Fakta-fakta Baru Kasus KM 50 Laskar FPI: Perintah Dirkrimum hingga Alasan Polisi Tak Bawa Borgol
Sidang kasus tewasnya enam laskar khusus Front Pembela Islam ( FPI) terus bergulir di persidangan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) terhadap 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Selasa kemarin (27/10/2021) mengungkap fakta baru.
Apa saja? Berikut sejumlah fakta baru yang coba dirangkum redaksi:
Saksi mengaku lihat ada senjata tajam di Mobil eks Laskar FPI
Satu dari tujuh saksi bernama Ratih binti Harun yang dihadirkan dalam sidang secara virtual ini mengaku, melihat ada sebilah samurai (katana--Red) dari hasil penggeledahan dalam mobil eks anggota Laskar FPI.
Mulanya Ratih yang juga merupakan penjaga rumah makan bernama Megarasa di Rest Area KM50 Cikampek ini, menceritakan pada 7 Desember 2020 dini hari lalu itu, dirinya mendengar adanya suara rem mobil mendadak yang diketahui milik anggota eks Laskar FPI.
"Ada mendengar rem mobil, ngerem mendadak, mobil warna abu-abu, saya langsung bangun lihat ke depan, jaraknya 5 meter dari warung," ujar Ratih seraya menceritakan kejadian tersebut dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021).
Tidak lama mobil tersebut berhenti mendadak, tiba satu orang menggunakan celana pendek dengan membawa pistol.
Orang yang diketahui merupakan anggota kepolisian itu lantas mengetuk pintu mobil milik anggota eks Laskar FPI untuk meminta seluruh nya turun.
"Ada seorang memakai celana pendek bawa pistol, mengetuk pintu suru keluar dia bilang 'keluar keluar'. Terus keluar sendiri pintu sebelah kiri yang keluar 4 orang, satu satu keluar terus disuru tiarap," kata Ratih.
Ratih menuturkan, saat empat orang yang diketahui merupakan anggota laskar FPI itu turun, lantas petugas melakukan penggeledahan.
Dari penggeladahan itu, setidaknya ada empat unit handphone yang diamankan petugas.
"HP yang diambil ada 4, yang memeriksa saya lupa berapa orang soalnya sudah lama. Yang di dalam mobil diperiksa, ada dua orang," tuturnya.
Baca juga: Sidang Kasus Unlawful Killing, Saksi Polisi Beberkan Alasan Tak Bawa Borgol Saat Buntuti Laskar FPI
Tak hanya mendapati empat unit handphone, dalam penggeladahan tersebut juga didapati senjata tajam jenis samurai dari mobil Chevrolet Spin berwarna abu-abu yang ditumpangi anggota Laskar FPI itu.
Tak hanya Samurai, terdapat beberapa barang di mobil itu, namun dirinya mengaku tidak mengetahui barang yang lain tersebut.
"Yang diambil ada samurai, yang saya lihat 1. Tidak memperhatikan lagi barang apa," kata Ratih.
Setelah samurai tersebut diambil dari mobil Chevrolet Spin itu, Ratih mengatakan, barang tersebut langsung diletakkan di meja warung miliknya.
"Di meja tempat makan, ke warung minta plastik ditaruh di depan meja warung. Samurai ditaro di meja depan warung," tukasnya.
Anggota Laskar FPI Sempat Teriak
Tak hanya itu, Ratih juga menyebut, saat kejadian, salah seorang yang diketahui merupakan anggota laskar FPI sempat berteriak kepada petugas saat dilakukan penggeledahan.
Hal itu bermula kata Ratih, saat seorang petugas kepolisian yang menggunakan celana pendek keluar dari mobil dan memegang senjata api.
Kala itu kata dia, seorang anggota polisi tersebut melakukan penggeledahan dan menyuruh empat orang anggota laskar FPI untuk turun dari mobil dengan kondisi tiarap.
"Ada seorang memakai celana pendek bawa pistol, pistolnya mengetuk pintu suru keluar. 'Keluar keluar' . Terus keluar sendiri, pintu (mobil Chevrolet Spin) sebelah kiri yang keluar 4 orang, satu satu keluar, terus disuru tiarap," beber Ratih.
Lebih lanjut, perempuan paruh baya itu menyebutkan, saat diminta tiarap oleh petugas yang membawa pistol tersebut, seorang anggota Laskar FPI sempat berteriak.
Adapun teriakan itu dilantangkan dalam kondisi tiarap untuk meminta petugas tidak melakukan tindakan terhadap temannya.
Hanya saja, tidak diketahui siapa anggota Laskar FPI yang berteriak tersebut.
"Yang tiarap satu orang teriak 'jangan diapa-apain temen saya', itu teriak terus beberapa kali," ucap Ratih.
Setelah melontarkan teriakan tersebut, Ratih mengatakan, keempat eks anggota laskar FPI itu diarahkan untuk masuk ke dalam mobil Xenia milik petugas.
"Udah beres langsung di naikin mobil. Abis itu nggak liat lagi dikemanakan," tukasnya.
Perintah dari Dirkrimum Polda Metro Jaya
Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat disebut menjadi orang yang memerintahkan tujuh anggota kepolisian untuk melakukan pembuntutan terhadap rombongan Muhammad Rizieq Shihab, dengan surat perintah penyelidikan (sprindik).
Hal itu terungkap, dalam kesaksian Toni Suhendar yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara yang menewaskan 6 anggota laskar FPI, Selasa (26/10/2021).
Toni sendiri merupakan anggota Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya yang juga mendapat mandat untuk melakukan pembuntutan tersebut.
Hal itu terungkap saat jaksa menanyakan kepada Toni terkait perintah untuk melakukan pembuntutan itu berdasar arahan siapa.
Toni menjawab, perintah itu datang dari pimpinan di Direktorat Kriminal Umum yakni Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat.
"Kombes Tubagus Ade Hidayat, itu yang memperintahkan? Memperintahkan untuk penyidikan dan penyelidikan?" tanya jaksa dalam sidang.
"Iya (dia yang memperintahkan)," jawab Toni yang dihadirkan secara daring.
"Tubagus Ade Hidayat Dirkrimum Polda Metro Jaya?" cecer jaksa.
"Iya," jawab lagi Toni.
Diketahui, perintah itu tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan Nomor : SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum tanggal 05 Desember 2020 perihal melakukan tindakan kepolisian dalam rangka penyelidikan berdasarkan informasi dari hasil Patroli Cyber tentang adanya rencana pergerakan jutaan massa PA 212 yang akan menggeruduk Polda Metro Jaya dalam menanggapi Surat Panggilan kedua dari Penyidik Polda Metro Jaya kepada Muhammad Rizieq Alias Habib Muhammad Rizieq Shihab.
Lebih lanjut, Toni menyebut, terdapat 7 anggota kepolisian yang mendapat tugas untuk mengikuti rombongan Muhammad Rizieq Shihab tersebut.
Tak Bawa Borgol Saat Buntuti Laskar FPI
Saksi dari Subdit Resmob Polda Metro Jaya, Toni Suhendar, mengungkapkan alasan polisi tidak membawa borgol ketika membuntuti dan mengejar anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) hingga ke KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Menurut Toni, berdasarkan aturan, polisi tidak perlu membawa borgol dalam operasi penyelidikan.
Hal ini ia ungkapkan saat menjadi saksi dalam perkara dugaan dugaan pembunuhan di luar proses hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota laskar FPI.
"Untuk mengamati, kami tidak membawa borgol," kata Toni, melalui sambungan virtual yang ditayangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021).
Toni mengatakan, dalam operasi itu, masing-masing polisi yang bertugas membawa ponsel dan senjata api.
Toni menyebutkan, operasi penyelidikan atau pembuntutan itu berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SP.Lidik/5626/XII/2020/Ditreskrimum.
Tanggapan Kuasa Hukum Terdakwa
Tim kuasa hukum terdakwa kasus unlawful killing terhadap empat laskar Front Pembela Islam (FPI) memberikan tanggapan atas keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Salah satu anggota tim kuasa hukum terdakwa, Henry Yosodiningrat, berpendapat kesaksian para saksi tak membuktikan kaitan perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa.
Dalam sidang, tiga saksi yaitu Ratih binti Adum, Eis Asmawati Binti Solihan, dan Hotib Badeng alias Pak Badeng sudah memberikan keterangan.
Mereka melihat dua anggota Laskar FPI tergeletak lemas di dalam mobil di Rest Area KM 50 Tol Cikampek.
“Malahan justru membenarkan isi dakwaan yang juga isinya membuktikan bahwa kendaraan mereka yang diadang, mobil mereka yang dibacok, yang ditembak. Itu saja,” ujar Henry kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021) siang.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat dakwaannya menyebut kalau kedua terdakwa kasus Unlawful Killing yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella telah mengabaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam melakukan pengamanan.
Hal itu didasari karena pada perkara ini, 4 anggota Laskar FPI disebutkan jaksa sempat berupaya melawan dengan merebut senjata milik para terdakwa itu.
Peristiwa tersebut bisa terjadi lantaran para terdakwa termasuk (alm) Ipda Elwira Priadi Z, tidak memborgol keempat laskar pada proses pengamanan ke dalam mobil untuk kemudian digelandang ke Mapolda Metro Jaya saat dibawa dari KM 50 Tol Cikampek.
Hal itu dinilai telah mengabaikan SOP karena tidak memikirkan kondisi yang akan terjadi nantinya di dalam perjalanan.
"Namun Ipda M Yusmin Ohorella, Ipda Elwira Priadi Z, dan terdakwa (Briptu Fikri Ramadhan) malah naik ke mobil untuk mengawal dan mengamankan keempat anggota FPI dengan mengabaikan SOP pengamanan dan pengawalan terhadap orang yang baru saja selesai melakukan kejahatan," kata jaksa dalam ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (18/10/2021). (Tribunnews/Rizki/Kompas.com)