Sejarah TNI: Awal Berdiri, Keterlibatan Politik, Tugas Pokok, serta Perubahan dalam Tubuh TNI
Artikel ini memuat sejarah TNI, keterlibatan politik, tugas pokok TNI, dan perubahan yang terjadi di TNI. Simak rangkumannya berikut ini.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia hendak menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 TNI yang jatuh pada Selasa (5/10/2021).
Perayaan HUT TNI merupakan bentuk penghargaan terhadap jasa para TNI yang telah membela bangsa Indonesia serta segala pengorbanan mereka terhadap tanah air.
TNI sudah berdiri jauh sebelum masa kemerdekaan.
Para tentara tersebut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda yang berambisi menjajah tanah air kembali melalui kekerasan senjata setelah proklamasi.
Saat itu, Belanda belum mengakui kedaulatan Indonesia, sehingga Belanda terus mencoba kembali menjajah Indonesia setelah Jepang menyerah pada sekutu.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang TNI, simak perjalanan sejarah TNI berikut ini.
Baca juga: Jelang HUT TNI Ke-76, Ratusan Alutsista Terparkir di Jalan Medan Merdeka Barat
Sejarah Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Awalnya, organisasi yang ada di Indonesia sebelum TNI adalah Badan Keamanan Rakyat (BKR)
Dikutip dari tni.mil.id, BKR kemudian berganti menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945.
TKR selanjutnya memperbaiki susunan organisasi mereka sesuai dasar militer internasional, kemudian berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Upaya untuk menyempurnakan tentara nasional terus berkembang seiring pertempuran dan perjuangan mereka.
Saat itu, ada dua kekuatan bersenjata, yaitu sebagai tentara reguler dan badan-badan perjuangan rakyat.
Sehingga, Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947.
TNI berhasil membuktikan peran mereka sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, dan tentara nasional untuk mengatasi masa-masa kritis Perang Kemderdekaan (1945-1947).
Seiring berjalannya waktu, TNI terus menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Untuk konflik dalam negeri, TNI menghadapi rongrongan-rongrongan berdimensi politik maupun dimensi militer.
Dalam dimensi politik, masalah muncul antara golongan komunis yang ingin menempatkan TNI dibawah pengaruh mereka melalui Pepolit, Biro Perjuangan, dan TNI-Masyarakat.
Sedangkan tantangan dari dalam negeri yang berdimensi militer, yaitu TNI menghadapi pergolakan bersenjata di beberapa daerah dan pemberontakan PKI di Madiun (1948) serta Darul Islam (DI) di Jawa Barat yang dapat mengancam integritas nasional.
Kemudian, tantangan dari luar negeri yaitu ketika TNI dua kali menghadapi Agresi Militer Belanda yang memiliki organisasi dan persenjataan yang lebih modern.
Bangsa Indonesia mengadakan Perang Rakyat Semesta untuk menghadapi agresi Belanda.
Pada perang itu, masyarakat dan TNI menjadi sumber kekuatan nasional untuk menghadapi agresi tersebut.
Dengan adanya kerjasama tersebut, integritas dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dipertahankan oleh kekuatan TNI bersama rakyat.
Baca juga: Banyaknya Pertimbangan dalam Pergantian Panglima TNI Dinilai Munculkan Persaingan Tak Sehat
Pengaruh Sistem Pemerintah Terhadap Perkembangan TNI
Sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), pada akhir 1949 dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Selain itu, dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan TNI dan KNIL dengan TNI sebagai intinya.
Namun, RIS dibubarkan pada Agustus 1950 dan kembali pada Negara kesatuan.
Sehingga, APRIS ikut berubah menjadi Angkatan Perang RI (APRI).
Perlu diketahui, sistem pemerintahan di Indonesia memperngaruhi perkembangan TNI.
Adanya campur tangan politisi yang terlalu jauh dalam masalah intern TNI mendorong terjadinya Peristiwa 17 Oktober 1952.
Peristiwa tersebut mengakibatkan adanya keretakan di lingkungan internal TNI AD.
Sehingga, campur tangan politisi mendorong TNI untuk terjun dalam kegiatan politik dengan mendirikan partai politik.
Partai politik tersebut diberi nama Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) yang pernah ikut dalam Pemilihan Umum tahun 1955.
Pada Periode Demokrasi Liberal, terjadi berbagai pemberontakan dalam negeri.
Sebagian bekas anggota KNIL melakukan pemberontakan di Bandung yang disebut sebagai pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil/APRA.
Selain itu ada pula pemberontakan lain, yaitu Pemberontakan Andi Azis di Makassar dan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku pada 1950.
Pada waktu yang berdekatan, DI TII Jawa Barat melebarkan pengaruhnya ke Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh.
Kemudian, Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) melakukan pemberontakan di sebagian besar Sumatera dan Sulawesi Utara yang membahayakan integritas nasional pada 1958.
Jejeran pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh TNI dan masyarakat.
Kemudian sejarah TNI berlanjut pada pembentukan organisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang merupakan gabungan dari organisasi angkatan perang TNI dan Kepolisian Negara pada 1962.
ABRI menjadi komando tunggal yang membawahi TNI dan Polisi.
Pengaruh Politik dalam Tubuh TNI

Pemerintah saat itu berharap ABRI dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan perannya, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan kelompok politik tertentu.
Namun, hal itu menjadi sulit untuk dihindari ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) berupaya untuk mempengaruhi ABRI.
Pengaruh tersebut disebarkan melalui penyusupan dan pembinaan paham komunis, serta memanfaatkan pengaruh Presiden sebagai Panglima Tertinggi ABRI untuk kepentingan politik.
