Profil Gatot Nurmantyo, Eks Panglima TNI Tuding TNI Disusupi Komunis Terkait Hilangnya Diorama G30S
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menuding TNI telah disusupi Komunis.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menuding TNI telah disusupi komunis.
Hal ini ia sampaikan dalam acara webinar berjudul TNI vs PKI pada Minggu (26/9/2021).
Menurut Gatot, pernyataannya tersebut bisa dibuktikan dari hilangnya sejumlah barang di Museum Dharma Bakti, Markas Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat (Jakpus).
"Bukti nyata jurang kehancuran itu adalah persis di depan mata, baru saja terjadi adalah Museum Kostrad, betapa diorama yang ada di Makostrad, dalam Makostrad ada bangunan, bangunan itu adalah kantor tempatnya Pak Harto (Soeharto) dulu, di situ direncanakan gimana mengatasi pemberontakan G30SPKI, di mana Pak Harto sedang memberikan petunjuk ke Pak Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Parako dibantu oleh KKO," ungkap Gatot pada acara webinar, dilansir Tribunnews.
Terkait hal ini, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menilai pernyataan Gatot sebagai nasihat dan peringatan bagi prajurit aktif TNI agar senantiasa waspada supaya sejarah kelam tidak terulang kembali.
Baca juga: Gatot Nurmantyo Tuding TNI Disusupi Komunis, Ngabalin: Pernyataan yang Menyesatkan Publik
Baca juga: Profil AY Nasution, Eks Jenderal TNI yang Disebut Bongkar Patung Diorama G30S di Museum Kostrad
Ia juga tak ingin berpolemik terkait pernyataan Gatot.
Pasalnya, menurut Hadi isu tersebut tidak bisa dibuktikan secara ilmuah.
"Saya tidak mau berpolemik terkait hal yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Tidak bisa suatu pernyataan didasarkan hanya kepada keberadaan patung di suatu tempat."
"Dan sebenarnya masalah ini sudah diklarifikasi oleh institusi terkait," kata Hadi ketika dikonfirmasi wartawan pada Senin (27/9/2021).
Profil Gatot Nurmantyo
Mengutip Kompas.com, Gatot Nurmantyo merupakan pensiunan TNI yang lahir di Tegal, Jawa Tengah pada 13 Maret 1960.
Ia berasal dari keluarga yang berlatar belakang militer.
Sang ayah, Suwantyo, pernah menjabat sebagai Letnan Kolonel Infanteri di Kodam XIII/Merdeka Sulawesi Utara.
Dikutip dari TribunnewsWiki, Gatot merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1982.
Ia kemudian memulai karier militernya dengan bergabung sebagai pasukan infanteri baret hijau Kostrad.
Baca juga: Asops Panglima TNI Tutup Latihan Bersama Staf TNI dan USINDOPACOM Gema Bhakti 2021
Baca juga: PROFIL Lodewijk F Paulus, Sekjen Golkar Disebut Gantikan Azis jadi Wakil Ketua DPR, Purnawirawan TNI
Jabatan pertamanya adalah Komandan Peleton MO 81 Kompi Bantuan Batalyon Infanteri 315/Garuda.
Di tahun 1983-1984, Gatot pernah diterjunkan dalam operasi Seroja di Timor Leste.
Setelahnya, ia pindah menjadi Komandan Kompi Senapan B Batalyon Infanteri 320/Badak Putih dan Komandan Kompi Senapan C Batalyon Infanteri 310/Kidang Kancana.
Karier Gatot kemudian semakin menanjak hingga ia dilantik menjadi Gubernur Akmil pada 2010.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tepatnya tahun 2014, ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal TNI Budiman.
Setahun kemudian, Gatot menjabat sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko yang memasuki masa pensiun.
Gatot dilantik menjadi Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta pada 8 Juli 2015 sesuai Keppres Nomor 49/TNI2015 tertanggal 6 Juli 2015.
Namun, dua tahun setelahnya ia diberhentikan secara hormat pada 8 Desember 2017.
Posisi Panglima TNI kemudian diisi oleh Marsekal Hadi Tjahjanto.
Di tahun 2020, Gatot buka suara mengenai pemberhentiannya.
Baca juga: Isu Paham Komunisme Menyusup di TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto : Saya Tak Mau Berpolemik
Baca juga: Panglima TNI Jawab Tudingan Gatot Nurmantyo Soal Isu Komunisme Telah Menyusup di Institusi Militer
Ia menilai pemberhentian dirinya berkaitan dengan instruksinya untuk memutarkan film G30S.
"Saat saya menjadi Panglima TNI, saya melihat itu semuanya maka saya perintahkan jajaran saya untuk menonton G30S/PKI."
"Pada saat itu saya punya sahabat dari salah satu partai, saya sebut saja PDI menyampaikan, 'Pak Gatot, hentikan itu. Kalau tidak, Pak Gatot akan diganti'," kata Gatot dalam sebuah tayangan YouTube Hersubeno Point, Rabu (23/9/2020), dikutip Kompas.com.
"Saya bilang, 'Terima kasih', tetapi justru saya gas karena ini adalah benar-benar berbahaya, dan benar-benar saya diganti," tambahnya.
Kendati demikian, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kala itu, tak mengambil pusing soal pernyataan Gatot tersebut.
Menurutnya, sah-sah saja Gatot berpendapat pemberhentian dirinya dari Panglima TNI karena pemutaran film G30S.
Tetapi, ia mengingatkan apa yang disampaikan Gatot adalah pendapat subyektif mantan Panglima TNI itu sendiri.
"Tentang pencopotannya, itu pendapat subyektif. Karena itu penilaian subyektif, ya boleh-boleh saja, sejauh itu perasaan," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Kamis (1/10/2020).
Namun, tegas Moeldoko, pernyataan Gatot itu belum tentu sesuai pemikiran Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Komisi II Sebut Penjabat Kepala Daerah dari TNI-Polri Bisa Ditempatkan di Wilayah Rawan
Baca juga: Survei Indikator: Tingkat Kepercayaan Masyararakat Terhadap TNI-Polri Lebih Tinggi Dibanding KPK
Dinilai Layak Nyapres
Dilansir Tribunnews, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, menilai Gatot Nurmantyo layak dicalonkan sebagai presiden pada Pemilu 2024 mendatang.
Selain Gatot, Jamiluddin juga menilai Prabowo Subianto, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Andika Perkasa, layak maju nyapres,
Menurut Jamiluddin, alasan mengapa Gatot dinilai layak nyapres adalah karena ia masih menjadi tokoh TNI yang disegani.
Kendati demikian, elektabilitas Gatot yang masih rendah dan tak ada partai politik yang mengusung, menjadikan nilai tawarnya untuk menjadi capres semakin rendah.
"KAMI, organisasi yang menaunginya, tampaknya belum cukup kuat untuk menaikkan elektabilitasnya."
"Koalisi oposisi non-partai yang coba dibangun, juga tak cukup untuk meningkatkan bargaining politik Gatot untuk nyapres," terang Jamiluddin pada Minggu (23/5/2021) lalu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Gita Irawan, TribunnewsWiki/Ami Heppy, Kompas.com/Wahyu Adityo Prodjo)