CSIS: Rivalitas Kepala Daerah dan Wakil Hingga Ormas Mempengaruhi Stabilitas Politik Lokal
Penelitian CSIS menemukan persaingan politik turut mempengaruhi stabilitas politik lokal dan turut mempengaruhi otonomi daerah
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penelitian CSIS menemukan persaingan politik turut mempengaruhi stabilitas politik lokal dan turut mempengaruhi otonomi daerah.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia, Arya Fernandes mengatakan kerap dijumpai polarisasi politik di tiap daerah yang sering kali tidak sama dengan yang terjadi di level nasional.
“Ketika melakukan riset di daerah, kami menemukan polarisasi politik di daerah, terutama rivalitas antara kepala daerah dan wakilnya, eksekutif dengan legislatif,” ujarnya di webinar CSIS Indonesia, Senin (13/9/2021)
Rivalitas itu diterangkannya mempengaruhi keberlanjutan pembuatan kebijakan dalam banyak hal di suatu daerah, sehingga menjadi lebih lama dan lebih sulit.
Baca juga: CSIS: Golkar Selalu Memberikan Solusi Teknokratik
Dalam beberapa kasus, bahkan ditemukan proses-proses penggunaan hak-hak DPR, seperti hak interpelasi, walaupun kasus seperti itu tidak banyak.
“Yang kami temukan yang polanya mirip ya rivalitas ini. Yang dalam beberapa kasus mengganggu pembuatan kebijakan,” ujar Arya.
Polarisasi yang terkait rivalitas ini diterangkan Arya juga mempengaruhi pembagian di level kepala dinas.
Misalnya ada dinas yang dikuasai kepala daerah, dan dinas lainnya dikuasai wakil kepala daerah dan ini semakin menguat kalau ada pemilihan umum.
“Misalnya pada Pilkada kepala daerah dan wakilnya pecah kongsi,” ujarnya.
Stabilitas politik di tingkat daerah juga dipengaruhi oleh aktor non-negara yang cukup kuat.
Aktor non-negara ini menurut CSIS menciptakan pola yang saling bergantung dengan partai politik.
Baca juga: Pengamat CSIS Dorong Standarisasi Pencalonan Legislatif
Arya mengatakan aktor non-negara ini turut mempengaruhi pembuatan kebijakan di tingkat lokal.
“Polanya cukup mirip di beberapa daerah. Bahwa ada aktor non-negara yang punya peran dan pengaruh menentukan bagaimana kebijakan itu dibuat,” ujarnya.
Arya mengatakan aktor non-negara itu bisa berasal dari organisasi masyarakat (ormas).
Dalam beberapa kasus polarisasi politik beririsan dengan persaingan antar ormas-ormas.
Tak jarang ormas tersebut masuk menjadi kader partai politik.
“Saya kira ini proses yang baik, bagaimana aktor non-negara ini termotivasi untuk menjadi pejabat politik,” ujarnya.
Hal lain yang ditemukan CSIS, stabilitas politik juga ditentukan oleh bagaimana wajah atau warna politi di tingkat lokal.
Ini juga terkait bagaimana komposisi kekuatan politik di level provinsi.
Faktor dominasi ini mempengaruhi kemudahan daerah dalam mengeksekusi sejumlah kebijakan.
“Dalam proses penganggaran misalnya dan proses implementasi,”
“3 hal ini mempengaruhi stabilitas politik lokal,” kata Arya.