Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koalisi Masyarakat Sipil: Uji Calon Panglima TNI, DPR Wajib Libatkan Publik, Komnas HAM dan KPK

Usulan nama Andika sebagai Panglima TNI yang baru merupakan pilihan yang keliru karena mengabaikan pola kebijakan berbasis pendekatan rotasi.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Koalisi Masyarakat Sipil: Uji Calon Panglima TNI, DPR Wajib Libatkan Publik, Komnas HAM dan KPK
ist
KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa melakukan pengecekan terakhir rumah sakit lapangan RSPAD untuk pasien Covid-19 sebelum dioperasionalkan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan DPR RI wajib melibatkan dan meminta pendapat publik, lembaga-lembaga negara independen dan/atau pakar kredibel dalam menguji calon panglima yang akan datang misalnya dengan melibatkan Komnas HAM dan KPK serta lembaga-lembaga masyarakat sipil lainnya.

Selain itu, Koalisi juga mendesak DPR menguji secara serius komitmen calon panglima TNI atas Demokrasi, HAM, pemberantasan korupsi dan lainnya.

"Khususnya dugaan keterkaitan KSAD Jenderal Andika Perkasa dalam pembunuhan Theys Hiyo Eluay dan kepemilikan harta kekayaan dengan jumlah fantastis tersebut," kata Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (4/11/2021).

Koalisi juga mendesak Presiden RI melanjutkan dan membentuk Tim Percepatan yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI untuk melakukan reformasi dan transformasi TNI.

Selain itu Koalisi juga mendesak Komnas HAM melakukan pengujian segera terhadap dugaan peranan Andika Perkasa dalam kasus pembunuhan Theys Eluay pada November 2001.

Desakan tersebut di antaranya muncul karena Koalisi menilai langkah Jokowi yang mengusulkan Andika sebagai calon Panglima TNI mengandung tiga permasalahan serius.

Berita Rekomendasi

Pertama, kata Koalisi, Presiden RI telah mengesampingkan pola rotasi matra yang berlaku di era Reformasi dalam regenerasi Panglima TNI sebagaimana norma yang berlaku pada Pasal 13 ayat (4) dalam Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.

Kedua, Presiden RI telah mengajukan nama yang rekam jejaknya masih perlu pengujian oleh lembaga negara yang independen di bidang hukum, HAM, dan pemberantasan korupsi dalam hal ini, Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ketiga, perkembangan ancaman keamanan kawasan yang maritim sentris dewasa ini membutuhkan perhatian yang lebih besar di sektor kelautan," kata Koalisi.

Koalisi juga menjelaskan sejumlah catatan penting terkait hal tersebut.

Pertama, usulan nama Andika sebagai Panglima TNI yang baru merupakan pilihan yang keliru karena mengabaikan pola kebijakan berbasis pendekatan rotasi.

Baca juga: Fraksi PAN Beberkan Pekerjaan Rumah untuk Jenderal Andika Perkasa Sebagai Calon Panglima TNI

Jika merujuk pada Pasal 13 ayat (4) UU TNI, kata Koalisi, maka jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Penerapan pola rotasi, kata Koalisi, akan menumbuhkan rasa kesetaraan antar-matra, kesimbangan orientasi pembangunan postur TNI, serta kesempatan yang sama bagi perwira tinggi TNI, tanpa membedakan asal matra.

Menurut Koalisi hal tersebut juga dapat membawa dampak positif berupa penguatan soliditas internal TNI.

Selain itu, pola rotasi penting dilakukan guna meredam kecemburuan yang sangat mungkin terjadi di antara prajurit akibat adanya kesan bahwa Presiden RI menganak-emaskan satu matra dalam tubuh TNI, seperti di masa Orde Baru.

Pola rotasi jabatan Panglima TNI yang telah dimulai sejak awal Reformasi, kata Koalisi, tentu perlu untuk dipertahankan, apalagi hal tersebut juga telah diamanatkan dalam UU TNI.

Koalisi memandang bahwa seharusnya Jokowi tidak mengabaikan pola pergantian Panglima TNI berbasis rotasi matra.

