Isu Perubahan Iklim Dunia, Jokowi Optimistis Indonesia Capai Net Carbon Sink pada 2030
Jokowi tegaskan bahwa Indonesia benar-benar serius dalam hal penanganan isu perubahan iklim dunia bahkan meyakini Indonesia dapat berikan solusi dunia
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Indonesia benar-benar serius dalam hal penanganan isu perubahan iklim dunia.
Bahkan, Jokowi meyakini Indonesia akan menjadi negara yang mampu memberikan solusi terkait masalah iklim ini.
Indonesia, kata Jokowi akan dapat mencapai Net Carbon Sink pada tahun 2030 mendatang.
Hal tersebut disampaikan oleh Jokowi dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).
"Pada KTT kemarin, saya menyampaikan bahwa sektor kehutanan dan lahan di Indonesia akan mencapai Net Carbon Sink pada tahun 2030. Ini adalah komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi," kata orang nomor satu di Indonesia itu.
Baca juga: Biden Menyindir China: Bikin Kesalahan Besar Tak Nongol di KTT Perubahan Iklim
Baca juga: Presiden Jokowi Tegaskan Kontribusi dan Komitmen Indonesia Tangani Perubahan Iklim
Menurut Jokowi, capaian nyata Indonesia di sektor kehutanan tidak terbantahkan.
Ini terlihat ketika tahun 2020, tingkat kebakaran hutan di Indonesia berhasil diminimalisir hingga 82 persen.
Sementara sebelumnya, pada tahun 2019, penurunan emisi dari hutan dan tata guna lahan juga dapat ditekan hingga 49 persen bila dibandingkan dengan tahun 2015.
Deforestasi hutan di Indonesia, kata Jokowi, juga mencapai mencapai tingkat terendah dalam 20 tahun terakhir.
Padahal, di dunia pada saat itu kehilangan 12 persen lebih banyak hutan primer dan banyak negara justru mengalami kebakaran hutan dan lahan terbesar sepanjang sejarah.
"Keberhasilan ini dicapai karena Indonesia menempatkan aksi iklim dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Dan kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan harus memadukan pertimbangan lingkungan dengan ekonomi dan sosial."
Baca juga: COP26: Para Pemimpin Dunia Desak Aksi Nyata Lawan Perubahan Iklim
"Kemitraan dengan masyarakat juga diutamakan. Program perhutanan sosial dibuat ada konservasi hutan disertai terciptanya penghidupan bagi masyarakat sekitar," jelas Jokowi.
Menurut Jokowi, hal ini penting, mengingat 34 persen dari seluruh desa di Indonesia berada di perbatasan atau di dalam hutan kawasan.
Jutaan masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor kehutanan.
Oleh karenanya, Jokowi membagikan perspektif 'menjadikan hutan bagian dari aksi iklim global'.
"Pertama perhatian harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan. Tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal," jelas Jokowi.
Hal ini karena kebakaran hutan bisa berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya.
Terkait pengelolaan hutan, Indonesia juga telah mengubah paradigma dari manajemen produksi hutan menjadi manajemen lanscape hutan sehingga pengelolaan areal hutan menjadi lebih menyeluruh.
"Selain itu melakukan restorasi ekosistem mangrove hutan mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon," tambah Jokowi.
Baca juga: Jokowi dan seratus pemimpin dunia di KTT Perubahan Iklim janji akhiri deforestasi tahun 2030
Untuk diketahui, Indonesia saat ini memiliki lebih dari 20 persen total mangrove dunia atau setara dengan luas 3,3 juta hektar.
Hutan mangrove di Indonesia ini, kata Jokowi, bahkan terbesar di dunia.
"Kedua mekanisme insentif harus diberikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, sertifikasi dan standar produksi harus disertai market insentif dan harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral.
Sehingga, akan berfungsi dalam mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Bukan malah menjadi hambatan dalam perdagangan.
"Sertifikasi dan standar produksi harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral dan tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah. Sertifikasi harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan utamanya para petani kecil."
Ini dilakukan agar pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Baca juga: Soal Perubahan Iklim, Presiden Putin Akui Dampaknya Sangat Keras Melanda Rusia
"Ketiga, mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata," jelas Jokowi.
Jokowi meminta adanya implementasi yang nyata dan bukan retorika.
Dalam pemberian bantuan, bukan berarti dapat mendikte apalagi melanggar kedaulatan suatu negara atas wilayahnya.
Menurutnya, dukungan harus county driver didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.
Pada kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan bahwa walaupun tanpa dukungan, Indonesia saat ini telah dan akan terus melakukan pengelolaan hutan.
"Dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju, kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif diantaranya pendirian badan pengelolaan lingkungan hidup, penerbitan green bond dan sukuk hijau (green sukuk) serta mengembangkan mekanisme nilai ekonomi karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi," tegas Jokowi.
Jika melihat data, 90 persen penduduk dunia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem bergantung pada hutan.
Baca juga: Wamen LHK: Kehadiran Paviliun Indonesia Bagian dari Soft Diplomacy di KTT Perubahan Iklim COP26
Sehingga, pengelolaan hutan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan jadi satu-satunya pilihan.
Untuk itu, kata Jokowi, Indonesia siap berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam hal ini.
"Mari kita kelola hutan yang pro environment (lingkungan), pro development (perkembangan) dan people center. ini adalah tujuan utama dari forest agriculture and comoditi trade dialog yang di ketuai bersama Indonesia dan Inggris. Sehingga (kedepan) hutan akan menjadi solusi berkelanjutan bagi aksi iklim global," jelas Jokowi.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)