Pengamat Soal Gubernur Sumsel Disebut 'King of Kelakar' oleh Mahasiswa: Itu Bukan Kritik Konstruktif
"Ini lebih jadi alat politik kelompok politik tertentu untuk kepentingan menjatuhkan nama baik kepala daerah," kata Arief kepada wartawan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik asal Sumatera Selatan Muhammad Arief menilai julukan “King of Kelakar” yang disematkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tridinanti Palembang (UTP) kepada Gubernur Sumsel Herman Heru dinilai bukan sebagai kritik, apalagi masukan yang konstruktif.
"Ini lebih jadi alat politik kelompok politik tertentu untuk kepentingan menjatuhkan nama baik kepala daerah," kata Arief kepada wartawan, Minggu (1/8/2021).
Bahkan menurut alumnus Universitas Sriwijaya itu, hal tersebut dipandang sebagai gerakan mengekor, ikut-ikutan, ingin dibilang keren meniru BEM UI yang menyasar Presiden Jokowi.
"Padahal track record gerakan mahasiswa di universitas tersebut nyaris tak ditemukan baik melalui googling ataupun kisah tutur dari para aktivis di Sumsel," tambahnya.
Baca juga: Kapolri Apresiasi Peran Aktif Mahasiswa Akselerasi Vaksinasi Covid-19
Lebih jauh, Arief mengatakan meme yang dibuat oleh mereka yang mengaku sebagai utusan resmi BEM UTP itu tidak ada korelasinya.
"Ini menunjukan mereka tidak menguasai materi, tidak membaca isunya secara detail. Banyak logical fallacy dalam meme yang disebut sebagai dasar menjuluki gubernur sebagai King of Kelakar," katanya.
Arief menjelaskan sejumlah tuduhan yang disematkan oleh BEM Universitas Tridinanti tersebut yang menurutnya bukti logical fallacy.
Pertama terkait usulan Herman Deru mengubah istilah PPKM Darurat menjadi PPKM Level 1-4.
"Kalau kemudian di Sumsel ada 4 daerah yang diputuskan pemerintah pusat masuk dalam kategori PPKM Level 4, lalu di mana nyambungnya tuduhan BEM UTP itu? Justru anak-anak itu harusnya bangga bahwa masukan gubernur mereka didengar presiden sehingga sebutan PPKM darurat ditiadakan dan diganti dengan pelevelan. Bahwa ada empat daerah, salah satunya Kabupaten Muba yang dipimpin Dodi Alex Noerdin masuk ke PPKM level 4, ya itu harus diurus. Kepala daerah setempat harus bekerja keras bagaimana menurunkan levelnya,” ujarnya.
Kemudian terkait inisiatif Herman Deru membantu kebutuhan oksigen untuk wilayah lain seperti Jawa Barat dan Lampung.
BEM UTP, dikatakan Arief, malah menyudutkan Herman Deru sebagai pemimpin yang pandai berkelakar dengan membantu wilayah lain sementara kebutuhan oksigen di Sumsel kekurangan, padahal sangat jelas dinyatakan bahwa kebutuhan oksigen di Sumsel cukup, Bahkan segera dibuat tempat pengisian oksigen gratis.
"Mereka (BEM UTP) membangun persepsi publik bahwa oksigen di Sumsel sedang langka. Kemudian mereka menuduh Herman Deru cuma berkelakar biar rakyat tenang,” katanya
Lalu terkait data kemiskinan yang berhasil turun ditengah pandemi. Pihaknya menegaskan bahwa data tersebut adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel.
"Apa coba hubungannya antara kemiskinan yang turun dengan kebijakan ganjil genap dan PPKM? Kebijakan penerapan ganjip genap di wilayah PPKM level 4 itu untuk mengurangi mobilitas mengantisipasi agar varian delta yang sangat cepat daya tular dan sebarnya bisa dihindari,” ujarnya.
Baca juga: Ketua MPR Ajak Mahasiswa Kaji Ulang Sistem Demokrasi Langsung
Lalu kritik di sektor pendidikan. BEM UTP menyebut kebijakan sekolah gratis di Sumsel tidakberjalan karena ada sekolah yang memungut biaya. Arief mempertanyakan kesimpulan yang diambil mereka yang hanya berdasar satu kasus. Faktanya di lapangan siswa tetap menikmati sekolah gratis, tidak dipungut biaya apapun.
“Saat ada kasus, dimana pihak sekolah meminta uang bangunan saya kira perlu dibaca konteksnya. Secara umum sekolah gratis di Sumsel itu janji Herman Deru yang dituangkan dalam kebijakan. Kalau ada sekolah secara inisiatif meminta sumbangan sukarela, apakah itu salah Gubernur, ya tidak lah. Dan sekolah itu sudah ditegur," katanya lagi.
Terkait sempat terjadi perbedaan larangan mudik antara pemerintah pusat dan daerah yang dikritik BEM UTP juga disoroti Arief.
Menurutnya, sebagai kepala daerah, tentu Herman m lebih memahami bagaimana kondisi masyarakat di daerahnya.
"Kalau timbul kesan ada perbedaan antara pusat dan daerah, jelas pemerintah daerah lebih paham kebutuhan masyarakat. Ini soal gaya komunikasi saja sebenernya. Ini yang mengkritik tidak membaca kapan itu kebijakan muncul. Padahal keputusan akhirnya sangat jelas, Gubernur ikut keputusan pemerintah pusat,” katanya .