87,8 Persen Masyarakat Moderat Masih Berpotensi Terpapar Paham Radikalisme
Salah satu strategi dan proteksi awal bagi masyarakat agar terhindar adalah dengan kesiapsiagaan nasional terutama dari sisi ideologi.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
Selanjutnya batang, ranting, daunnya itu antara lain, mereka sudah pro khilafah, anti Pancasila, anti pemerintahan yang sah.
Karena ini kan sejatinya gerakan politik kekuasaan, ingin mendirikan negara NII atau negara agama menurut versi mereka.
Ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi khilafah atau ideologi Islam menurut versi mereka dengan memanipulasi Islam atau agama.
Ketiga kalau dia sudah tidak taat, tidak hormat, berani sama orang tua. Kemudian dia anti budaya dan anti kearifan lokal keagamaan.
Anti di sini artinya sikap membenci dengan menganggap kenduri, yasinan, sedekah bumi, maulid, bidah, sesat, kafir.
Makanya kalau ada ustaz sukanya kullu bidatin dollalah wa kullu dolalatin fi naar, itu sudah indikator. Itu embrio. Apalagi memaknai bidah secara parsial.
Kecenderungan untuk itu sudah masuk ke dalam doktrin al wala wal barro. Fanatik yang berlebihan dan menganggap orang lain salah.
Itu kan indikatornya dari situ. Mulai eksklusif dia terhadap perubahan atau anti perubahan. Kemudian dia intoleran terhadap keragaman perbedaan.
Kemudian mereka masuk ke dalam paham radikal, jaringan politiknya, baru tinggal tunggu nanti, kalau dia sudah dibaiat ke dalam jaringan teroris, JI, JIAD, MIT, dan lain sebagainya ini sudah berpotensi bisa dilakukan penangkapan.
Karena apa? Karena penangkapan di sini didasari pada dua alat bukti sesuai unsur-unsur tindak pidana teror. Misalnya dia sudah melakukan i'dat, latihan-latihan perang, mempersiapkan senjata, masuk dalam organisasi teror, dia merencanakan strategi di dalam liqo atau pengajian kecil.
Itu sudah memenuhi unsur tindak pidana teror dan sangat berpotensi akan melakukan aksi teror. Maka dilakukan tindakan sebelum melakukan aksi. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha/cep)