Indeks Ketahanan Pangan Turun, Kemendes PDTT Gagas Program Desa Peternakan Terpadu
Program ini merupakan langkah terobosan untuk meningkatkan ketahanan pangan utamanya ketersediaan daging di tanah air.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) berencana meluncurkan Program Desa Peternakan Terpadu.
Program ini merupakan langkah terobosan untuk meningkatkan ketahanan pangan utamanya ketersediaan daging di tanah air.
“Posisi Indonesia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index) 2020 mengalami penurunan. Bahkan posisi kita jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Bahkan kita kalah dengan Thailand dan Vietnam,” ujar Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, di Jakarta, Selasa (2/11/2021).
Oleh karena itu, kehadiran Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan ini menjadi salah terobosan agar ketahanan pangan membaik
Dia menjelaskan posisi Indonesia dalam GFSI 2020 berada di posisi 65 dari 113 negara.
Posisi ini menurun dari tahun sebelumnya di peringkat 62. Sedangkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam berada di posisi 20, 43, 51, dan 63.
“Situasi ini tentu harus menjadi perhatian bersama karena bagaimanapun kita mempunyai potensi besar untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik,” katanya.
Gus Halim-panggilan akrab Abdul Halim Iskandar-mengungkapkan berdasarkan definisi Food and Agriculture (FAO) terdapat empat pilar dalam ketahanan pangan yaitu ketersediaan, akses atau keterjangkauan baik secara fisik dan ekonomi, utilisasi atau keragaman (gizi, nutrisi dan keragaman) dan stabilitas atau keberlangsungan.
“Posisi Indonesia dalam Global Food Security Index mengindikasikan belum terpenuhi salah satu atau beberapa pilar dalam ketahanan pangan,” katanya.
Presiden Jokowi, kata Gus Halim cukup khawatir dengan penurunan indeks ketahanan pangan di tanah air tersebut.
Bahkan Gus Halim mengungkapkan jika Presiden Jokowi meminta dirinya untuk memikirkan upaya peningkatan ketahanan pangan terutama ketersediaan daging di Indonesia.
"Presiden meminta agar sebagian dana desa dialokasikan untuk program peningkatan ketahanan pangan utamanya ketersediaan daging. Maka kami menindaklanjuti instruksi tersebut dengan program Desa Peternakan Terpadu," katanya.
Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini mengungkapkan Desa Peternakan Terpadu merupakan sistem yang menggabungkan beberapa komoditi unit usaha pada satu pasar di suatu Kawasan.
Nantinya desa-desa yang memiliki potensi di sektor peternakan akan dikembangkan sebagai sentral-sentral penyedia daging baik dari sapi, kambing, hingga ayam.
Selain dikembangkan sebagai pusat-pusat peternakan, desa-desa tersebut juga dikembangkan sebagai pusat holtikultura.
"Kenapa Desa Peternakan Terpadu karena hulu-hilir pengelolaan peternakan ini akan dikelola dengan baik. Dari proses penggemukan hingga pengelolaan kotoran ternak harus bisa memberi nilai tambah. Pengelolaan kotorannya misalnya harus bisa dijadikan pupuk untuk komoditas holtikultura yang dikembangkan secara terpadu," katanya.
Gus Halim mengatakan program ini akan melibatkan bebeberapa pemangku kepentingan.
Selain kementerian/lembaga lain, program ini juga akan melibatkan pemerintah daerah, desa, hingga kalangan swasta.
“Ini program yang akan memberikan dampak besar dalam upaya peningkatan ketahanan pangan kita, sehingga harus melibatkan banyak pemangku kepentingan lain. Nantinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau BUMDes Bersama yang jadi motor program ini," katanya.
Program Desa Peternakan Terpadu ini, kata Gus Halim jika tidak ada perubahan rencana akan diluncurkan pada akhir 2021.
Nantinya program ini tidak hanya diaplikasikan di level desa tetapi juga bisa di entitas lain seperti Pondok Pesantren.
"Targetnya untuk warga masyarakat desa. Rencana saya bahkan tidak hanya untuk desa tapi juga bisa diaplikasikan ke pesantren," terangnya.
Sebagai langkah awal, kata Gus Halim dalam waktu dekat akan diterbitkan buku panduan tentang Desa Peternakan Terpadu ini.
Buku panduan tersebut akan dibuat dengan narasi sederhana sehingga bisa mudah dipahami oleh warga desa.
"Buku pedoman ini meskipun tidak bisa dipahami 100 persen masyarakat desa tapi setidaknya 60 atau 70 persen dipahami biar enggak muspro, cuma jadi tumpukan," ujarnya.