Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Minta Aparat Penegak Hukum Ikuti Arahan Jokowi Soal Pemeriksaan BPK

Sonyendah mengingatkan agar aparat penegak hukum mengikuti arahan Presiden Jokowi ini.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pakar Minta Aparat Penegak Hukum Ikuti Arahan Jokowi Soal Pemeriksaan BPK
istimewa
Dr. Sonyendah Retnaningsih, SH, MH sebagai presenter Asian Law Seminar Series 2019 di Fakulti Undang-Undang, Universitas Kebangsaan Malaysia, Senin, 18 Maret 2019. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dr Sonyendah Retnaningsih mengapresiasi dan mendukung penuh atensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di masa pandemi.

Hal itu sebagaimana dinyatakan Kepala Negara dalam Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI, di Gedung MPR, Senayan, Senin (16/8/2021).

Dalam pidato kenegaraan seiring peringatan HUT ke-76 RI, serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI yang digelar di Kompleks Parlemen, Presiden memberikan keterangan mengenai peran pemeriksaan BPK dalam situasi pandemi.

"Situasi pandemi bukan situasi normal, dan tidak bisa diperiksa dengan standar situasi normal. Yang utama adalah menyelamatkan rakyat sebagai hukum tertinggi dalam bernegara. Peran pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK juga perlu dilakukan beberapa penyesuaian," kata Presiden dalam Sidang MPR tersebut.

Sonyendah mengingatkan agar aparat penegak hukum mengikuti arahan Presiden Jokowi ini.

Menurut Sonyendah, pernyataan Presiden tersebut menunjukkan Kepala Negara sangat memahami ketidaknormalan situasi di tengah pandemi Covid-19.

Berita Rekomendasi

Sebagai pemimpin tertinggi jajaran eksekutif, Presiden paham benar BPK sebagai lembaga tinggi negara sangat berperan penting dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Baca juga: Kantongi Bukti Kuat, MAKI Beri Opsi ke DPR soal 2 Calon Anggota BPK

Karena itu, Sonyendah setuju dan mendukung Presiden dalam kondisi seperti ini audit BPK pun tidak bisa dilakukan sebagaimana kondisi pada saat situasi berjalan normal.

Sebab apabila BPK melakukan tugasnya tersebut yang seakan-akan kondisi negara normal-normal saja, yang terjadi adalah hal-hal yang dapat dikualifikasi akan berlawanan dengan kondisi aktual yang terjadi.

"Situasi pandemi adalah kondisi kedaruratan yang membutuhkan kecepatan dan terobosan. Implikasinya bisa saja merembet kepada adanya aturan-aturan normal yang diterobos atau disesuaikan," kata Sonyendah melalui keterangannya, Minggu (22/8/2021).

"Sebaiknya, BPK dan aparat penegak hukum yang menindaklanjuti temuan BPK tidak melihat hal tersebut sebagai suatu pengecualian yang dalam hukum biasanya dikualifikasi sebagai alasan pembenar, karena landasan dan payung hukum dalam situasi yang terjadi saat ini adalah nya adalah UU No 2 Tahun 2021. Maka Aparat Penegak Hukum yang selama ini menindaklanjuti temuan temuan BPK pun harus mengikuti arahan Presiden Jokowi tersebut," lanjutnya.

Dia juga mengingatkan pentingnya pernyataan Presiden dalam Sidang Tahunan MPR Senin (16/8/2021) lalu, yang menekankan saat ini yang paling utama adalah bagaimana memastikan dan menjamin keselamatan rakyat Indonesia sebagaimana amanah Pembukaan Undang-Undang Dasar RI 1945.

Satu di antara amanahnya adalah Negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang dapat dimaknai sebagai kewajiban melindungi rakyatnya.

"Keselamatan rakyat harus menjadi perhatian bagi diingat para aparat penegak hukum, yakni sebagaimana dinyatakan Presiden Jokowi bahwa tujuan yang paling utama bagi negara saat ini adalah menyelamatkan rakyat, dan itu menjadi hukum tertinggi dalam bernegara," kata dia, mengulangi pernyataan Presiden.

Baca juga: KPK Pastikan Usut Kucuran Suap Bansos ke Tim Audit BPK

Hal lain yang penting untuk diperhatikan menurut Sonyendah, bahwa penyalahgunaan kewenangan (discretionary power) dalam ranah tindak pidana korupsi tidak bisa serta merta dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi.

Hal ini dapat dasarkan pada ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) yang dinyatakan bahwa, “biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis, dan bukan merupakan kerugian negara.”

"Artinya, itu jelas merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dalam situasi krisis, negara sama sekali tidak dirugikan, dan oleh karenanya hal tersebut tidak dapat dikualifikasi sebagai adanya kerugian Negara," ujar dia.

Menurut Sonyendah, dalam konteks kondisi pandemi Covid-19, Undang-Undang tersebut juga memberikan perlindungan hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik, yang tergabung membantu pemerintah dalam mengatasi masalah pandemi Covid-19.

Khususnya dengan pengadaan barang dan jasa yang dbutuhkan untuk mengatasi dampak pandemi ini.

"Oleh karenanya, pelaksanaan kebijakan pemerintahan saat ini sejalan dengan doktrin Freis Ermessen yang lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasaran (doelmatigheid) daripada tercapainya kesesuaian yang sangat rigid dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid)," kata Sonyendah.

"Untuk itulah, maka para pelaksana kegiatan tersebut diberikan perlindungan secara hukum, termasuk juga pihak ketiga yang menyediakan barang dan jasanya," ujar dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas