KPK Tuai Kritikan karena Raker di Hotel Bintang 5, DPR: Jangan Kritik Hal Remeh yang Buat Gaduh
Raker KPK di hotel bintang 5 tuai kritikan, Anggota Komisi III DPR RI: Jangan Kritik Hal Remeh yang Buat Gaduh.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Rapat kerja (raker) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di hotel bintang lima, yakni Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta menuai kritikan dari berbagai kalangan.
Di antaranya, mantan pegawai yang dipecat karena tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) hingga komunitas Indonesia Corruption Watch (ICW).
Diketahui, raker KPK tersebut digelar mulai hari Rabu (27/10) kemarin hingga hari ini, Jumat (29/10/2021).
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menyebut polemik soal raker KPK ini tak perlu dibesar-besarkan.
Baca juga: Ini Alasan Nawawi Pomolango Tak Ikut Raker KPK di Yogyakarta
Habiburokhman tak setuju apabila penyelenggaraan raker di hotel bintang lima disebut pemborosan.
Menurut dia, biaya yang dikeluarkan untuk raker di hotel tidak sebanding dengan jumlah keuangan negara yang diselamatkan lembaga anti rasuah itu.
"Soal raker KPK di hotel bintang lima di Jogja yang dipersoalkan, saya pikir sudah lah kita gak perlu ribut soal soal itu."
"Hal itu menurut saya bukan pemborosan, kita bandingkan dengan keuangan negara yang diselamatkan KPK itu ratusan triliun. Jadi berapa sih intensif untuk rapat di hotel bintang 5 ?," kata dia, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (29/10/2021).
Baca juga: KPK Periksa Wakil Bupati dan Sekda Musi Banyuasin di Kasus Dodi Reza Alex Noerdin
Ia menuturkan, banyak lembaga pemerintah lain yang juga pernah mengadakan rapat serupa dengan KPK.
Sehingga, penyelenggaraan raker di hotel bintang lima merupakan suatu hal yang wajar.
"Hampir semua instansi saya pikir juga pernah melakukan hal yang sama, departemen, kementrian, pemerintah daerah bahkan kami, DPR RI juga sering melakukan rapat-rapat di hotel bintang lima," jelas dia.
Habiburokhman juga menyentil pihak yang melontarkan kritik kepada KPK soal raker tersebut.
Baca juga: Kasus Korupsi di Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI, KPK Periksa 11 Saksi
Menurut dia, kritikan yang disuarakan semestinya berupa kritikan bersifat substantif.
Ia meminta sejumlah pihak untuk tak membuat gaduh masyarakat hanya karena persoalan tempat raker KPK di hotel bintang lima itu.
"Menurut saya, kita tetap harus mengkritisi KPK tetapi kritikan itu hendaknya hal-hal yang substantif, hal yang prinsip."
"Jangan hal yang remeh remeh saja yang hanya membuat gaduh," lanjutnya.
Baca juga: Penjelasan KPK Soal Rapat Kerja di Yogyakarta: Kuatkan Kinerja Kelembagaan
Sebelumnya diberitakan, kritikan kepada KPK sebagai imbas menggelar raker di hotel bintang lima datang dari eks penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Dalam cuitannya di akun Twitter @nazaqistsha, Novel menulis, pimpinan KPK dan pejabat struktural direncanakan akan bersepeda dari Mapolsek Semplak hingga warung kopi Kaliurang.
"Pimp KPK dan pejabat utamanya besok dan lusa akan melaksanakan raker di Hotel Seraton Yogya. Dilanjut dengan Jumat pagi acara sepeda santai start Mapolsek Semplak-warung Kopi Kali Urang Yogya," cuit Novel seperti dikutip Tribunnews.com, Rabu (27/10/2021).
Novel memandang, kegiatan raker di luar kota pada masa pandemi Covid-19 menunjukkan ketidakpekaan pimpinan KPK dalam menggunakan anggaran negara.
"Etis nggak sih? Di tengah pandemi dan kesulitan mengadakan acara begini?" tulisnya lagi.
Baca juga: Bahas Evaluasi Kinerja, KPK Optimis Capai Target 2021
Sementara itu, sentilan kepada KPK juga diberikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW mengaku tidak heran dengan kebijakan KPK yang menggelar rapat di hotel bintang 5 di Yogyakarta.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, praktik pemborosan anggaran sudah biasa sejak lembaga antirasuah dipimpin oleh Firli Bahuri Cs.
"ICW tentu tidak lagi kaget mendengar kabar Pimpinan KPK beserta pejabat struktural lainnya mengadakan rapat di hotel mewah Yogyakarta, Sebab, praktik pemborosan anggaran seperti itu memang sudah terlihat sejak Firli Bahuri cs menjabat sebagai Pimpinan KPK," ujar Kurnia kepada Tribunnews.com, Kamis (28/10/2021).
Kurnia menilai, pemborosan dilakukan tidak hanya secara kebijakan kelembagaan, tetapi juga dilakukan oleh jajaran pimpinan lembaga antirasuah saat ini.
Kurnia mencontohkan saat Firli menunjukan gaya hidup hedonisme ketika menggunakan helikopter mewah beberapa waktu lalu.
Hal itu padahal telah mendapat sanksi etik dari Dewan Pengawas KPK.
"Sedangkan pada level kebijakan, pemborosan anggaran di tengah pandemi terlihat ketika Pimpinan KPK ingin membeli mobil dinas mewah dan tetap berencana menindaklanjuti kenaikan gaji mereka," tutur Kurnia.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Ilham Rian)