IJTI: Kepercayaan Publik Terhadap Media Konvensional Meningkat Pasca Covid-19
Sebab pada masa pandemi banyak berita-berita hoaks terkait COVID-19 bertebaran di media sosial.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum (Ketum) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap media konvensional meningkat pasca adanya COVID-19.
Sebab pada masa pandemi banyak berita-berita hoaks terkait COVID-19 bertebaran di media sosial.
Hal ini diungkapkan Yadi Hendriana saat menjadi pembicara dalam diskusi Polemik Trijaya FM bertajuk 'Hoaks, Kualitas Pers dan Hegemoni Media Sosial' yang digelar secara daring, Sabtu (23/10/2021).
"Bahwa konvensional media itu, after COVID itu meningkat tingkat kepercayaan dari publiknya. Kenapa meningkat? Karena itu kan banyaknya hoaks dan lain-lain, publik tidak accept lagi di sosial media. Sebaliknya, untuk memverifikasi mencari kebenaran media, dia lari ke televisi, dia lari ke koran, dia lari ke media-media online," kata Yadi.
Tetapi memang, lanjut Yadi, media konvensional saat ini masih memiliki beberapa permasalahan.
Baca juga: Ketum IJTI Pernah Temukan Media KPK Bodong di Jawa Timur
Salah satunya maraknya perusahaan media abal-abal yang bertebaran di Indonesia.
"Problemnya sekarang, catatan Dewan Pers. Saya baca dari Stanley, dua tahun lalu sebelum beliau lengser, 80 persen perusahaan media yang ada di kita itu abal-abal, itu jadi problem. Jadi cuma 20 persen yang benar-benar terverifikasi dengan baik," jelasnya.
Yadi meminta agar pemerintah ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan maraknya media abal-abal.
Dimana perlu adanya pemanfaatan publisher right yang mengatur media.
"Pemerintah memang harus muncul ketika Wens dan kawan-kawan, termasuk kami di Dewan Pers mengusung publisher right dan di-approve oleh Pak Dirjen dan Pak Menkominfo itu adalah kemajuan yang sangat luar biasa, itu adalah angin segar yang harus kita manfaatkan," katanya.