Upaya PKI makin gencar dan memuncak melalui kudeta terhadap pemerintah dalam peristiwa G30S.
Peristiwa pemberontakan tersebut dipelopori oleh afiliasi TNI dan PKI.
Dalam situasi genting tersebut TNI berhasil mengatasi situasi kritis dengan cara menggagalkan kudeta serta menumpas kekuatan pendukungnya bersama seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian, ABRI melaksanakan tugasnya sebagai kekuatan hankam dan kekuatan sospol.
ABRI menumpas pemberontak G30S dan sisa-sisanya sebagai wujud dari kekuatan hankam.
Sedangkan wujud dari kekuatan sospol yaitu ABRI mendorong terciptanya tatanan politik baru untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni.
ABRI juga melakukan pembenahan diri dengan cara memantapkan integrasi internal.
Langkah pertama adalah mengintegrasikan doktrin yang akhirnya melahirkan doktrin ABRI Catur Dharma Eka Karma (Cadek).
Doktrin ABRI Catur Dharma Eka Karma berimplikasi pada reorganisasi ABRI serta memberikan pendidikan dan latihan gabungan antara Angkatan dan Polri.
Selain itu, ABRI juga melakukan integrasi eksternal melalui program ABRI Masuk Desa (AMD) kepada seluruh lapisan masyarakat.
Perlu diketahui, peran, fungsi, dan tugas TNI (dulu ABRI) telah mengalami perubahan sesuai Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004.
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Fungsi TNI yaitu sebagai penangkal setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri.
Ancaman tersebut menyasar pada kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
TNI juga akan menindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud di atas, dan pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
Baca juga: 50 Link Twibbon Hari Ulang Tahun TNI 5 Oktober ke-76 dan Cara Menggunakannya
Tugas Pokok TNI
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Tugas pokok itu dibagi menjadi dua yaitu operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
Adapun operasi militer selain perang meliputi:
1. Operasi mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. Operasi mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. Operasi mengatasi aksi terorisme;
4. Operasi mengamankan wilayah perbatasan;
5. Operasi mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. Operasi melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. Operasi mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. Operasi memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. Operasi membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. Operasi membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam;
13. Membantu pengungsian;
14. Memberi bantuan kemanusiaan;
15. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue);
16. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.
Sementara dalam bidang reformasi internal, TNI sampai saat ini masih terus melaksanakan reformasi internalnya sesuai tuntutan reformasi nasional.
Baca juga: Penghapusan Kekerasan hingga Kesejahteraan Prajurit jadi Prioritas Internal Panglima TNI Mendatang
Perubahan TNI
TNI tetap pada komitmennya menjaga agar reformasi internal dapat mencapai sasaran yang diinginkan dalam mewujudkan Indonesia baru yang lebih baik dimasa yang akan datang dalam bingkai tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal tersebut mempelopori perubahan dalam TNI agar menjadi lebih baik.
Beberapa perubahan pada tubuh TNI sejak tahun 1998 yaitu sebagai berikut:
1. Merumuskan paradigma baru peran ABRI Abad XXI;
2. Merumuskan paradigma baru peran TNI yang lebih menjangkau ke masa depan, sebagai aktualisasi atas paradigma baru peran ABRI Abad XXI;
3. Pemisahan Polri dari ABRI yang telah menjadi keputusan Pimpinan ABRI mulai 1-4-1999 sebagai Transformasi Awal;
4. Penghapusan Kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status. (Kep: 03/)/II/1999);
5. Penghapusan Wansospolpus dan Wansospolda/Wansospolda Tk-I;
6. Penyusutan jumlah anggota F.TNI/Polri di DPR RI dan DPRD I dan II dalam rangka penghapusan fungsi sosial politik;
7. TNI tidak lagi terlibat dalam Politik Praktis/day to day Politics;
8. Pemutusan hubungan organisatoris dengan Partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan semua parpol yang ada;
9. Komitmen dan konsistensi netralitas TNI dalam Pemilu;
10. Penataan hubungan TNI dengan KBT (Keluarga Besar TNI);
11. Revisi Doktrin TNI disesuaikan Reformasi dan Peran ABRI Abad XXI;
12. Perubahan Staf Sospol menjadi Staf Komsos;
13. Perubahan Kepala Staf Sosial Politik (Kassospol) menjadi Kepala Staf Teritorial (Kaster);
14. Penghapusan Sospoldam, Babinkardam, Sospolrem dan Sospoldim;
15. Likuidasi Staf Syawan ABRI, Staf Kamtibmas ABRI dan Babinkar ABRI;
16. Penerapan akuntabilitas public terhadap Yayasan-yayasan milik TNI/Badan Usaha Militer;
17. Likuidasi Organisasi Wakil Panglima TNI;
18. Penghapusan Bakorstanas dan Bakorstanasda;
19. Penegasan calon KDH dari TNI sudah harus pensiun sejak tahap penyaringan;
20. Penghapusan Posko Kewaspadaan;
21. Pencabutan materi Sospol ABRI dari kurikulum pendidikan TNI;
22. Likuidasi Organisasi Kaster TNI;
23. Likuidasi Staf Komunikasi Sosial (Skomsos) TNI sesuai SKEP Panglima TNI No.21/ VI/ 2005;
24. Berlakunya doktrinTNI Tri Dharma Eka Karma (Tridek) menggantikan “Catur Dharma Eka Karma (Cadek) sesuai Keputusan Panglima TNI nomor Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007.
Sebagai alat pertahanan negara, TNI berkomitmen untuk terus melanjutkan reformasi internal TNI seiring dengan tuntutan reformasi dan keputusan politik negara.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait HUT TNI