Muhaimin Sebut Kontribusi Masyarakat Adat Nyata untuk Bangsa, Pengesahan UU Harus Disegerakan
Gus Muhaimin mengatakan sejarah masyarakat adat dan sejarah perkembangan bangsa Indonesia tidak bisa dipisahkan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
”Tetapi UU yang lahir sejak negara ini berdiri, ada 30-an peraturan UU saat ini bersifat sektoral, justru digunakan untuk melegalisasi perampasan wilayah adat,” katanya.
Rukka mengatakan, masyarakat adat juga ingin diakui sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Faktanya selama ini, perampasan wilayah adat terus terjadi dan mayoritas diikuti dengan kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi serta penangkapan yang sewenang-wenang bahkan adu domba di antara masyarakat adat.
”Yang terjadi banyak pemiskinan masyarakat adat dan stateless karena mereka tidak punya NIK (Nomor Induk Kependudukan), tidak punya KTP,” katanya.
Baca juga: Makna Baju Pepadun, Pakaian Adat Lampung yang Dipakai Jokowi Saat Upacara HUT RI, Suci dan Berani
Bahkan, tutur Rukka Sombolinggi, pada Pemilu 2019 lalu, ada sekitar 2 juta masyarakat adat yang seharusnya wajib memilih, namun tidak bisa memilih karena tidak memiliki KTP.
”Ini ada masyarakat adat yang lahir, besar, menikah, punya anak cucu, dan meninggal (di Indonesia), namun tidak pernah menjadi warga negara Indonesia. Ketika orang-orang yang punya kemewahan, haknya terpenuhi, tetapi memilih golput. Bagi masyarakat adat, nyoblos (ikut Pemilu) itu masih menjadi impian yang paling didambakan,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Rukka juga menyampaikan terima kasih atas dukungan Gus Muhaimin yang ikut menyatakan dukungan akses vaksin terhadap masyarakat adat yang tidak memiliki NIK, meskipun hingga kini realisasinya belum terwujud.
”Vaksinasi belum menjadi realitas karena ternyata urusan ketersediaan vaksin yang masih terpusat di kota-kota besar, kemudian akses lokasi dan pendampingan termasuk sosialisasi. Ini yang harus dilakukan untuk memastikan vaksinasi bagi masyarakat adat,” jelas Rukka.