Yakaafi Kembangkan Wakaf Produktif untuk Bantu Kemandirian Pesantren
Namun, pengertian wakaf produktif tampaknya masih belum begitu populer di Indonesia, negeri dengan populasi muslim terbesar dunia.
Penulis: Husein Sanusi
Santrinya sekarang telah mencapai 200 orang. Keuangan Ponpes pun tidak lagi defisit dan menjadi cenderung seimbang antara iuran santri dan dana operasional pesantren.
Untuk mencapai tahap itu, Agus menyerahkan dana wakaf kepada para pengusaha yang amanah.
Dengan begitu, selain pengusaha terbantu meningkatkan omzet, dana wakaf pun menjadi produktif.
Sejauh ini, Ponpes Darul Falah telah menerima suntikan dana bagi hasil dari tiga unit usaha. Di antaranya, dari usaha pabrik sepatu, bengkel, dan asesoris motor.
Agrobisnis di lahan lingkungan Ponpes juga diterapkan. Sebagian lahan ditanami berbagai jenis tanaman seperti lengkuas, terong, dan sejenisnya. Setelah panen, ini semua akan dijual ke pasar.
"Alhamdulillah ini sudah berjalan. Dengan pemasukan ini keuangan pesantren jadi berimbang. Syukur-syukur jadi surplus," katanya.
Dari satu pesantren itulah, Agus tergerak untuk memperluas manfaat wakaf produktif ke pesantren lain.
Kemudian dia bersama beberapa rekannya membentuk Yakaafi. Agus sebagai ketua dewan pembina Yayasan, sedangkan salah satu rekannya, Asep Hendra, sebagai direktur operasional. "Yang kita fokuskan adalah wakaf produktif itu," tutur dia.
Agus menjelaskan, ada dua pola yang digunakan Yakaafi untuk membantu pesantren-pesantren yang belum mandiri secara ekonomi.
Pertama, dana wakaf yang telah dihimpun diserahkan kepada pebisnis yang amanah dan ingin membantu. Setelah ada selisih keuntungan dari dana yang diwakafkan itu, barulah disalurkan ke pesantren yang memang membutuhkan. "Jadi wakafnya sekali, hasilnya berkali-kali, mengalir setiap bulan," katanya.
Pola kedua yaitu dengan menggali potensi pesantren. Setiap pesantren memiliki potensi dan karakternya masing-masing berdasarkan letak geografis.
Yakaafi ikut berupaya menemukan bisnis yang cocok dijalankan oleh suatu pesantren berdasarkan potensi yang dimiliki. Setelah ketemu, kemudian mencari orang yang tepat untuk mengelola bisnis tersebut.
"Makanya, sejak awal, pesantren-pesantren itu dibimbing untuk belajar membuat bussiness plan. Kemudian dananya kita gulirkan, kita awasi, monitor. Jadi manfaatnya, pertama, mereka dibimbing untuk belajar bisnis, jadi tidak dilepas supaya terus berjalan. Kedua, kita juga berikan modal dari dana wakaf," tuturnya.
Pada pola kedua ini, pesantren telah diingatkan di awal bahwa pada akhirnya dana wakaf yang dikucurkan ini harus kembali ke yayasan sehingga manfaatnya juga bisa dirasakan pesantren-pesantren yang lain.