Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polri Akui Kesulitan Lacak Tabung Oksigen Palsu Hasil Modifikasi Tabung Pemadam Api Ringan

Bareskrim Polri mengakui kesulitan untuk melacak keberadaan tabung oksigen palsu yang diduga dimodifikasi dari tabung pemadam api ringan (APAR).

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Polri Akui Kesulitan Lacak Tabung Oksigen Palsu Hasil Modifikasi Tabung Pemadam Api Ringan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bareskrim Polri membongkar kasus tabung oksigen palsu yang diduga dimodifikasi dari tabung pemadam api ringan (APAR). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengakui kesulitan untuk melacak keberadaan tabung oksigen palsu yang diduga dimodifikasi dari tabung pemadam api ringan (APAR).

Khususnya tabung oksigen palsu yang telah terlebih dahulu terjual.

Diketahui, pihak kepolisian sebelumnya telah menangkap 6 tersangka kasus pemalsuan oksigen yang dimodifikasi dari tabung APAR.

Pelaku mengaku telah menjual 190 tabung oksigen APAR.

"Masih kita cek, karena data itu tidak ditulis dalam buku register dia. Jadi orang datang beli, dia tidak punya data terkait dengan siapa membeli itu. Karena yang beli individu itu sulit untuk terdata. Kita masih mendalami kemana saja tabung itu," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Pol Whisnu Hermawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/8/2021).

Lebih lanjut, Whisnu menuturkan sulitnya melacak 190 tabung oksigen APAR itu karena pembeli dan penjualnya bergerak perseorangan.

Selain itu, mereka tidak berdagang melalui jalur resmi dari rumah sakit atau apotek.

Berita Rekomendasi

"Kebanyakan orang-orang yang membeli di situ disimpan sebagai cadangan di rumah masing-masing. Kalau dia yang membelinya perusahaan atau rumah sakit, dia terdata," jelasnya.

Baca juga: Bareskrim Limpahkan 6 Tersangka Investasi Bodong EDCCash ke JPU Kejari Bekasi

Di sisi lain, Whisnu menuturkan tabung oksigen palsu yang dimodifikasi dari APAR harus segera terlacak.

Menurutnya tabung modifikasi itu berbahaya jika digunakan manusia.

"Tabung APAR yang diubah menjadi tabung oksigen isinya cuma 80 persen, kalau lebih dari itu bisa dikhawatirkan meledak," ujar Whisnu.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengungkap perdagangan tabung oksigen yang dimodifikasi dengan memakai tabung pemadam api ringan (APAR).

Barang tersebut diperjualkan-belikan pelaku dengan mengklaim barang merupakan tabung oksigen asli.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Helmy Santika menyebutkan kasus ini diperlukan lantaran pemakaian tabung gas APAR berbahaya untuk kesehatan.

Baca juga: Kabareskrim Polri Ungkap Dugaan Alasan Situs Setkab Bisa Diretas

"Ada tabung APAR yang dirubah jadi tabung oksigen. Ini sebenarnya berbahaya karena tabung APAR atau untuk pemadam kebakaran itu enggak didesain untuk oksigen," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brijen Pol Helmy Santika kepada wartawan, Rabu (28/7/2021).

Ia menuturkan penggunaan tabung APAR tidak diperuntukkan untuk kepentingan medis.

Apalagi, kata dia, sampai diperjualbelikan bebas di masyarakat.

"Kita tidak tahu bagaimana tank cleaningnya, di dalamnya gas CO2, kalau misalkan diisi gas oksigen kalau pembersihannya tidak bagus tentu bahayakan orang. Dari desain tabungnya sendiri untuk APAR tidak didesain untuk diisi oksigen. Ada spesifikasi tertentu untuk tabung gas oksigen dia harus bisa menahan sampai 100 psi dan sebagainya," jelasnya.

Dalam kasus ini, pihaknya telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka.

Menurut Helmy, apar yang bisa dibeli dengan modal Rp 700 hingga Rp 900 ribu itu kemudian dijual dengan harga variatif oleh para pelaku.

Baca juga: Tabung Oksigen Meledak Saat Diisi, Wajah Yohanes Luka Parah, Tangannya Patah

"Untuk tabung apar ini variatif, antara Rp2 juta, Rp3 juta," jelas Helmy.

Kepada kepolisian, para tersangka mengaku telah menjual 190 tabung.

Saat ini kepolisian tengah melacak para pembeli dari tabung tersebut.

Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat Pasal 106 UU Nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, Pasal 197 UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU nomor 8 tentang perlindungan konsumen, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas