Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila, Dilatarbelakangi oleh Peristiwa Pemberontakan G30S 1965

Berikut ini sejarah hari Kesaktian Pancasila yang dilatarbelakangi peristiwa pemberontakan G30S 1965 yaitu tragedi penculikan dan pembunuhan Jenderal.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
zoom-in Sejarah Hari Kesaktian Pancasila, Dilatarbelakangi oleh Peristiwa Pemberontakan G30S 1965
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejarah Hari Kesaktian Pancasila, peringatan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM - Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Oktober.

Peringatan tersebut berhubungan dengan terjadinya tragedi nasional pembunuhan keji oleh G30S, pada 1 Oktober 1965.

Tragedi tersebut menimbulkan korban perwira militer, yaitu enam Jenderal TNI dan satu kapten yang dibuang ke sumur tua di Lubang Buaya.

Seorang pengawal dari Perdana Menteri II Dr. J. Leimena juga menjadi korban pembunuhan G30S.

Sementara itu, ada juga dua korban perwira di Yogyakarta yang dianiaya dan dibunuh oleh G30S pada tanggal yang sama.

Jenazah mereka ditemukan di dalam sebuah lubang di desa Kentungan, Yogyakarta.

Baca juga: Yasin, Saksi Hidup Aktivitas Pemuda Rakyat dan Gerwani di Lubang Buaya: Trauma G30S/PKI Belum Hilang

Pahlawan Revolusi
Pahlawan Revolusi. (Tribun Pontianak)

Sebelumnya, dirangkum oleh Tribunnews, berikut daftar korban tersebut:

BERITA TERKAIT

1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi);

2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi);

3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan);

4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen);

5. Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik);

6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat);

7. Lettu CZI Pierre Andreas Tendean (ajudan Jenderal A.H Nasution);

8. Bripka Karel Sadsuit Tubun (pengawal Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, tetangga A.H Nasution);

9. Brigjen Katamso Darmokusumo (Komandan Rem 072/Pamungkas Yogyakarta);

10. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Wakil Dan Rem 072/Pamungkas Yogyakarta).

Perlu diketahui, Pierre Tendean menjadi korban penculikan karena ia berusaha melindungi atasannya, A.H Nasution, dengan cara mengakui dirinya sebagai Jenderal A.H Nasution.

Selain Pierre Tendean, putri A.H Nasution yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dibunuh di rumahnya oleh G30S saat kejadian penculikan.

Tanggal terjadinya peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila sejak penetapannya oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1984.

Sejarah selengkapnya, simak rangkuman sejarah hari Kesaktian Pancasila berikut ini, dikutip dari kemdikbud.go.id.

Baca juga: KRONOLOGI Tragedi Pemberontakan G30S 1965, Upaya Penumpasan G30S, hingga Fakta Sejarah

Rangkuman Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

Peristiwa pembunuhan para perwira militer tersebut dilatarbelakangi oleh kelompok pemberontak yang menamai diri mereka sebagai Gerakan 30 September (G30S).

Peristiwa gerakan 30 September 1965 berlangsung selama dua hari, yakni tanggal 30 September kegiatan kordinasi dan persiapan, serta tanggal 1 Oktober 1965 dini hari saat pelaksanaan penculikkan dan pembunuhan.

G30S berhasil menguasai Radio Republik Indonesia (RRI) dan kantor Telekomunikasi sebagai pusat komunikasi nasional.

Mereka mengumumkan para perwira korban penculikan dan pembunuhan adalah Dewan Jenderal yang hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Ir. Soekarno.

Kemudian, mereka menerangkan telah membereskan Dewan Jenderal dan memperkenalkan diri sebagai Gerakan 30 September.

Pengumuman kedua, mereka menyampaikan telah membentuk Dewan Revolusi yang akan menggantikan kabinet Soekarno.

Selain itu, Gerakan 30 September 1965 mengakui Letkol. Untung dari Komando Balation I resimen Cakrabirawa sebagai pemimpin mereka.

Baca juga: 10 Pahlawan Revolusi Korban Pengkhianatan G30S, Tragedi Nasional Pembunuhan di Lubang Buaya

Pada tanggal 6 Oktober, Presiden Soekarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “persatuan nasional”, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan.

Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “pemimpin revolusi Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata.

Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama “Tribune”.

Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Soeharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat Presiden Soekarno kepada Soeharto pada saat Soeharto disumpah.

"Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia.

Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekiali berdiri di ats prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.

Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita.

Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revolusi kita bisa jaya.

Soeharto sebagai panglima Angkatan Darat dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita."

Baca juga: Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Saksi Bisu Eksekusi Keji G30S yang Simpan Sejarah Kelam

Suasana pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 1989. Monumen Pancasila Sakti dibangun di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Suasana pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila tahun 1989. Monumen Pancasila Sakti dibangun di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. (Kompas.com)

Lima bulan setelah itu, Soekarno memberi Soeharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret pad 11 Maret 1966.

Ia memerintahkan kepada Soeharto untuk mengambil “langkah-langkah yang sesuai” untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.

Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Soeharto untuk melarang PKI.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Soekarno dipertahankan sebagai Presiden Tituler Diktatur Militer itu sampai Maret 1967.

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G30S) dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Pada masa pemerintahan Soeharto, seluruh daerah di tanah air memutar film Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI hasil produksi pemerintah orde baru untuk disaksikan setiap tanggal 30 September.

Film tersebut juga merupakan tontonan wajib setiap tahun bagi anak-anak sekolah.

Selain itu, Soeharto beserta jajarannya menyelenggarakan upacara di hadapan Monumen Pancasila Sakti setiap tanggal 1 Oktober untuk menyatakan janji setia mereka yang abadi kepada Pancasila.

Upacara tersebut sekaligus untuk memperingati kesaktian ideologi Pancasila yang hampir digantikan oleh ideologi Komunis pada peristiwa G30S.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lain terkait Film Pengkhianatan G30S/PKI

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas