Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Stafsus Kementerian ATR/BPN: Sofyan Djalil Mengejar Para Mafia Tanah Sampai ke Ujung Langit

Taufiqulhadi mengatakan selama kepemimpinan Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, ada kemajuan positif dalam penanganan masalah pertanahan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Stafsus Kementerian ATR/BPN: Sofyan Djalil Mengejar Para Mafia Tanah Sampai ke Ujung Langit
Tribunnews/Irwan Rismawan
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil memberikan sambutan saat menghadiri peluncuran aplikasi Propam Presisi di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/4/2021). Aplikasi Propam Presisi tersebut diciptakan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri sebagai sarana pengaduan terkait oknum polisi maupun PNS di kesatuan Polri agar bisa melapor lebih cepat, mudah, transparan, akuntabel, dan informatif. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus dan Jubir Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi, merespons adanya pihak yang menyarankan Sofyan Djalil mundur dari posisi Menteri ATR/BPN.

Taufiqulhadi mengatakan, selama kepemimpinan Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, ada kemajuan positif dalam penanganan masalah pertanahan.

Misalnya, untuk memberantas mafia tanah, Sofyan Djalil membentuk tim Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah.

Bahkan, kata Taufiq, para mafia tanah ini berencana menyerang balik Sofyan Djalil dengan mendesak mundur dari jabatannya.

"Saya sampaikan, ada kemajuan sangat besar di kementerian ATR/BPN selama kepemimpinan Pak Sofyan Djalil. Paling utama dan sangat penting, Sofyan Djalil mengejar para mafia tanah sampai ke ujung langit," kata Taufiqulhadi kepada wartawan, Jumat (22/10/2021).

"Dia bersumpah, negara tidak boleh kalah dengan para mafia tanah. Dulu, semua pihak menikmati kondisi yang tanpa Satgas Anti mafia tanah. Akibatnya para mafia merajalela. Tapi meski merajalela, semua menganggap aman tanpa mafia," lanjutnya.

Berita Rekomendasi

Taufiqulhadi mengatakan, para mafia tanah ini kerap mencari celah untuk menyalahkan Sofyan Djalil, dengan mempersoalkan hal-hal yang tidak relevan dengan wewenang ATR/BPN, atau menggugat sesuatu yang telah baik di ATR/BPN.

Misalnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU).

Taufik menjelaskan bahwa HGU merupakan wewenang gubernur untuk memberikan kepada suatu korporasi. Gubernur yang merekomendasikan, bukan BPN.

"Wewenang BPN hanya pada persoalan mengadministrasikan saja, yaitu memberikan hak berupa HGU atau HGB," ujarnya.

Baca juga: Langkah Sofyan Djalil Berantas Mafia Tanah, Minta Bantuan Polisi, KY dan MA

Selain itu konflik agraria yang terjadi di tanah negara.

Dia mencontohkan, tanah yang dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yang berkonflik dengan masyarakat.

Konflik agraria di lahan PTPN tidak bisa diselesaikan oleh BPN karena itu domainnya Kementerian BUMN.

"Tapi Menteri BUMN pun tidak dengan gampang melepaskan aset negara agar konflik agraria selesai. Karena aset itu telah tercatat di perbendaharaan negara. Jadi menteri keuangan pun harus terlibat untuk menyetujuinya," ucapnya.

Persoalan lainnya yang mendesak Sofyan Djalil harus mundur dari jabatan menteri, yakni adanya surveyor kadaster luar yang bekerja untuk pengukuran tanah karena penggunaan surveyor dari luar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Taufiqulhadi menjelaskan, untuk pengukuran tanah, BPN bisa menggunakan tenaga dari luar yaitu juru ukur yang berlisensi.

"Juru ukur ini dapat lisensi dari lembaga resmi negara, yang telah lulus setelah mengikuti ujian dan dinilai layak mendapat lisensi," ujarnya.

"Mereka hadir karena dijamin oleh Permen Menteri ATR/BPN tahun 2016. Ada Undang-udangnya, dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," lanjutnya.

Sofyan Djalil Didesak Mundur

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang menyarankan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengundurkan diri dari jabatannya di Kabinet Indonesia Maju.

Sebab, dia melihat adanya konflik pertanahan antara masyarakat dengan para pengusaha.

"Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil seharusnya sebagai seorang sosok pemimpin/akademisi yang mumpuni sebaiknya mengundurkan diri dari Kabinet Presiden Jokowi," kata Junimart dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).

Hal itu ditegaskan Junimart sebagai konsekuensi atas carut marutnya konflik pertanahan antara masyarakat dengan para pengusaha.

Akibat pemberian izin Hak Guna Usaha (HGU) serta Hak Guna Bangunan (HGB) kepada para pengusaha oleh Kementerian ATR/BPN yang kerap kali mengesampingkan hak hukum atas tanah masyarakat.

"Carut marut pertanahan di Indonesia semakin menggurita terbukti dari konflik konflik yang terjadi di masyarakat menyangkut pemberian HGU, HGB dan izin lainnya kepada para pengusaha dibeberapa daerah menimbulkan keresahan di masyarakat. Karena sering kali dari hak atas tanah yang diberikan itu, masyarakat justru menjadi kehilangan tanah," ujar politikus PDI Perjuangan itu.

Baca juga: Akui Ada Oknum Pegawai BPN Jadi Bagian Dari Mafia Tanah, Sofyan Djalil: Kita Perangi!

Selain itu, realita kian maraknya aksi mafia tanah di Indonesia yang justru melibatkan para oknum dari Kementerian ATR/BPN secara bersama-sama dengan para mafia tanah.

Hal itu menurut Junimart, hasil dari aksi pembiaran yang selama ini dilakukan oleh Sofyan Djalil kepada para bawahannya.

"Belum lagi, makin maraknya mafia-mafia tanah yang melibatkan internal dari Kementerian ATR/BPN itu sendiri. Permafiaan ini diamini oleh Sofyan Djalil dan memang ada yang dilakukan secara sistemik dan terstruktur. Menurut saya ini adalah buah dari pola pembiaran yang selama ini dilakukan oleh Menteri Sofyan Djalil," ucap Junimart.

Lebih lanjut, Junimart mengatakan jika Sofyan Djalil tidak bersedia mengundurkan diri dari jabatannya, sebaiknya Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bertindak tegas dengan mencopot jabatan Sofyan Djalil.

"Jadi jika tidak bersedia mundur, lebih baik Presiden Jokowi mencopot Sofyan Djalil. Karena hasil temuan kami di Komisi II ketika melakukan kunjungan-kunjungan kerja ke daerah, menemukan pemberian HGU dan dan hak tanah lainnya kepada para pengusaha jelas-jelas telah merugikan masyarakat," ujarnya.

Ketua Panja Mafia Tanah Komisi II DPR itu mengungkapkan setidaknya terdapat sebanyak lima poin yang menjadi catatan buruk Kementerian ATR/BPN dibawah kepemimpinan Sofyan Djalil.

"Pertama, penyebab Sertipikasi PTSL bermasalah, karena pengukuran melibatkan pihak ketiga dalam hal ini surveiyor yang ditunjuk lewat lelang pekerjaan oleh BPN Pusat. Dimana validitas pengukurannya menurut saya semi ilegal dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, karena dilakukan oleh pihak ketiga yang mana kontrol kwalitas pekerjaan pihak ketiga tidak mempunyai kekuatan hukum (Rechtkadaster). Bahkan ada oknum pengukuran yang melakukan pengukuran tanah cukup di atas meja seperti potong tahu," ucapnya.

Selain itu dalam catatan kedua, lanjut Junimart, seleksi pejabat eselon III dan II di lingkungan Kementerian ATR/BPN selama ini berlangsung sangat diskriminatif cenderung KKN dimana banyak ASN yang memenuhi syarat tidak bisa menduduki jabatan strategis bahkan sebaliknya.

"Sistem pemilihan seperti ini menyuburkan mafia tanah, karena sebagai akibatnya para kepala kantor di tingkat daerah Kabupaten/Kota dan kepala kantor wilayah di tingkat Provinsi, pada akhirnya tidak berani menindak para mafia tanah di daerah masing-masing sebagaimana yang diinginkan presiden Jokowi. Dengan alasan memilih aman demi jabatan mereka, sebaliknya para kepala kantor yang ingin menumpas mafia tanah, malah tidak diijinkan," kata Junimart.

Baca juga: Seram, Pengamat Ungkap Cara Mafia Migas Bergentayangan di Daerah

Ketiga keberadaan Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra, selama ini dinilai kurang bekerja menjalankan landreform dan penanganan konflik agraria.

Hal tersebut dikatakannya sebagai salah satu penyebab selama satu tahun terakhir pengukuran ulang terhadap konflik HGU tidak pernah bisa terealisasi.

"Keempat, maraknya buku tanah atau warkah pendaftaran tanah yang hilang, pada hal warkah itu kumpulan berkas penerbitan sertifikat tanah yang disimpan oleh BPN. Ketika barang berharga itu hilang akibatnya kepastian sertifikat tidak terpenuhi, dan ironisnya lagi banyak sertifikat tanah terbit yang lokasinya tidak bisa ditemukan," ujarnya.

Sedangkan catatan kelima, Kementerian ATR/BPN dianggap lebih memprioritaskan program pemberian Sertifikat Tanah Gratis atau PSTL yang tidak sesuai sasaran dibandingkan dengan pemberian sertifikat tanah Redistribusi kepada para petani penggarap atas lahan yang dibagikan oleh negara sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.

"Sertifikasi redistribusi terhambat, karena Kementerian ATR/BPN lebih memprioritaskan PSTL dari pada Redistribusi," katanya.

Karenanya Junimart menyakini, Kementerian ATR/BPN dibawah kepemimpinan Sofyan Djalil dalam menjalankan program pertanahan Presiden Jokowi diantaranya pemberian sertifikat tanah gratis atau PTSL, Redistribusi, Reforma Agraria. Hanya sebatas euforia semata dan jauh dari target.

"Saya meyakini Presiden Jokowi tidak mengetahui fakta fakta permasalahan pertanahan yang terjadi ini di Masyarakat. PTSL, Redis, Reforma Agraria hanya sebatas euforia. Jauh dari target yang dicanangkan oleh presiden bahwa tanah harus pro rakyat sesuai pasal 33 UUD 1945. Ditambah lagi keluhan masyarakat tentang sistem pelayanan Badan Pertanahan untuk pengurusan sertifikasi. SOP nya yang tidak berjalan, pengamatan saya berdasar croscek lapangan Menteri ATR/ BPN ini asbun saja," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas