Wakil Ketua KPK Nuruf Ghufron: 86 Persen Koruptor Alumni S1
Nurul Ghufron minta sekolah menjadi ekosistem yang meneladani integritas karena 86 persen koruptor merupakan alumni pendidikan tinggi atau S1 ke atas.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta agar sekolah menjadi ekosistem yang meneladani integritas.
Demikian disampaikan saat kegiatan audiensi dan koordinasi program pencegahan korupsi di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) pada Senin (25/10/2021).
“Integritas semakin terdesak dari pendidikan karena salah satu faktornya pendidikan bukan lagi untuk meningkatkan ilmu, namun sekedar memenuhi syarat untuk mencari pekerjaan, tunjangan, naik jabatan agar berkesempatan. Kami berharap sekolah menjadi ekosistem yang meneladani integritas,” kata Ghufron lewat keterangan tertulis, Selasa (26/10/2021).
Baca juga: Cegah Korupsi, KPK akan Beri Penguatan Integritas kepada Jajaran Kemenkes
Menurut Ghufron, insentif akademik juga tidak pro-akademik atau merusak akademik.
Selain itu, katanya, biaya untuk jabatan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
Dan terakhir, sambungnya, masyarakat menilai bahwa pejabat dianggap pelit kalau tidak memberi.
“86 persen koruptor merupakan alumni pendidikan tinggi atau S1 ke atas. Mengapa alumni pendidikan tinggi tidak berintegritas? Karena tidak ada evaluasi terhadap tanggung jawab atau amanah. Evaluasi terhadap pembelajaran di sekolah hanya terkait dengan kemampuan tulis, baca, hitung. Ujian nasional menjadi ukuran keberhasilan,” ujar Ghufron.
Untuk itu, Ghufron meminta, Kemenag mengawal, membina dan mengevaluasi pendidikan di lingkungan Kemenag.
Sebab, lanjut Ghufron, korupsi merupakan penyakit karakter yang sistemik dan harus diselesaikan oleh semua komponen bangsa termasuk Kemenag.
“Anda semua adalah aktor-aktor pencegah korupsi dan penentu Indonesia bebas dari korupsi di dunia pendidikan. Dan, kami berharap dapat mencetak generasi antikorupsi,” tegas Ghufron.
Baca juga: Di Persidangan, Eks Wali Kota Cimahi Merasa Ditakut-takuti Penyidik KPK Robin Pattuju
Lebih lanjut Ghufron memaparkan bagaimana korupsi menghancurkan penegakan hukum, ekonomi dan pembangunan SDM.
Mau mutasi, naik pangkat, kata Ghufron, mesti melakukan penyuapan atau korupsi.
Yang ditangkap oleh KPK, menurutnya, hanya yang terlihat saja dan bagaikan puncak gunung es, karena sesungguhnya lebih banyak lagi terjadi tindak pidana korupsi.
Kepala Kanwil Kemenag Kaltara Saifi menyampaikan bahwa ada 12 satuan kerja yang saat ini hadir, yakni terdiri dari 5 Kabupaten dan 1 Kota serta beberapa Madrasah yang ingin mendapatkan pencerahan dalam mencegah korupsi.
“Apa saja kira-kira kiat terbaik yang perlu dilakukan agar terhindar dari korupsi, nepotisme dan gratifikasi. Mudah-mudahan tidak terjadi di Kemenag RI,” kata Saifi.
Dalam sesi diskusi, Kepala Kantor Kemenag Nunukan Muhammad Ramli menyampaikan pendapatnya bahwa penegakan hukum masih lemah dan perlu diselaraskan dengan hukum agama.
Menurutnya, masih terjadi multitafsir yang menjerumuskan kepada hal-hal yang salah.
Selain itu, dia juga berpendapat bahwa sistem yang tidak baik akan mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindak pidana.
Baca juga: Erini Mutia Yufada, Istri Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin Irit Bicara Usai Diperiksa KPK
Sementara itu, Kepala MTSN Kabupaten Malinau menyayangkan Undang-undang No.14 tahun 2005, yang menempatkan urutan pertama kompetensi guru yang harus dimiliki adalah pedadogignya dan bukan spiritual atau soft-competency-nya.
Ghufron menyampaikan bahwa KPK saat ini melakukan beberapa perubahan strategi dalam pemberantasan korupsi.
Dirinya juga mendorong diimplementasikannya sanksi sosial bagi pelaku korupsi.
“Perlu dipertimbangkan penghukuman koruptor tidak hanya di penjara tetapi sanksi sosial seperti melakukan pekerjaan sosial,” usul Ghufron.
Terakhir, Ghufron berpesan agar nilai kejujuran dan integritas harus menjadi yang utama dalam menerapkan pembelajaran untuk peserta didik.
“Jika pembelajaran dianggap hanya sebagai transfer ilmu dari guru kepada siswa, maka google lebih pintar. Pendidikan bukan hanya transfer knowledge tapi meningkatkan kapasitas dan menumbuhkan rasa empati bagi masyarakat,” kata Ghufron.