KPK: 70 Persen Pejabat Bertambah Kaya, 95 Persen LHKPN Pejabat Tak Akurat
Tak semua orang merasakan dampak negatif ekonomi dari pandemi Covid-19, Sebagian pejabat, penyelenggara negara sebaliknya, kekayaan mereka meningkat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dalam setahun terakhir menghantam sendi-sendi ekonomi Indonesia.
Banyak sektor ekonomi yang gulung tikar.
Angka pengangguran pun meningkat.
Demikian pula dengan angka kemiskinan.
Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu membeberkan data jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah sebanyak 2,76 juta orang pada September 2020.
Jumlah itu meningkat sekitar 0,97 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Pada 2019 jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah 24,79 juta orang.
Sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang tercatat BPS pada September 2020 sebanyak 27,55 juta orang.
Baca juga: Setelah Mahfud MD dan Polda Metro, Kini Ombudsman Bedah Soal Dugaan Pungli di Samsat Jaktim
Namun demikian, tak semua orang pula yang merasakan dampak negatif ekonomi dari pandemi Covid-19.
Sebagian pejabat dan penyelenggara negara justru merasakan hal sebaliknya.
Kekayaan mereka meningkat pesat, meski di sisi lain ada pula yang hartanya menurun meski nilainya tak sepesat yang mengalami peningkatan.
”Kita amati selama pandemi 1 tahun terakhir ini itu secara umum penyelenggara negara 70 persen hartanya bertambah. Kita pikir pertambahannya masih wajar, tapi ada 22,9 persen yang justru menurun. Kita pikir yang pengusaha yang bisnisnya surut atau bagaimana gitu,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi webinar LHKPN yang disiarkan di YouTube KPK RI, Selasa (7/9).
Pahala lantas menunjukkan sebuah bagan. Dalam bagan itu disebutkan bahwa berdasarkan hasil analisis pelaporan LHKPN 2019-2020, tercatat 70,3 persen penyelenggara negara yang melaporkan hartanya bertambah selama pandemi.
Di sisi lain ada 6,8 persen yang tetap dan 22,9 persen mengalami penurunan.
”Kita cuma ingin melihat apakah ada hal yang aneh dari masa pandemi ini. Ternyata kita lihat kenaikan terjadi tapi penurunan terjadi dengan statistik seperti ini rata-rata bertambah Rp 1 miliar sebagian besar di tingkat Kementerian, DPR meningkat juga dan seterusnya," ucapnya.
Baca juga: Pimpinan DPR Dorong Anggota Segera Lapor LHKPN ke KPK
KPK sudah melakukan pemeriksaan terhadap 1.665 berkas LHKPN sepanjang 2018-2020.
LHKPN itu dimintakan oleh penyidik atau penyelidik di Kedeputian Penindakan KPK untuk dianalisis kebenarannya.
"Kami dapat 1.665 penyelenggara negara sejak 2018-2020 untuk diperiksa, jadi dari teman-teman penindakan untuk menunjang proses penindakan beberapa dimintakan LHKPN-nya diperiksa," kata Pahala.
Berkas LHKPN tersebut merupakan milik yang diduga berperkara di KPK sehingga diminta untuk dicek kebenarannya. Hasilnya, didapatkan lebih dari 90 persen LHKPN tersebut tidak sesuai alias tak akurat.
"Pemeriksaan ini untuk pro justicia jadi ke arah penindakan. Jadi LHKPN punya yang namanya Sipedal, sistem informasi yang kita bangun dengan seluruh bank, asuransi, bursa dan semacamnya, keluar lengkap," kata Pahala.
"95 persen LHKPN yang kita lakukan pemeriksaan detail akan kebenaran isinya, itu tidak akurat," ucap Pahala.
Baca juga: KPK: 95 Persen Laporan Harta Kekayaan Pejabat Tidak Akurat
Dia menyebut banyak pejabat yang tak melaporkan kekayaan mereka dalam LHKPN. Mulai dari tanah, bangunan, rekening bank, dan berbagai bentuk investasi lain.
Selain itu, kata Pahala, ketidakakuratan itu juga menggambarkan transaksi perbankan yang tak wajar dalam rekening sejumlah pejabat.
Misalnya, antara penghasilan dengan yang dilaporkan.
"Nah, di antara 95 persen yang tidak akurat ini, selain yang tidak dilaporkan juga melaporkan penghasilan yang agak aneh dibandingkan dengan transaksi banknya," kata dia.
Lebih lanjut Pahala mengatakan bahwa 15 dari 95 persen itu juga menunjukkan ketidaksesuaian antara profil data keuangannya.
Misalnya, tak semua laporan kekayaan sejumlah pejabat di bank sesuai dengan penghasilan yang mereka terima.
Bahkan, penghasilan yang masuk ke rekening ada yang lebih tinggi dari harta yang dilaporkan.
"Kalau saya melaporkan penghasilan saya Rp1, seharusnya di bank saya kira-kira itu ada Rp1 masuk, setengah rupiah keluar gitu ya. Tapi bukan saya laporkan penghasilan saya Rp1 secara konstan setiap bulan saya dapat Rp100, Rp150, Rp200 seperti itu," kata dia. "Jadi 15 persen dari yang 95 persen itu menunjukkan profil yang tidak fit dengan data keuangannya," imbuh Pahala.
Pahala menyebut kondisi itu membuat pihaknya lebih aktif dalam memeriksa kembali harta kekayaan para pejabat negara.
KPK akan memastikan kekayaan pejabat, termasuk aliran keuangan mereka untuk anggota keluarga.
"Jadi mekanisme pemeriksaan ini membuat kita lebih aktif ke beberapa stakeholder untuk melakukan cek bahwa (misalnya) yang namanya A dengan keluarga istrinya ini, anaknya yang sudah dewasa ini. Ini apakah punya rekening di bank," kata dia.(tribun network/ham/dod)