Jokowi Pertanyakan Kontribusi Negara Maju untuk Tangani Perubahan Iklim
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan kontribusi negara maju untuk menangani perubahan iklim.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan kontribusi negara maju untuk menangani perubahan iklim.
Khususnya soal pendanaan adaptasi perubahan iklim bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia.
Hal ini disampaikan Presiden dalam pidatonya di KTT COP26, Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11/2021).
Jokowi menegaskan perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global.
Sehingga diperlukan solidaritas, kerja sama, dan kolaborasi global untuk mengatasinya.
“Penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Indonesia dapat berkontribusi lebih cepat bagi net zero emission dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Ini butuh aksi dan implementasi secepatnya,” tegas Jokowi.
Jokowi menegaskan, dengan potensi alamnya yang besar, Indonesia telah berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim.
Baca juga: Jokowi Akan Jalani Karantina di Istana Kepresidenan Sepulang Lawatan ke Tiga Negara
Laju deforestasi di Indonesia tahun 2020 turun signifikan dan menjadi yang paling rendah dalam 20 tahun terakhir.
Indonesia juga telah berhasil menurunkan kebakaran hutan sebesar 80 persen pada tahun 2020.
Indonesia telah mulai merehabilitasi 600 ribu hektar hutan mangrove hingga 2024 dan merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 hingga 2019.
Sektor yang semula menyumbang 60 persen, emisi Indonesia akan mencapai karbon net sink selambat-lambatnya tahun 2030.
Baca juga: 4 Poin Penting KTT Perubahan Iklim COP26 yang Dihadiri Presiden Jokowi di Glasgow
Pada sektor energi, Indonesia telah dan akan melakukan pengembangan mobil listrik, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara hingga pemanfaatan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis clean energy hingga pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia yang terletak di Kalimantan Utara.
Akan tetapi menurutnya hal itu tidak cukup.
“Indonesia memiliki lahan hijau yang luas dan memiliki lahan yang berpotensi untuk dihijaukan, serta negara yang memiliki laut yang luas yang potensial menyumbang karbon membutuhkan dukungan dan kontribusi dari dunia internasional, termasuk negara-negara maju,” ujar Presiden.
Jokowi menegaskan, Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif dan pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.
Selain itu, carbon market dan carbon prize harus menjadi bagian dari penanganan isu perubahan iklim yang harus diperhatikan dunia.
Baca juga: Indonesia Resmi Terima Presidensi G20, Jokowi Janji Dorong Pemulihan Ekonomi Dunia
Karena itu, ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, dan adil menurut Presiden RI harus diciptakan.
Disaat yang sama, Presiden mendeklarasikan pernyataan bersama forum negara kepulauan dan pulau kecil atau Archipelagic and Island State (AIS) Forum.
Presiden juga menyatakan komitmen untuk memajukan kerja sama pada sektor kelautan dan aksi iklim di UNFCCC.
“Atas nama forum negara kepulauan dan pulau kecil (AIS), Indonesia merasa terhormat dapat mensirkulasikan pernyataan bersama para pemimpin AIS forum. Sudah menjadi komitmen AIS forum untuk terus memajukan kerja sama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC,” katanya.