juga merupakan bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif terhadap pernyataan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Diketahui, Presiden Jokowi pada 17 Mei 2021 sempat menyatakan hasil TWK tidak serta merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.
"Pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif terhadap pernyataan presiden tanggal 17 Mei 2021," kata Robert. (Tribun Network/Ilham Rian Pratama/sam)