Komnas Perempuan Tegaskan Siapa Saja Bisa Jadi Korban Pelecehan Seksual, Termasuk Laki-laki
Tanggapi soal dugaan pelecehan seksual sesama pria di KPI, Komnas Perempuan: Siapa Saja Bisa Jadi Korban Pelecehan Seksual.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Heboh pengakuan seorang pegawai menjadi korban perundungan (bullying) dan pelecehan seksual di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Kasus ini terungkap dari pesan terbuka milik si pegawai berinisial MS, yang akhirnya viral di media sosial.
Ironisnya, dalam kasus itu, pegawai MS dan terduga pelaku pelecehan sama-sama rekan kerja pria.
Baca juga: Komisioner KPI Berencana Panggil Atasan Langsung MS di KPI Terkait Dugaan Pelecehan
Melihat korban dan terduga pelaku sama-sama bergender laki-laki, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani mengingatkan tindakan pelecehan seksual bisa dialami siapa saja.
Tindakan pelecehan seksual tidak memandang apa gender dari si korban.
"Kasus ini dengan jelas menunjukkan bahwa siapa saja bisa jadi korban, ketika dalam posisi kuasa yang timpang," tutur Andy kepada Tribunnews.com, Kamis (2/9/2021).
Di era kini, sebagian publik masih menganggap bahwa yang bisa menjadi korban pelecehan seksual hanya lah perempuan.
Baca juga: Komisioner KPI Sebut Para Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Masih Jadi Pegawai Aktif di KPI
Padahal, ada saja laki-laki menjadi korban tindakan pelecehan, walaupun jumlahnya bisa lebih sedikit timbang perempuan.
"Hal ini karena di masyarakat yang patriarkis, perempuan lebih subordinat dan lebih sering ditempatkan sebagai objek seksual."
"Namun, bukan berarti korban laki-laki tidak ada dan tidak banyak," jelas Andy.
Lanjutnya, saat mendapat pelecehan seksual, kata Andy, laki-laki cenderung memilih untuk melaporkannya ke pihak berwajib.
Baca juga: Diduga Korban Pelecehan Seksual di KPI, Pegawai MS Tak Berniat Selesaikan Kasus secara Kekeluargaan
Hal tersebut terjadi karena anggapan masyarakat bahwa idealnya laki-laki adalah orang yang kuat dan mampu menjaga dirinya sendiri.
Sehingga, nantinya laki-laki sebagai korban akan semakin terpuruk dan memilih diam.
"Ketika menjadi korban, laki-laki akan merasa berlipat ganda tidak berdaya."
"Apalagi, ketika laporannya justru menuai kecaman sebagai orang yang lemah, cengeng atau sejenisnya," ucap dia.
Baca juga: Kata Komnas Perempuan soal Dugaan Pelecehan Seksual di KPI: Jadi Alarm RUU PKS Sangat Mendesak
Sementara, jika korban pelecehan adalah bergender perempuan, biasanya akan disorot cara berpakainnya.
"Sebagai korban pelecehan seksual, biasanya perempuan akan dituduh memprovokasi. Misalnya bajunya atau gerak-geriknya," kata Andy.
Kronologis Dugaan Pelecehan Seksual di KPI
Sebelumnya diberitakan, beredar pesan berisi pengakuan pegawai KPI yang menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual, viral di media sosial.
Pesan tersebut bahkan ditujukan untuk Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Dalam pesan tersebut, pria berinisial MS mengaku menjadi korban dari kejadian ini.
Dirinya menyatakan, kejadian tersebut telah dialaminya sejak 2012 silam.
"Sepanjang 2012-2014, selama 2 tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makan bagi rekan kerja senior," tulis MS dalam pesan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (1/9/2021).
MS menyatakan selalu menerima tindakan intimadasi dari rekan kerja yang dinilainya sudah senior.
Adapun, diketahui MS merupakan karyawan kontrak yang bekerja di KPI.
Ironisnya terduga pelaku yang ada dalam insiden ini merupakan sesama pria.
"Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja."
"Tapi mereka secara bersama-sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh," ucapnya.
Dirinya mengatakan, sudah tak terhitung berapa kali rekan kerjanya tersebut melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa dirinya bisa melawan.
Hal itu karena, MS hanya seorang diri sedangkan para terduga pelaku melakukannya secara beramai-ramai.
Baca juga: KPI Lakukan Investigasi Internal Sikapi Dugaan Pelecehan Sesama Pria di Lingkungan Kerja
"Mereka beramai-ramai memegangi kepala, tangan, kaki, menelanjangi, memiting, melecehkan saya," katanya.
Kejadian tersebut, kata dia membuatnya merasa trauma dan kehilangan kestabilan emosi.
Bahkan kata dia, kondisi ini telah membuat dirinya merasa stres merasa dihinakan bahkan mengalami trauma yang berat.
"Kadang di tengah malam, saya teriak teriak sendiri seperti orang gila"
"Penelanjangan dan pelecehan itu begitu membekas, diriku tak sama lagi usai kejadian itu, rasanya saya tidak ada harganya lagi sebagai manusia, sebagai pria, sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga," katanya.
Tak tinggal diam, MS mengaku sudah membuat laporan ke berbagai pihak, termasuk Komnas HAM.
Hanya saja dirinya diminta untuk meneruskan laporan tersebut terlebih dahulu ke pihak kepolisian.
Kendati begitu, keputusannya untuk membuat laporan ternyata malah membuat rekannya makin merundung dan mencibir dengan menyatakan kalau dirinya merupakan makhluk yang lemah.
"Sejak pengaduan itu, para pelaku mencibir saya sebagai manusia lemah dan si pengadu."
"Tapi mereka sama sekali tak disanksi dan akhirnya masih menindas saya dengan kalimat lebih kotor," ucapnya.
MS bahkan mengaku sempat tidak kuat untuk melanjutkan pekerjaan di KPI.
Baca juga: Sudah 6 Jam, Ketua KPI Pastikan Pemeriksaan Terduga Pelaku Pelecehan Seksual Masih Berlangsung
Hanya saja ia menyebut tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk tetap bisa bekerja.
"Saya tidak kuat bekerja di KPI Pusat jika kondisinya begini."
"Saya berpikir untuk resign, tapi sekarang sedang pandemi Covid-19 dimana mencari uang adalah sesuatu yang sulit," kata MS.
Di akhir, melalui pesan tersebut, dirinya berharap mendapat atensi lebih dari Presiden RI Joko Widodo untuk dapat menindaklanjuti insiden ini.
Sebab kata dia, sudah terlalu sering dirinya menerima cacian, rundungan hingga pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI.
"Dengan rilis pers ini, saya berharap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia mau membaca apa yang saya alami," ucap MS.
"Tolong saya. Sebagai warga negara Indonesia, bukankah saya berhak mendapat perlindungan hukum?"
"Bukankah pria juga bisa jadi korban bully dan pelecehan?"
"Mengapa semua orang tak menganggap kekerasan yang menimpaku sebagai kejahatan dan malah menjadikanya bahan candaan?" katanya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/ Rizki Sandi Saputra)