KPK Tambah Masa Penahanan Bupati Nonaktif Bintan Apri Sujadi
(KPK) menambah masa penahanan dua tersangka kasus dugaan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menambah masa penahanan dua tersangka kasus dugaan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan tahun 2016-2018.
Mereka yaitu Bupati Bintan nonaktif Apri Sujadi (AS) dan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd Saleh H Umar (MSU).
"Tim penyidik masih melanjutkan penahanan para tersangka untuk masing-masing selama 40 hari ke depan, terhitung 1 September 2021 sampai 10 Oktober 2021," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (2/9/2021).
Apri Sujadi saat ini ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Sedangkan, Saleh Umar di Rutan KPK Kavling C1.
"Pemberkasan perkara para tersangka masih terus berlanjut di antaranya dengan agenda pemanggilan dan pemeriksaan para saksi yang terkait dengan perkara ini," kata Ali.
Sembari memperpanjang masa penahanan, keduanya juga diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
Baca juga: KPK Telisik Aliran Uang ke Bupati Bintan Apri Sujadi
Ali membeberkan, lewat Apri dan Saleh, tim penyidik mendalami kewenangan keduanya serta mengenai usulan kuota rokok dan kuota MMEA (minuman mengandung etil alkohol) untuk BP Bintan.
"Tersangka AS dan MSU masing-masing diperiksa dalam kapasitas sebagai tersangka, tim penyidik mengkonfirmasi antara lain terkait dengan kewenangan jabatan dan juga mengenai usulan kuota rokok dan kuota MMEA (minuman mengandung etil alkohol) untuk BP Bintan," jelas Ali.
KPK menjerat Bupati Bintan Apri Sujadi (AS) dan Mohd Saleh H Umar (MSU) selaku Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kedua tersangka menggunakan kewenangannya untuk menetapkan kuota rokok dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) di BP Bintan tanpa mempertimbangkan jumlah kewajaran.
Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian negara hingga Rp250 miliar.
Apri ditengarai menerima sejumlah Rp6,3 miliar sepanjang 2017-2018, sedangkan Saleh diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp800 juta.
Setelah mulai menjabat pada 2016, Apri Sujadi mengumpulkan distributor yang mendapatkan kuota rokok di sebuah hotel di Batam.
Dalam pertemuan itu, KPK menduga Apri menerima sejumlah uang dari para pengusaha rokok yang hadir.
Pada Mei 2017 di sebuah hotel, Apri Sujadi kembali memerintahkan mengumpulkan, serta memberikan arahan kepada para distributor sebelum penerbitan Surat Keputusan Kuota Rokok tahun 2017.
Pada 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang atau 18.500 karton dan kuota MMEA.
Dari kuota itu, KPK menduga sebanyak 15 ribu karton merupakan jatah Apri dan 2.000 karton merupakan jatah Saleh, sedangkan 1.500 kuota milik pihak lainnya.
Selanjutnya pada 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi menambah kuota rokok BP Bintan 2018 dari 21.000 karton menjdi 29.761 karton.
Dari jumlah itu, KPK menduga Apri menguasai 16.500 karton dan Saleh 2.000 karton, sedangkan 11 ribu karton milik pihak lainnya.
KPK menduga Saleh menetapkan kuota rokok dan minuman keras pada 2016 hingga 2018 tanpa menghitung kebutuhan secara wajar.
Dari tahun 2016-2018 pula, BP Bintan diduga menerbitkan kuota miras kepada PT Tirta Anugrah Sukses yang belum mendapatkan izin dari BPOM dan diduga kelebihan atas penetapan kuota rokok di BP Bintan.
Atas perbuatannya, KPK menjerat Apri Sujadi dan Mohd Saleh H Umar dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.