Tim Advokasi Papua Desak Presiden Minta Maaf soal Tindakan Oknum TNI-AU yang Injak Kepala Warga
Anggota Tim Advokasi Papua Michael Himan mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk turut meminta maaf.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Advokasi Papua menyoroti secara serius terkait adanya insiden dua oknum anggota TNI-AU yang menginjak kepala seorang warga penderita tuna wicara di Merauke, Papua.
Atas adanya insiden tersebut, Anggota Tim Advokasi Papua Michael Himan mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk turut meminta maaf.
"Mendesak Presiden Joko Widowo selaku Panglima tertinggi Militer untuk segera meminta maaf," kata Himan dalam keterangan tertulisnya dikutip, Rabu (28/7/2021).
Tak hanya itu, kata Himan pihaknya juga meminta kepada Presiden Joko sedianya memerintahkan untuk menindak tegas dua anggota Polisi Militer TNI-AU yang melakukan tindakan represif, rasis, dan diskriminatif tersebut.
Baca juga: Komisi I DPR Menyayangkan Kekerasan yang Dilakukan Oknum Anggota TNI AU kepada Warga
Adapun, dirinya meminta Presiden untuk memperlakukan dua oknum TNI-AU tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang dijunjung.
"Mendesak proses hukum terhadap kedua anggota Polisi Militer TNI-AU tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," ucapnya.
Selain itu kata Himan, Presiden juga harus turut memberikan sanksi dan memecat kedua Anggota Polisi Militer dan harus dilakukan secara transparan serta akuntabel sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.
Sebab kata dia, perlakuan tersebut jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Itu dijamin dalam pelbagai undang-undang, salah satunya dalam Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang berbunyi 'Setiap orang berhak untuk bebas dari penilaian, penghukuman, atau yang kejam, tidak manusiawi, derajat dan martabat kemanusiaannya'," katanya.
Sebagai aparat keamanan negara, anggota TNI-AU kata Himan, seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat untuk bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Akan tetapi, tindakan kedua oknum tersebut dinilai tidak manusiawi bahkan tidak beradab, apalagi yang melakukan merupakan anggota TNI.
"Tindakan yang tidak manusiawi dan tidak beradab sebagai anggota TNI tersebut bertentangan dengan tugas pokok TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU TNI," tuturnya.
Di mana bunyi pasal 7 ayat (1) Undang-Undang TNI kata Himan yakni, 'Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara'.
Lebih lanjut, tindakan rasis dan pendekatan represif yang dilakukan itu kata dia, tidak hanya mengakibatkan sakit secara fisik terhadap korban.
Akan tetapi, juga semakin menambah daftar panjang tindakan diskriminatif aparat keamanan terhadap Orang Asli Papua (OAP).
"Melalui pernyataan ini, kami dari Tim Advokasi Papua menilai kedua anggota Polisi Militer TNI-AU secara langsung telah mengusik hak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM," tuturnya.
Lanjut Himan, tindakan itu juga telah menunjukkan adanya tindakan diskriminatif berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis.
"Kami dari Tim Advokasi Papua mendesak dan mempertanyakan sejauh mana penyelesaian kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Militer TNI, praktik kekerasan dan perbuatan merendahkan martabat terhadap orang papua akan terus terjadi selama praktik Impunitas terus dipelihara," tukasnya.