Politikus PAN Khawatir Ada Mafia Bermain di Balik Kebijakan Wajib Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat
Athari mengatakan kebijakan PCR bagi penumpang pesawat akan membebankan masyarakat dan berpotensi pada penurunan jumlah penumpang.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PAN Athari Gauthi Ardi mempertanyakan kebijakan pemberlakuan syarat naik pesawat oleh pemerintah di era PPKM 19 Oktober sampai 1 November 2021 di wilayah Jawa-Bali.
Kebijakan baru ini mewajibkan kepada pelaku penerbangan domestik untuk menyertakan hasil pemeriksaan negative Covid-19 dengan skema PCR walaupun sudah mendapatkan vaksin dosis kedua.
"Saya rasa kebijakan ini mulai keliru, kenapa penumpang pesawat yang sudah mendapatkan vaksin dosis kedua harus PCR?," kata Athari kepada Tribunnews.com, Jumat (22/10/2021).
Menurut dia, pesawat terbang merupakan alat transportasi paling aman dan siap dibandingkan dengan yang lainnya dalam menghadapai Covid-19, karena sudah dilengkapi dengan HEPA (High Efficiency Particulate Air) dan pemberlakukan protokol kesehatan dengan sangat ketat di bandara.
“Jika dibandingkan dengan alat transportasi seperti bus, kereta api dan lainnya, saya rasa pesawat adalah yang paling aman dan siap dalam menghadapi pandemi Covid-19. Kita tau bahwa kabin pesawat terbang sudah dilengkapi dengan sistem penyaringan udara HEPA dan di bandara pun sudah diterapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat," ucap Athari.
Baca juga: Naik Pesawat Wajib PCR, Pengamat: Memberatkan Calon Penumpang
Athari mengatakan kebijakan PCR bagi penumpang pesawat akan membebankan masyarakat dan berpotensi pada penurunan jumlah penumpang serta kerugian maskapai.
"Tentu kebijakan seperti ini akan berdampak pada masyarakat kita, ini akan memberatkan masyarakat dan juga menurunkan jumlah penumpang pesawat dan bisa-bisa maskapai terus merugi," ujar Athari.
Athari menyatakan menolak kebijakan PCR bagi penumpang pesawat rute domestic diberlakukan, walau sudah divaksin dua kali.
“Jujur saja saya menolak untuk aturan ini diberlakukan, saya minta agar pemerintah merevisi kembali dengan mempertimbangkan banyak aspek,” ungkap Athari.
Lebih lanjut, Athari mengingatkan bahwa jangan sampai ada mafia yang bermain di balik kebijakan tersebut.
"Jangan sampai ada mafia yang bermain dalam kebijakan ini," pungkasnya.
Dievaluasi Pemerintah
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito mengatakan, aturan wajib tes RT PCR calon penumpang pesawat Jawa Bali dan daerah PPKM level 3 dan 4 akan dievaluasi bertahap.
Jika berjalan baik, maka tidak menutup kemungkinan aturan wajib tes RT PCR juga akan berlaku pada moda transportasi darat maupun laut.
Meski demikian, pemerintah menegaskan masih berfokus pada penerapan aturan ini di moda transportasi udara atau pesawat.
Baca juga: Penumpang Pesawat Wajib Tes PCR, Berikut Tarif PCR di Sejumlah Layanan Farmasi
"Sekarang utamanya diatur transportasi moda udara dalam rangka peningkatan jumlah kapasitas dan tentunya ini akan kita evaluasi secara bertahap dan apabila hasilnya baik tentunya akan menjadi evaluasi dalam perubahan kebijakan ke depan hal ini juga pastinya akan berimbas kepada moda transportasi lain," ujar Wiku dalam konferensi pers BNPB yang disiarkan virtual pada Kamis (21/10/2021).
Pemerintah beralasan, pengetatan metode testing menjadi PCR ini dilakukan karena, sudah tidak diterapkannya seat distancing dengan kapasitas penuh sebagai bagian dari uji coba pelanggaran mobilitas demi pemulihan ekonomi di tengah kondisi kasus yang cukup terkendali.
"PCR sebagai metode testing gold standard dan lebih sensitif daripada rapid antigen dalam menjaring kasus positif," ujarnya.
Baca juga: Polemik Tes PCR Jadi Syarat Naik Pesawat, Ketua DPR: Rakyat Semakin Bingung, Terkesan Diskriminasi
Prof Wiku memastikan, prinsip penerapan persyaratan pelaku perjalanan dengan PCR khususnya untuk moda transportasi udara sebagai upaya untuk memastikan tidak terjadi penularan Covid-19.
"Menggunakan tes PCR tentunya memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada rapid test antigen" imbuh Prof Wiku.