Calon Hakim Agung Prim Haryadi Sebut Pidana Mati untuk Kasus Narkotika dan Korupsi Masih Dibutuhkan
Penyalahgunaan heroin, kata dia, sangat berdampak luas jika lolos dalam wilayah hukum Indonesia karena bisa mengakibatkan anak bangsa menjadi korban.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Hakim Agung Kamar Pidana yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Prim Haryadi memandang penerapan pidana mati untuk kasus narkotika dan korupsi masih dibutuhkan di Indonesia.
Ia mencontohkan perkara narkotika yang pernah ditanganinya saat bertugas di Pengadilan Negeri Tangerang.
Ketika itu, ia menangani perkara yang modus pelakunya menelan heroin dalam jumlah cukup besar sehingga tidak terdeteksi petugas Bea dan Cukai.
Penyalahgunaan heroin, kata dia, sangat berdampak luas jika lolos dalam wilayah hukum Indonesia karena bisa mengakibatkan anak bangsa menjadi korban.
Hal itu disampaikannya dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 Hari Ke-2 yang disiarkan di kanal Youtube Komisi Yudisial pada Rabu (4/8/2021).
"Karenanya untuk tindak pidana sekelas seperti ini, hal-hal seperti ini. Seperti mengimpor dari luar negeri masuk ke wilayah hukum Indonesia, saya pikir pidana mati ini masih kita perlukan," kata Prim.
Selain itu, ia juga mencontohkan dalam perkara korupsi.
Baca juga: 19 Narapidana Bandar Narkoba Dikirim ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan
Dalam perkara korupsi, kata dia, pidana mati juga masih dimungkinkan dalam Undang-Undang Tipikor jika pelaku melakukan tindak pidana saat negara dalam keadaan bahaya atau jika perekonomian negara dalam keadaan sulit.
Panelis pun menanyakannya terkait dengan kasus korupsi Bansos yang masih hangat diperbincangkan masyarakat.
Prim menjawab selama ini dirinya hanya mengikuti dari pemberitaan.
Berdasarkan pemberitaan, kata dia, sebenarnya Mahkamah Agung sudah menentukan dengan mengeluarkan pedoman pemidanaan dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor.
Selanjutnya adalah menetapkan berapa jumlah kerugian negara.
Baca juga: Calon Hakim Agung Ini Sebut 3 Hal yang Sering Dikeluhkan Publik Soal Lembaga Peradilan Indonesia
Kemudian perlu didalami peran dari pelaku dan seberapa jauh akibat dari yang dilakukan terdakwa.