Imparsial Soroti Lemahnya Kontrol Sipil Jadi Faktor Penyebab Tersendatnya Reformasi TNI
Dalam rangka memperingati HUT Ke-76 Tentara Nasional Indonesia (TNI), Imparsial menyatakan proses reformasi TNI belum selesai dijalankan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam rangka memperingati HUT Ke-76 TNI, Imparsial menyatakan proses reformasi TNI belum selesai dijalankan.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri awalnya menyampaikan Dirgahayu kepada TNI.
Ia juga berharap semoga di usia yang lebih dari tiga perempat abad tersebut TNI sebagai alat pertahanan negara diharapkan semakin kuat, profesional, dan mampu menjalankan tugasnya secara akuntabel, menghormati tata negara demokratis, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Gufron mengatakan pihaknya memandang, sejumlah prestasi telah dicatat oleh TNI, namun demikian masih terdapat sejumlah permasalahan yang menuntut perbaikan.
Oleh karena itu, kata dia, Imparsial sangat mendorong agar peringatan HUT TNI tidak cukup hanya diperingati secara seremonial.
Menurutnya akan jauh lebih penting dan bermakna jika hari jadi tersebut digunakan sebagai momentum untuk berbenah diri, mengingat masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan khususnya menyangkut tersendat-sendatnya pelaksanaan sejumlah agenda reformasi reformasi TNI.
Baca juga: Soal Calon Panglima TNI, Penasihat KSP Sebut Jokowi Tak Punya Pakem Rotasi Antar Matra TNI
Gufron menilai lemahnya kontrol sipil terhadap militer menjadi salah satu faktor penyebab tersendatnya reformasi TNI.
Dalam catatannya, selama ini kontrol sipil terhadap militer sangat lemah dan bahkan dapat dikatakan cenderung tidak berjalan.
Hal tersebutlah menurutnya yang kemudian menjadikan proses reformasi TNI bukan cuma mengalami stagnasi, tetapi mengalami kemunduran di sejumlah aspek.
Padahal, kata Gufron, kontrol sipil terhadap militer dalam hal ini TNI, merupakan sebuah syarat penting demokratisasi dan terwujudnya profesionalisme militer.
"Kami menilai, lemahnya kontrol sipil terhadap militer menjadi salah satu faktor penyebab tersendat-sendatnya proses reformasi TNI," kata Gufron ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (6/10/2021).
Gufron mengatakan pihaknya menilai tidak ada capaian positif pada enam tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: LDII Apresiasi TNI Tetap Setia Jaga NKRI: Tidak Tergoda Ambil Alih Kekuasaan
Jokowi, kata Gufron, tidak memiliki kemauan dan keberanian politik di dalam menuntaskan agenda reformasi TNI.
Selain itu, kata dia, Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang memegang kontrol terhadap TNI, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sesungguhnya juga menjadi bagian dari permasalahan yang ada.
Gufron mengatakan hal yang menjadi persoalan, Kemhan yang seharusnya melakukan kontrol efektif terhadap TNI malah afirmatif dan berupaya memberikan tempat eksisnya TNI ke ruang sipil dan keamanan dalam negeri.
"Hal ini dapat dilihat dari upaya Kemhan melanjutkan agenda pembentukan Komponan Cadangan Pertahanan Negara (Komcad), meskipun terdapat banyak kritik dan penolakan keras dari kalangan masyarakat sipil terhadap rencana pembentukan tersebut," kata Gufron.
Gufron mengatakan hal demikian juga terjadi dengan Parlemen.
Menurutnya parlemen yang fungsinya untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap TNI pun lunglai.
Baca juga: Isyarat Langit, Andika Panglima TNI?
Kendati parlemen sebagai lembaga politik memiliki fungsi pengawasan dan kontrol yang dapat dijalankan melalui anggaran dan legislasi, kata dia, tetapi fungsi tersebut tidak dilakukan secara efektif dan maksimal dalam mendorong agenda reformasi TNI.
Bahkan, lanjut Gufron, parlemen menjadi aktor yang ikut melahirkan Undang-Undang (UU) bermasalah antara lain UU tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional yang digunakan sebagai landasan hukum bagi Kemhan untuk membentuk Komponen Cadangan Pertahanan Negara.
"Banyak dugaan penyimpangan pada penyelenggaraan sektor pertahanan juga luput dari pengawasan parlemen," kata Gufron.