Lewat Rekening Pribadinya Azis Syamsuddin Transfer Uang Muka Suap Rp 200 Juta ke Rekening Maskur
Awalnya Azis menghubungi Stepanus dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan dirinya dan Aliza Gunado yang sedang diselidiki oleh KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin terancam pidana lima tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.
Ia sudah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju sekitar Rp 3,1 miliar dari komitmen awal Rp 4 miliar.
Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 5 UU Tipikor berbunyi, "Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta."
Sedangkan Pasal 13 UU Tipikor berbunyi, "Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp 150 juta."
Ketua KPK Firli Bahuri membeberkan bagaimana keterlibatan Azis dalam kasus tersebut.
Awalnya Azis menghubungi Stepanus dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan dirinya dan mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Aliza Gunado yang sedang diselidiki oleh KPK pada Agustus 2020.
Stepanus, lanjut Firli, menghubungi rekannya yang merupakan seorang pengacara bernama Maskur Husain untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut.
Selanjutnya, Maskur menyampaikan kepada Azis dan Aliza untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp 2 miliar.
"SRP (Stepanus) juga menyampaikan langsung kepada AZ (Azis) terkait permintaan sejumlah uang dimaksud dan kemudian disetujui oleh AZ," kata Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Sabtu (25/9/2021) dini hari.
Maskur diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp 300 juta kepada Azis.
Untuk teknis pemberian uang dari Azis, tutur Firli, dilakukan melalui transfer ke rekening bank milik Maskur. Selanjutnya, Stepanus menyerahkan nomor rekening bank dimaksud kepada Azis.
Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, Azis mengirimkan uang sejumlah Rp 200 juta ke rekening bank Maskur secara bertahap.
Ia menggunakan rekening pribadinya untuk mentransfer uang muka alias DP suap itu.
"Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, AZ dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp 200 juta ke rekening bank MH secara bertahap," ucap Firli.
Setelah itu Stepanus datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan pada bulan yang sama.
Ia kembali menerima uang secara bertahap dari Azis, yaitu US$ 100 ribu, Sin$ 17.600, dan Sin$ 140.500.
Baca juga: Azis Syamsuddin Jadi Tersangka Kasus Suap Penyidik KPK, Bagaimana dengan DAK Lampung Tengah?
Firli mengatakan uang-uang tersebut ditukarkan oleh Stepanus dan Maskur ke money changer untuk menjadi rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain.
"Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp 4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp 3,1 miliar," ujarnya.
Atas keterlibatannya dalam kasus itu, Azis ditahan untuk waktu 20 hari pertama terhitung sejak 24 September hingga 13 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polres Jakarta Selatan.
Dari pantauan Tribunnews.com pada Sabtu (25/9/2021) dini hari, Azis telah mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK. Pergelangan tangan politikus Golkar itu juga telah diborgol.
Azis turun dari ruang pemeriksaan di lantai dua KPK sekitar pukul 00.23 WIB.
Ia dibawa ke ruang konferensi pers terlebih dahulu sebelum dibawa ke ruang tahanan KPK.
"Tim Penyidik melakukan penahanan kepada tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 24 September 2021 sampai dengan 13 Oktober 2021 di Rutan Polres Jakarta Selatan," kata Firli.
Kasus Kukar
Selain suap terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah, KPK juga akan mendalami dugaan keterlibatan Azis dalam dugaan suap eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
"Tentu ini masih dalam tahap, kita akan dalami terkait dengan dugaan-dugaan tadi," ujar Firli Bahuri.
Dikatakan Firli, KPK bekerja tidak bisa lepas dari peraturan dan ketentuan hukum. Kini penyidik sedang menelusuri bukti-bukti terkait dugaan tersebut.
"Kalau kita bicara tentang alat bukti, tentu kita harus sesuai pada Pasal 184 KUHAP, ada lima alat bukti yang sah. Dan juga kita harus memahami betul kecukupan bukti. Apa yang dimaksud dengan kecukupan bukti atau bukti yang cukup, itu tidak lepas dari apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yaitu, ada di Pasal 183. Di situ disebutkan hakim tidak dapat memutus suatu perkara kecuali dengan keyakinan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti. Jadi KPK harus bekerja dasarnya di situ," ungkapnya.
AKP Stepanus Robin Pattuju memang diduga juga ikut bermain dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Rita Widyasari.
Baca juga: Golkar Punya 85 Anggota DPR, Pengganti Azis Syamsuddin Ada di Tangan Airlangga Hartarto
Rita disebut bisa mengenal Robin karena bantuan Azis Syamsuddin, pada Oktober 2020 lalu.
"Bahwa pada bulan Oktober 2020, terdakwa (Robin) dikenalkan kepada Rita Widyasari oleh Azis Syamsuddin," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Lie Putra Setiawan, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021) lalu.
Sepekan dari perkenalan itu, Stepanus datang bersama seorang pengacara bernama Maskur Husain menemui Rita, di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tangerang.
Ketika itu, Stepanus dan Maskur disebut meyakinkan Rita dapat mengurus pengembalian aset-aset yang disita KPK terkait kasus TPPU, pada tingkat peninjauan kembali yang diajukan Rita dengan imbalan Rp 10 miliar.
Apabila pengembalian aset berhasil, Maskur Husain meminta bagian 50 persen dari total aset.(tribun network/ham/dod)
Simak Webinar Tribun Series bertajuk Debat Seru Perlukah Amandemen UUD 1945 Terkait PPHN di bawah ini: