Komnas HAM Menilai Bangunan Lapas Tangerang Tidak Manusiawi, Tak Layak dari Segi Keamanan
Komhas HAM menemukan pelanggaran narapidana yang membawa handphone atau telepon seluler ke dalam sel.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang terbakar hebat pada Rabu (8/9/2021) pekan lalu lalu. Sebanyak 44 narapidana tewas dalam kejadian tersebut.
Kekinian, Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menemukan penyebab dari berkobarnya api di lapas tersebut.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan ada temuan pelanggaran narapidana yang membawa handphone atau telepon seluler ke dalam sel.
Padahal kata dia ada larangan bagi narapidana membawa handphone atau alat komunikasi lainnya ke dalam penjara.
Hal tersebut kata Choirul yang diduga menjadi pemicu dari kebakaran. Bisa saja terjadi arus pendek atau korsleting listrik karena adanya handphone yang masuk ke dalam sel.
"Ada yang main hape katanya. Jadi main hape itu masuk ke dalam ruang-ruang itu. Jadi, kalau rebutan colokan, atau instalasi diimprovisasi, ya potensial memang kebakaran diakibatkan arus listrik. Itu juga persoalan, harusnya memang hape enggak boleh masuk dong," kata Choirul dalam diskusi virtual, Minggu (12/9/2021).
Hal tersebut ditemukan Choirul setelah mendapatkan cerita dari Kepala Lapas Kelas I Tangerang, Viktor Teguh saat mengunjungi lapas, Kamis (9/9/2021).
Atas temuan itu, ia berpendapat ada potensi pelanggaran yang terjadi di Lapas Kelas I Tangerang di mana narapidana diizinkan untuk menggunakan atau mengakses handphone dalam penjara.
Namun, Choirul tak ingin berspekulasi lebih jauh bahwa kebakaran tersebut murni disebabkan adanya arus pendek listrik karena ada yang bermain handphone.
"Kita tetap harus menunggu pihak kepolisian, karena polisi punya scientific criminal investigation. Tapi salah satu catatannya adalah persoalan masuknya penggunaan arus listrik yang bukan untuk peruntukkannya dan di jamnya," jelasnya.
Meski demikian, menurutnya bukan berarti narapidana tidak boleh berkomunikasi selama berada di dalam lapas.
Choirul menekankan, komunikasi tetap diperbolehkan didapat oleh narapidana. Namun, hal itu bisa didapat di waktu-waktu tertentu dan di ruangan tertentu.
Tidak hanya itu, Komnas HAM kata Choirul juga menemukan adanya akses keluar masuk yang hanya memiliki satu pintu di setiap bloknya. Hal tersebut akan mempersulit proses evakuasi apabila terjadi musibah kebakaran.
Baca juga: Respons PLN Sikapi Temuan Komnas HAM Soal Penggunaan Arus Listrik Tak Wajar di Sel Lapas Tangerang
Selain itu, bangunan lapas juga diakui sudah berusia lanjut di mana atap terbuat dari triplek kayu dan bukan cor seperti di lapas Cipinang atau lapas baru lainnya.
"Sehingga kalau sekali ada api, ya habis dan ini terlihat dari sisa-sisa yang ada di sana," katanya.
Atas temuan-temuan itu, Choirul menilai bangunan lapas Kelas I Tangerang yang terbakar itu tidak manusiawi dan tidak layak dari segi keamanan.
Untuk itu, dia meminta ke depan ada perombakan atau evaluasi dari segi bangunan agar layak sebagai tempat membina narapidana kembali ke masyarakat.
"Oleh karena itu bangunan harus didaur ulang. Agar semua petugasnya aman dan penghuninya juga aman," tutur Choirul.
Kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang yang menewaskan 44 orang narapidana kini masuk tahap penyidikan Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Dalam penyidikan ini, polisi akan memanggil sejumlah saksi. Di antaranya 14 pegawai Lapas Kelas I Tangerang hingga beberapa saksi dari warga binaan dan petugas PLN.
Baca juga: 10 Jenazah Korban Kebakaran Lapas Tangerang Teridentifikasi, 9 telah Diserahkan ke Keluarga
"Penyidik Polda Metro Jaya telah mengambil menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Selanjutnya penyidik akan membuat surat panggilan kepada saksi di antaranya 14 pegawai lapas yang melaksanakan piket pada hari itu, 7 warga binaan," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan.
"Selanjutnya pemeriksaan juga dilakukan pada 3 orang anggota damkar, tiga orang saksi dari PLN, dan pemeriksaan saksi pada Kalapas Kelas I Tangerang," jelas Ramadhan.
Penyidik menjadwalkan pemeriksaan para saksi pada Senin (13/9/2021). Pemeriksaan semua saksi akan dilakukan di Polda Metro Jaya Jakarta.
"Jadi rencana setelah dibuat surat panggilan pemeriksaan akan dilakukan di Polda Metro Jaya. Agenda pemeriksaan sebagai saksi dilaksanakan pada hari Senin 13 September 2021," terang Ramadhan.
Tak hanya memanggil saksi, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti untuk diteliti terkait penyebab kebakaran tersebut.
Ramadhan berharap proses penyidikan kasus kebakaran maut ini segera tuntas untuk diketahui penyebabnya.
"Sudah dilakukan penyitaan oleh penyidik. Karena kasus ini sudah dinaikkan ke penyidikan, maka penyitaan barang bukti berupa 14 buah ponsel, rekaman CCTV, gembok dan anak kunci dan barang bukti lain terkait tindak pidana," beber Ramadhan.
Meski status kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang sudah masuk tahap penyidikan, polisi belum menetapkan tersangka.
Melalui penyidikan ini, polisi berharap bisa menetapkan tersangka karena ada dugaan pidana.
Dalam kasus kebakaran ini, penyidik mempersangkakan dengan Pasal 187 dan 188 KUHP juga di Pasal 359 KUHP tentang kelalaian. (Tribun Network/riz/fan/kps/wly)