Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi di Antara Tiga Jenderal, Siapa yang Dipinang Jadi Calon Panglima TNI ?

Masa purna tugas Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto semakin dekat, November 2021, nama yang bakal dipinang Jokowi gantikan Hadi masih jadi misteri.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Jokowi di Antara Tiga Jenderal, Siapa yang Dipinang Jadi Calon Panglima TNI ?
Puspen TNI
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Masa purna tugas Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto semakin mendekat yakni November 2021. Nama-nama calon penggantinya mulai santer dibicarakan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa purna tugas Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto semakin mendekat yakni November 2021.

Nama-nama calon penggantinya mulai santer dibicarakan.

Dua nama yang kerap disebut adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono.

Nama yang bakal dipinang Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjadi misteri.

Hanya saja, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengatakan usia atau masa pensiun calon Panglima TNI berikutnya bisa faktor tersendiri.

Jika terpilih Andika bakal pensiun pada 1 Januari 2022, sementara Yudo memiliki masa jabatan dua tahun hingga 1 Desember 2023, kemudian KASAU Fadjar Prasetyo bakal pensiun 1 Mei 2024.

"Tiga pejabat ini nggak ada yang nyampe menghadapi situasi atau persiapan di tahun 2024. Bayangkan Kapolri lahir 5 Mei 1969, pensiunnya 1 Juni 2027 atau tiga tahun setelah pemilu," kata TB Hasanuddin, dalam diskusi Dialektika Demokrasi 'Tantangan Besar Panglima TNI Baru', Kamis (16/9).

Baca juga: Kontras Beberkan Catatan Kritisnya Jelang Pergantian Panglima TNI

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP Syaifullah Tamliha berpendapat tantangan calon Panglima TNI saat ini tak begitu berat.

Dari dua nama yang santer dibicarakan, mereka tak akan bersinggungan dengan Pemilu 2024.

Karenanya, Syaifullah memprediksi bisa saja Presiden Jokowi mengambil jalan tengah.

Yakni dengan memilih Andika terlebih dahulu, dan memilih Yudo untuk menggantikan Andika nantinya.

"Bisa juga misalnya Presiden Jokowi mengambil jalan tengah, Andika jadi Panglima TNI, kemudian Wakil Panglima TNI-nya Yudo. Nanti begitu Andika habis (masa jabatan), nanti Yudo lagi yang diusulkan," kata Syaifullah.

Sementara pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyebut siapa yang terpilih menjadi Panglima TNI selanjutnya tidak bisa lepas dari keterkaitan dengan politik.

Menurutnya politik di TNI merupakan residu masa lalu dari masa orba, dimana TNI masih mendapat peran yang sangat besar di ruang sosial politik.

Baca juga: Sosok Staf Khusus Panglima TNI Letjen TNI Tiopan Aritonang, Bukan Orang Baru Marsekal Hadi

Sejak reformasi, salah satu amanat reformasi adalah bagaimana TNI tidak lagi mengambil ruang yang terlalu besar, jauh masuk ke ruang politik, terutama politik praktis.

Akan tetapi, tak bisa dipungkiri saat ini bursa Panglima TNI banyak dikaitkan dengan isu-isu politik elektoral 2024.

"Padahal sebenarnya ini tidak berkaitan secara langsung. TNI dalam hal ini tentu saja memang punya tugas dan peran yang strategis menjelang 2024, tapi bukan terkait dengan politik praktisnya. Melainkan terkait dengan mengamankan bagaimana perhelatan besar demokrasi yang tentu saja dalam hal ini menjadi cara menjaga reputasi negara," kata Khairul.

"Bahwa kita bisa menjalankan demokrasi dengan baik, lancar, damai, menghasilkan kepemimpinan baru yang bisa membawa kemajuan. Jadi bukan soal politik praktisnya, tapi bagaimana Panglima TNI nanti bisa mengawal ini tadi menjadi sesuatu yang lancar dan sukses," tambahnya.

Tantangan Panglima TNI Baru

Bagi TB Hasanuddin, dalam memilih pengganti Hadi Tjahjanto ada empat hal pokok yang harus dimiliki dan dipertimbangkan.

Pertama, yang bersangkutan harus mampu melanjutkan pembangunan TNI minimum essential force.

Saat ini pembangunan itu baru mencapai tahap ketiga sekira 60 persen dan diharapkan pada 2024 dapat mencapai 80 persen.

"Ini tentunya harus diselesaikan oleh Panglima TNI yang baru nanti, siapapun beliau. Dan tentu minimum essential force itu bisa saja berubah situasinya, dalam arti perlu ada penguatan-penguatan berdasarkan ancaman di lingkungan, baik geopolitik maupun geostrategi," kata TB Hasanuddin.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin. (Chaerul Umam/Tribunnews.com)

Kedua, Panglima TNI baru bakal dituntut melanjutkan, menjaga serta meningkatkan profesionalisme prajurit.

Menurutnya, Indonesia tidak bisa lagi membiarkan para prajurit TNI hanya memiliki kemampuan asal-asalan.

Karena itu peningkatan profesionalisme, frekuensi pelatihan dan pendidikan diperlukan, disamping kelengkapan senjata yang bagus dalam rangka kesiapan menghadapi setiap ancaman kedepan.

Ketiga, permasalahan disiplin perlu menjadi perhatian bagi Panglima TNI baru. Dalam 2-3 tahun terakhir, TB Hasanuddin mencatat ada ratusan prajurit yang desertir atau melarikan diri dari satuannya.

"Itu harus menjadi fokus bahasan, dan kebanyakan di prajurit angkatan darat," katanya.

Perkelahian antar angkatan di tubuh TNI hingga konflik antara TNI dan Polri juga harus dihindari ke depan.

Kejadian penyerangan Polsek Ciracas menjadi bukti nyata disiplin prajurit masih harus ditegakkan.

Keempat, TB Hasanuddin menilai prajurit harus mendapatkan perhatian dari Panglima TNI terutama dari segi kesejahteraan.

Mulai dari jumlah asupan makanan, gaji, kesehatan, hingga pendidikan keluarganya. Dia mencontohkan seorang prajurit TNI berangkat Kopral akan kesulitan untuk menyekolahkan anaknya hingga tingkat SMA.

"Jadi kalau Panglima TNI kedepan itu bisa melaksanakan ini semua, maka Insyaallah kita menghasilkan prajurit yang benar-benar profesional dan sesuai dengan undang-undang alias prajurit nasional yang tidak berpolitik," ucapnya.

Baca juga: Intel TNI AL Kejar Pelaku Pembakaran KM Sunli

Sementara itu, Khairul menyoroti banyaknya isu soal pembinaan SDM dan karir yang macet, dimana terjadi penumpukan perwira.

Menurutnya pengembangan organisasi, penambahan satuan hingga peningkatan level jabatan dapat menajdi solusinya. Tak hanya itu, dia mengharapkan Panglima TNI baru dapat berdisiplin dalam penerapan merit System yakni 'the right man on the right place'.

"Ini harus betul-betul diterapkan, supaya problem-problem dalam hal pembinaan SDM dan karir juga bisa terselesaikan tanpa efek samping," kata Khairul.

Alutsista Jadi Soal

Berbeda dengan dua narasumber lain, Syaifullah menyoroti permasalahan alutsista di Tanah Air.

Dia menceritakan ketika presiden sempat menembak dari tank saat latihan gabungan TNI di Surabaya, tak disangka tembakan presiden tepat sasaran.

Bersama koleganya TB Hasanuddin yang juga Ketua Panja Alutsista, dia pun menginspeksi apa yang sebenarnya terjadi dalam latihan tersebut.

Sebagai purnawirawan militer, TB Hasanuddin diceritakan menanyakan kepada komandan batalion yang bertugas merawat alutsista.

"Kang TB Hasanuddin bilang ke Pasuruan yuk, kita tanya-tanya komandan batalion yang memelihara alutsista. Disana, kang TB bilang hebat sekali kalian, presiden nembak sesuai tepat sasaran," cerita Syaifullah menirukan ucapan TB Hasanuddin.

"Kemudian komandannya itu karena nggak berani sama Ketua Panja yang bintang dua terus bicara 'maaf pimpinan, itu kami tembak dari tank jarak terdekat. Ini cerita sekedar seluk beluk alutsista," imbuhnya.

Baca juga: Harta Kekayaan Letjen Eko Margiyono, Namanya Mencuat di Bursa Calon Panglima TNI, Total Rp14 M

Dari kasus itu, Syaifullah menilai menjaga hingga memastikan alutsista tetap berfungsi dengan baik sangatlah penting.

Sebab mereka adalah kekuatan tempur guna menjaga pertahanan negara.

Dia lantas mengkritik beberapa alutsista tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti 33 pesawat tempur yang diperuntukkan mengawal ibukota DKI Jakarta.

"Ibukota Jakarta ini dikawal oleh 33 pesawat tempur. Tapi 33 pesawat tempur itu, kita inspeksi, ternyata yang bisa terbang hanya 11. Yang bisa nembak cuma 8, kalaupun nembak itu jarak pelurunya rudalnya itu cuma 25 km, berbeda dengan punya Singapura dan Malaysia yang daya jelajahnya itu 140 km," kritiknya.

Selain itu, Syaifullah menyampaikan pentingnya ada komunikasi terkoneksi antar alutsista tersebut, seperti via radio.

Dengan saling terkoneksi, dia mencontohkan pesawat F-16 di udara dapat berkomunikasi dengan kapal perang yang berada di bawahnya atau di lautan.

"Semestinya Panglima TNI yang akan datang harus bisa membuat konektivitas antar alutsista itu. Jangan-jangan kalau tidak dibenahi maka bisa salah tembak, jangan-jangan pesawat itu bertempur dengan pesawat kita sendiri. ini tugas berat Panglima TNI," tegasnya. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas