Kementerian PANRB: Ciptakan Transformasi Kultural Melalui Disiplin ASN
Transformasi aparatur sipil negara (ASN) perlu dilakukan secara struktural, kultural, dan digital, dalam rangka perbaikan birokrasi.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Transformasi aparatur sipil negara (ASN) perlu dilakukan secara struktural, kultural, dan digital, dalam rangka perbaikan birokrasi.
Hal itu tentu perlu dilakukan dengan menanamkan pola pikir dan disiplin terhadap setiap ASN.
Kinerja serta disiplin ASN yang baik, akan beriringan dengan membaiknya dinamika birokrasi.
Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Alex Denni mengungkapkan untuk menciptakan birokrasi yang profesional diperlukan ASN profesional.
Pengungkit berupa kebijakan disiapkan untuk mengakselerasi transformasi ASN sehingga bisa dieksekusi dengan baik.
Kini, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 94/2021 tentang Disiplin PNS dan PP No. 79/2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan ASN, sebagai dasar disiplin kerja para aparatur negara.
“Hadirnya PP No. 94/2021 dan PP No. 79/2021 merupakan regulasi baru sebagai pengungkit transformasi ASN secara kultural sehingga diharapkan dapat mempercepat transformasi birokrasi menuju kelas dunia,” ujar Alex dalam keterangannya, Kamis (7/10/2021).
Baca juga: Polri Pastikan Proses Rekrutmen Eks 57 Pegawai KPK Menjadi ASN Tak Menentang Peraturan
Menciptakan ASN yang profesional dalam transformasi kultural, erat kaitannya dengan disiplin. PP No. 94/2021 tentang Disiplin PNS hadir untuk menjamin PNS menaati kewajiban dan menghindari larangan yang telah ditentukan agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat berjalan dengan profesional serta sesuai dengan tata tertib yang telah ditentukan.
Dalam kesempatan tersebut, Deputi bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Otok Kuswandaru mengungkapkan bahwa PP ini merupakan kunci agar PNS dapat mencapai kinerja yang baik dengan mengedepankan integritas serta moralitas.
Otok menjelaskan menurut PP No. 94/2021, pelanggaran disiplin merupakan setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
“Karena itu, PNS harus sangat berhati-hati dengan ucapan, tulisan, serta tindakan dalam aktivitas sehari-hari. Karena apabila tidak dijaga, berpotensi terkena pelanggaran disiplin,” kata Otok.
Terdapat beberapa perubahan yang diakomodir dalam PP ini dari kebijakan sebelumnya, yakni PP No 53/2010 tentang Disiplin PNS.
Baca juga: Mantan Pegawai KPK Beri Lampu Hijau Soal Tawaran jadi ASN di Polri
Dalam PP No 94/2021, terdapat penambahan mengenai ketentuan Kewajiban PNS dan Masuk Kerja.
PP ini juga mengatur mengenai pembentukan Tim Pemeriksa. Jika di PP No 53/2010 bersifat pilihan untuk dugaan pelanggaran hukuman disiplin tingkat berat, maka dalam kebijakan terbaru, Tim Pemeriksa wajib dibentuk untuk hukuman disiplin tingkat berat, dan bersifat pilihan untuk tingkat sedang.
PP No 94/2021 juga tidak lagi mengatur ketentuan pidana.
Hal lain yang juga diubah adalah terdapat dalam jenis hukuman disiplin tingkat sedang dan tingkat berat.
Regulasi ini pun mengatur beberapa prinsip dasar. Pertama, atasan langsung bertanggung jawab atas implementasi PP No 94/2021.
Kedua, atasan wajib menindaklanjuti dan melakukan pemanggilan setiap dugaan pelanggaran disiplin dan jika tidak, maka prinsip ketiga adalah atasan langsung berpotensi untuk dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat.
Baca juga: Keluarga Korban Penganiayaan Oknum ASN di Pandeglang Tolak Berdamai, Ini Penjelasan Sang Ayah
Untuk melakukan pengawasan penegakan disiplin secara nasional yang terintegrasi, telah terdapat aplikasi I’DIS atau Integrated Discipline yang dapat diakses melalui https://idis.bkn.go.id. Melalui aplikasi ini, dapat dipantau proses penegakan hukuman disiplin dan juga memberikan kesamaan langkah pada kasus dengan konteks yang sama.
Selain itu, data mengenai hukuman disiplin terintegrasi untuk digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan lanjutan sebagai upaya pencegahan pelanggaran disiplin.
Dengan I’DIS maka proses penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS dapat terpantau secara real-time dan datanya langsung diterima oleh BKN dan Kementerian PANRB.
“I’DIS juga dapat dioperasionalkan oleh atasan langsung sehingga terpantau pemberian hukuman disiplin sesuai dengan norma, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan,” ujar Otok.
Tahapan disiplin tak hanya berhenti sampai pemberian hukuman disiplin saja.
Bagi ASN yang merasa keberatan atas putusan yang diberikan, terdapat prosedur untuk mengajukan keberatan dan melakukan banding administratif.
Hal tersebut terangkum dalam PP No. 79/2021 tentang Upaya Administratif dan Badan Pertimbangan ASN (BPASN) yang dalam kesempatan ini dijelaskan oleh Inspektur BKN Andi Anto.
Andi menjelaskan bahwa BPASN sebelumnya bernama Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek). Berbeda dengan Bapek, BPASN memiliki kewenangan terhadap semua jenis pemberhentian ASN.
Dalam regulasi ini disebutkan bahwa BPASN diketuai oleh Menteri PANRB dan Kepala BKN sebagai wakil ketua. Sedangkan anggota terdiri dari Menteri Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung Kepala BIN, Menteri Hukum dan HAM, serta Ketua Dewan Pengurus Nasional Korpri.
Dalam mengambil keputusan, BPASN melaksanakan prasidang yang merumuskan saran putusan untuk dibawa dalam sidang BPASN. Perbedaan lainnya adalah, sidang BPASN baru dinyatakan sah jika dihadiri oleh Ketua dan/atau Wakil Ketua serta minimal tiga anggota BPASN.
Adapun hasil keputusan BPASN adalah dapat memperkuat, memperingan, memperberat, mengubah, dan membatalkan hukuman disiplin yang diputuskan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Andi menyampaikan hadirnya PP No. 79/2021 yang mengganti PP No. 24/2011 ini memiliki perubahan mendasar, terutama yang berkaitan dengan upaya administratif.
Dalam pengajuan keberatan, ASN baik PNS dan PPPK dapat mengajukan keberatan kepada PPK atas keputusan PPK selain pemberhentian sebagai PNS atau pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS juga dapat mengajukan keberatan kepada atasan pejabat atas keputusan pejabat. Senada dengan pengajuan keberatan, banding administratif dapat dilakukan oleh PNS dan PPPK hanya atas pemberhentian dan pemutusan hubungan perjanjian kerja.
“ASN yang tidak puas dengan keputusan PPK tidak dapat lagi langsung diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN). Karena pengadilan tidak akan memerika sebelum ada upaya administratif,” jelas Andi.
Karenanya, ketika PPK memberikan pemberhentian karena disiplin PNS, PPPK harus mencermati aspek prosedur, kewenangan, substansi dari penjatuhan hukuman disiplin berupa pemberhentian tersebut.
Karena dalam sidang BPASN, keputusan PPK disesuaikan lagi dengan hasil sidang BPASN sehingga keputusan PPK terkait pemberhentian ASN, apa pun dasar pemberhentiannya, dapat diuji di BPASN.
“Hadirnya PP No 79/2021 ini diharapkan dapat menyelesaikan sengketa kepegawaian yang ada di ranah eksekutif, walaupun tidak menutup kemungkinan untuk dapat diproses hingga penyelesaian akhir di PTUN,” kata Andi.