Demokrat Kubu AHY Kasih Dua Opsi ke Moeldoko: Mundur atau Kehilangan Kehormatannya
Di mana saat itu, AHY terpilih secara aklamasi dan dalam kongres tersebut dihadiri oleh semua Ketua DPD dan Ketua DPC.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru bicara sekaligus Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, menyikapi sengkarut masalah yang dialami kubu Partainya yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan kubu KSP Moeldoko.
Diketahui, kasus yang hingga kini masih bergulir di kubu Partai berlogo Mercy tersebut yakni mengenai upaya pengambialihan partai dari KSP Moeldoko melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang dinilai ilegal oleh Partai Demokrat kubu AHY.
Baca juga: Demokrat Kubu AHY Bantah Tudingan Intimidasi Ex Kader Agar Cabut Gugatan AD/ART: Kami di Pihak Benar
KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang, beberapa bulan lalu itu kini juga sudah ditetapkan ditolak oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Menkumham Yasonna Laoly.
Atas dasar itu, pihak Partai Demokrat melalui Herzaky menegaskan, saat ini KSP Meoldoko memiliki dua opsi berkaitan dengan kasus yang sekarang masih berjalan.
Baca juga: Gugatan AD/ART Demokrat Dinilai Tak Ada Gunanya, Mahfud MD: Apapun Putusan MA, AHY Tetap Berkuasa
Pilihan pertama kata Herzaky yakni, Moeldoko harus mundur dari upayanya di kasus ini, dan mengakui kesalahannya, karena sudah jelas upayanya sudah ditolak oleh Kemenkumham.
"Kami yakin, masih ada ruang perbaikan bagi siapapun manusia di muka bumi ini yang telah berbuat khilaf atau salah. Bukankah saat ini Tim KSP Moeldoko pun sudah cerai-berai?," kata Herzaky dalam konferensi pers yang digelar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Minggu (3/10/2021).
Sedangkan opsi yang kedua yang ditawarkan oleh Partai Demokrat kubu AHY kepada Mantan Panglima TNI itu adalah, tetap maju namun martabat kehormatannya akan turun.
Tak hanya, kehormatan pribadi Moeldoko akan tetapi juga kehormatan keluarga dan orang terdekatnya.
Baca juga: Demokrat Apresiasi Pernyataan Mahfud MD soal Gugatan AD/ART Demokrat Tak Ada Gunanya
"Bukan saja kehormatan pribadi, tetapi juga kehormatan keluarganya. Kami yakin, insyaallah, bersama Tuhan dan dukungan rakyat Indonesia, kami dapat memenangkan proses hukum ini," lanjutnya.
Herzaky berpandangan proses hukum yang ditempuh oleh Moeldoko saat ini tidak masuk diakal.
Bahkan dirinya menilai berbagai gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko merupakan bagian dari pembodohan publik.
Satu di antaranya yakni gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 150 atas gugatan KSP Moeldoko dan Johny Allen Marbun.
Objek gugatan tersebut adalah surat penolakan Menkumham tertanggal 31
Maret 2021 terkait penolakan KLB Deli Serdang.
Mereka kata Herzaky, bertanya kenapa KLB Deli Serdang ditolak oleh Pemerintahan. Herzaky pun meyakini kalau gugatan ini sudah pasti akan ditolak oleh PTUN.
Sebab kata dia, sudah dijelaskan dalam AD/ART Partai Demokrat 2020, maupun AD/ART sebelumnya, AD ART 2015 dan 2013, bahwa
syarat sahnya KLB harus dihadiri oleh minimal 2/3 DPD dan 1/2 DPC.
"Pada KLB Deli Serdang yang lalu, syarat ini tidak terpenuhi. Tidak ada satu pun Ketua DPD yang hadir," ujarnya.
Lantas dirinya menjelaskan terkait terpilihnya AHY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat yang berdasarkan AD/ART 2015.
Di mana saat itu, AHY terpilih secara aklamasi dan dalam kongres tersebut dihadiri oleh semua Ketua DPD dan Ketua DPC.
"Jadi gugatan ini adalah akal-akalan KSP Moeldoko untuk mendapatkan jabatan Ketua Umum Partai Demokrat dengan memutarbalikan fakta hukum melalui PTUN, setelah sebelumnya melalui KLB gatot, alias gagal total," tuturnya.
Atas hal itu, kata Herzaky pihaknya mengingatkan kepada Moeldoko, untuk dapat menempuh upaya-upaya yang
demokratis dan beradab jika ingin memperebutkan kekuasan.
Apabila memang memiliki ambisi untuk menjadi Presiden, kata dia, Moeldoko seyogyanya mendirikan Partai sendiri.
Dirinya mencontohkam beberapa Jenderal yang telah mendirikan Partai, yakni Jenderal Edi Sudrajat mendirikan PKPI, Jenderal SBY mendirikan Demokrat. Jenderal Wiranto mendirikan Hanura, dan Letjen Prabowo mendirikan Gerindra.
"Itulah sejatinya Jenderal, mendayagunakan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki untuk tegak berdiri di atas kaki sendiri. Untuk itu, kepada KSP Moeldoko, jika benar mengaku Jenderal, dirikanlah Partai sendiri. Jangan mengganggu Partai orang lain," tukasnya.