Survei SMRC: Kualitas Capres Menentukan Hasil Pilpres
Di mata pemilih, bukan partai yang menentukan publik akan memilih calon presiden yang mana, melainkan tingkat kesukaan dan kualitas personal calon pre
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di mata pemilih, bukan partai yang menentukan publik akan memilih calon presiden yang mana, melainkan tingkat kesukaan dan kualitas personal calon presiden.
Demikian temuan survei eksperimental Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk ‘Partai dan Calon Presiden: Kecenderungan Sikap Pemilih Menjelang 2024’ pada Kamis (7/10/2021).
Direktur Riset SMRC Deni Irvani menjelaskan bahwa metode survei eksperimen adalah satu cara untuk menguji hubungan kausal antara variabel independen dan dependen dalam survei opini publik.
Berbeda dengan survei-survei biasa di mana hubungan kausal hanya berdasarkan asumsi dan teori, survei eksperimental menunjukkan hubungan kausal itu secara metodologis sehingga dapat menghasilkan temuan yang menunjukkan ada atau tidaknya hubungan kausal tersebut secara lebih meyakinkan.
Dalam survei eksperimen, sebab ditetapkan lewat suatu desain eksperimen dengan memberikan treatment secara acak kepada responden kemudian melihat pengaruhnya pada akibat.
Dalam eksperimen ini, pemilih partai dihadapkan dengan pilihan presiden: apakah akan memilih capres yang dicalonkan partainya.
Baca juga: Ridwan Kamil Ngaku Siap Nyapres di Pemilu 2024, Buka Peluang Lewat PAN
Jika partai politik yang dipilih mencalonkan seseorang untuk menjadi presiden, ada 57 persen yang akan memilih calon tersebut, sementara 29 pereen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 15 persen.
Treatment 1: Bila partai yang dipilih tak mencalonkan calon presiden yang disukai pemilih partai tersebut apakah pemilih itu akan tetap memilih calon presiden pilihan partai tersebut?
Ada 35 persen yang akan tetap memilih calon presiden yang tidak disukai tersebut, sementara 53 persen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 12 persen.
Treatment 2: Bila ada calon presiden yang tak dicalonkan partai yang dipilihnya tapi dicalonkan oleh partai lain apakah akan memilih calon presiden tersebut?
Ada 67 persen yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 25 persen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 8 persen.
Dari temuan ini, Deni Irvani menyimpulkan bahwa di mata pemilih partai, kualitas personal capres lebih penting dibanding keputusan partai tentang calon presiden.
“Dukungan pemilih partai terhadap capres yang dicalonkan oleh partai menurun signifikan jika capres tersebut tidak disukai pemilih. Pemilih partai lebih memilih capres yang lebih disukainya meskipun capres tersebut tidak diusung oleh partainya,” kata Deni.
Baca juga: PDIP Ingin Jadwal Pileg dan Pilpres Digelar 21 Februari 2024, Ini Pertimbangannya
Eksperimen berikutnya adalah untuk mengukur efek kualitas capres (empati dan integritas) yang dicalonkan partai terhadap pilihan pemilih partai pada calon presiden.
SMRC menemukan bahwa jika partai politik yang dipilih mencalonkan seseorang untuk menjadi presiden, ada 60 persen yang akan memilih calon tersebut, sementara 23 persen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 17 persen.
Jika partai politik yang dipilih mencalonkan orang yang dinilai kurang perhatian kepada nasib rakyat dibanding calon yang lain, ada 9 persen yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 83 persen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 8 persen.
Jika partai politik yang dipilih mencalonkan orang yang dinilai kurang bersih dari korupsi dibanding calon yang lain, ada 9 persen yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 80 persen tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 10 persen.
Menurut Deni, hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa kualitas calon dari segi ‘empati’ (perhatian pada rakyat) dan ‘integritas’ (bersih darikorupsi) berpengaruh signifikan terhadap dukungan pemilih partai pada calon presiden.
“Dukungan pemilih partai terhadap calon yang diusung oleh partai menurun signifikan jika calon tersebut kurang perhatian pada rakyat. Begitu juga, dukungan pemilih partai terhadap calon yang diusung oleh partai menurun signifikan jika calon tersebut kurang bersih dari korupsi,” jelas Deni.
Sebagai informasi, Pengambilan survei dilakukan pada 15-21 September 2021 kepada 1220 responden (dengan responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Sebanyak 981 responden yang dianalisa.
Margin of error survei kurang lebih 3,19 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.