Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap di Pembahasan RUU EBT

Sejumlah klausul yang muncul pada draf RUU EBT akan berdampak signifikan terhadap keuangan negara, khususnya di kondisi sulit akibat pandemi Covid-19

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap di Pembahasan RUU EBT
ist
TotalEnergies, melalui 100% kepemilikan langsung anak usahanya yang didedikasikan untuk energi surya terdistribusi, telah menyelesaikan pembangunan tahap kedua instalasi panel surya PV (photovoltaic) untuk Chandra Asri Petrochemical di Cilegon, Indonesia. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mewaspadai ketahanan APBN terkait dengan rencana pengembangan PLTS Atap seperti yang tertulis dalam draf RUU Energi Baru Terbarukan.

Pakar energi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) Mukhtasor mengatakan, pemerintah sangat penting untuk menjaga program percepatan energi terbarukan secara berkelanjutan dalam konteks APBN.

Salah satu yang diatur dalam draft RUU Energi Baru Terbarukan adalah PLTS Atap.

Mukhtasor mengatakan, sejumlah klausul yang muncul pada draf RUU EBT dinilai akan berdampak signifikan terhadap keuangan negara, khususnya di kondisi serba sulit akibat dampak Covid-19, serta badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kelistrikan.

Dia menilai APBN akan mendapat beban yang cukup berat dari program yang sedang dicanangkan demi mengejar percepatan perkembangan energi hijau di Indonesia.

Mukhtasor mengatakan jika harga listrik yang bersumber dari energi terbarukan lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan pembangkit listrik, maka Pemerintah Pusat berkewajiban memberikan pengembalian selisihnya kepada perusahaan listrik milik negara dan/atau Badan Usaha tersebut.

Berita Rekomendasi

Salah satu sumber energi terbarukan tersebut bisa berasal dari PLTS Atap.

Baca juga: Mensos Risma Kolaborasikan ITS dan Universitas Cenderawasih Tingkatkan Aksesibilitas di Papua

“Pertanyaannya adalah, kira-kira berapa tahun negara ini mampu menanggung cost ini? Sementara sekarang ini, masyarakat saja sudah mengibarkan bendera putih karena Covid-19," ujarnya.

"Lapangan kerja juga sulit. Karena bagaimana pun yang kita inginkan, pemerintah atau negara harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari program ini,” dia mengingatkan.

Sebagai informasi, biaya pokok penyediaan PLTU saat ini sekitar Rp 700,– 900 per kwH, sementara biaya pokok penyediaan PLTS sekitar Rp 1.400,- per kWh.

Dengan demikian, ada lonjakan biaya yang harus ditanggung oleh pemerintah.

Pasokan Listrik Sedang Berlebih

Anggota Dewan Energi Nasional Herman Darnel Ibrahim menyatakan, realisasi bauran energi terbarukan Indonesia pada saat ini baru berkisar 10 persen - 11 persen dari keseluruhan penggunaan energi di Tanah Air.

Angka ini hanya beranjak sedikit dibandingkan realisasi bauran energi terbarukan pada 2009 atau 12 tahun lalu, yang berada di level 7 persen.

“Pada waktu saya menjadi anggota DEN pertama yakni 2009, baurannya 7 persen. Sekarang hanya 10 persen - 11 persen. Jadi naiknya hanya sedikit," ujar Herman.

"Kalau dilihat tren kenaikannya, maka untuk mencapai 23 persen itu tidak mudah. Dan ini sulit,” imbuhnya.

Apalagi, lanjutnya, dengan adanya pandemi Covid-19 yang memukul hampir seluruh sektor industri, pemakaian energi, khususnya energi listrik, menjadi jauh berkurang.

Akibatnya, kata dia, terjadi kapasitas listrik berlebih atau over capacity yang alih-alih menjadi keuntungan, namun justru menjadi beban bagi perusahaan penyedia listrik.

“Ini situasi yang dilematis memang. Tetapi saya mengatakan, pesannya adalah maksimalkan energi terbarukan. Targetnya sih tetap ya, tetapi kita maksimalkan saja. Maka kemudian kalau tercapainya seperti apa, ya kita lihat saja,” tuturnya.

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI, menegaskan, Rancangan Undang-undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) yang berjumlah 61 pasal membawa misi untuk mendorong pengembangan potensi energi baru dan terbarukan secara optimal.

"Kita akan memperluas seluas-luasnya. Kita akan kembangkan seluruh potensi energi baru terbarukan. Itu yang diakomodir di 61 pasal yang ada di RUU EBT," ungkap Sugeng Suparwoto.

"Jadi, RUU EBT merupakan payung hukum untuk pengembangan EBT. Di situ mengatur sedemikian rupa semuanya berjalan secara simultan," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas