68 Orang di Indonesia Meninggal Tiap Satu Jam karena Covid-19
Meski keterisian tempat tidur (BOR) isolasi dan ICU di sejumlah RS sudah menurun jauh, namun tren kasus kematian masih tinggi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
Kemudian berubah menjadi 8 orang meninggal tiap jam, lalu naik lagi menjadi 21 orang tiap jam.
Dan kini 68 orang di Indonesia meninggal karena virus tersebut tiap satu jam sekali.
Juru bicara Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengaku bahwa meski keterisian tempat tidur (BOR) isolasi dan ICU di sejumlah RS sudah menurun jauh, namun tren kasus kematian masih tinggi.
Baca juga: Syarat Pasien Covid-19 yang Bisa Dirawat di Rumah Oksigen Pulo Gadung
Karena itu menurutnya penerapan PPKM harus terus konsisten khususnya dalam hal testing dan tracing.
"Positivity rate kita juga turun dari yang mendekati 40 persen sekarang 20 persen-an. Memang perlu upaya untuk di bawah 5 persen, tapi kita lihat saat ini di Wisma Atlet, RS, relatif tidak banyak pasiennya seperti sebelumnya," kata Nadia di YouTube Lawan COVID-19, Kamis (5/8/2021).
"Testing pun meningkat yang tadinya hanya 2/1000 sekarang 4/1000. Tapi walau kita lihat tren yang baik dari PPKM Darurat dan Level, kita tetep harus konsisten terutama testing. Karena kita lihat kasus kematian masih cukup tinggi," imbuh dia.
Nadia mengungkapkan, menurut data terbaru sebagian besar kasus kematian akibat COVID-19 datang ke RS atau puskesmas dalam kondisi berat atau kritis.
Itu sebabnya Nadia mengatakan deteksi dini melalui testing sangat penting. Supaya lebih banyak kasus bisa cepat tertangani dan tak sampai wafat di tengah gelombang varian Delta ini.
"Kita tahu varian Delta selain cepat menular dalam waktu singkat bisa menularkan orang banyak, terakhir memiliki risiko meningkatkan keparahan penyakit," terang Nadia.
"Untuk itu, kita dorong masyarakat untuk testing. Jangan takut ditesting, karena dengan testing kita bisa mengendalikan laju penularan dan PPKM ada relaksasi," tambah dia.
Dalam kesempatan berbeda Nadia mengimbau warga untuk segera lapor saat dinyatakan positif setelah melakukan testing. Sehingga warga bisa diisolasi atau dirawat dengan penanganan yang tepat.
"Kita perkuat testing supaya lebih dini menemukan kasus yang positif. Kedua, penentuan isolasi harus oleh nakes, tidak bisa diputuskan oleh warga yang positif, ya, apakah bisa isolasi mandiri atau harus isolasi terpusat," katanya.
"Sementara itu kita akan melakukan] penguatan pemantauan isolasi mandiri, rencana penyediaan oksimeter di puskesmas, edukasi masyarakat untuk mengenali kondisi sesak saat melakukan isolasi, dan menambah isolasi terpusat baik di kab/kota ataupun bisa di level desa," ujar Nadia.(tribun network/fik/rin/dod)