"Mengabaikan pendekatan ini dapat memunculkan tanda tanya besar apakah Presiden RI lebih mengutamakan faktor politik kedekatan hubungan yang subyektif daripada memakai pendekatan profesional dan substantif," kata Koalisi.

Kedua, menurut Koalisi Presiden RI harus betul-betul memastikan calon Panglima TNI yang diusulkannya tidak memiliki catatan buruk, khususnya terkait pelanggaran HAM.

Baca juga: DPR Kebut Proses Pergantian Panglima TNI Setelah Jokowi Ajukan Nama Jenderal Andika Perkasa

Adanya pemberitaan yang mengaitkan nama Andika dalam kasus pembunuhan tokoh Papua Theys Hiyo Eluay, kata Koalisi, harus ditanggapi secara serius.

Menurut Koalisi sudah seharusnya Presiden RI melakukan penggalian informasi secara komprehensif terhadap seluruh kandidat dengan melibatkan lembaga-lembaga kredibel guna memperkuat pertimbangan Presiden RI dalam mengambil keputusan yang tepat.

Dengan diajukannya Andika sebagai calon tunggal Panglima TNI, kata Koalisi, menunjukkan bahwa Presiden RI tidak memiliki komitmen terhadap Penegakan HAM secara serius sebagaimana komitmen politiknya.

Selain itu, kata Koalisi, adanya laporan yang menyebutkan dugaan harta kekayaan KSAD Andika Perkasa dengan nilai yang fantastis harus segera diklarifikasi dan dijelaskan kepada publik.

Sebagai prajurit yang tunduk pada Sapta Marga yang menjunjung tinggi nilai kejujuran, kata Koalisi, adanya laporan kepemilikan kekayaan hingga berjumlah Rp 179,9 miliar harus dijelaskan secara transparan dan akuntabel sehingga terang benderang.

"Sehingga kami menilai penting untuk dilakukan audit harta kekayaan Andika Perkasa oleh KPK. Terlebih lagi Jenderal Andika Perkasa disebut belum pernah melaporkan LHKPN sebelumnya padahal kapasitas yang bersangkutan adalah pejabat tinggi negara," kata Koalisi.

Ketiga, Koalisi menilai perkembangan tantangan keamanan regional masa depan yang semakin maritim sentris perlu dipertimbangkan.

Hal-hal tersebut di antaranya menurut Koalisi mulai dari konflik Laut China Selatan yang belum ada tanda-tanda resolusi dalam waktu dekat, aksi perompakan di Selat Malaka yang masih terus berlangsung, pencurian ikan oleh kapal nelayan asing, penyelundupan senjata untuk kelompok kriminal via jalur laut, dan lain sebagainya.

Beberapa tantangan tersebut, kata Koalisi, adalah sedikit dari masih banyak ancaman lain yang masih harus diperkuat penanganannya di sektor maritim.

Menurut Koalisi hal tersebut harusnya sejalan dengan visi Presiden RI Joko Widodo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

"Presiden RI tampaknya harus terus diremajakan ingatannya kepada visi dan komitmennya sendiri ketika berkampanye sebagai calon Presiden RI Republik Indonesia," kata Koalisi.

Keempat, menurut Koalisi, tahapan uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI yang akan segera digelar di DPR harus dilakukan secara terbuka, akuntabel, melibatkan partisipasi publik dan lembaga negara independen.

Kendati nama calon yang tertera dalam Surpres hanya satu calon, kata Koalisi, sudah menjadi kewajiban DPR untuk menguji calon tersebut secara seksama.

"Jangan sampai ada kesan bahwa DPR RI hanya sekadar menjadi 'juru stempel' Presiden RI RI," kata Koalisi.

Selain itu, menurut Koalisi, apabila hasilnya DPR tidak menyetujui calon tersebut, maka merujuk pada Pasal 13 ayat (8) UU TNI, DPR berhak menolak dengan memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya kepada Presiden RI.

Kelima, Koalisi menilai tetap diusulkannya Andika sebagai calon Panglima TNI oleh Presiden RI dengan tidak mengindahkan pola rotasi sebagaimana amanat UU TNI serta dugaan adanya keterkaitan Andika dalam kasus Theys Hiyo Eluay dan dugaan kepemilikan sejumlah harta kekayaan yang fantastis menunjukkan kemunduran di dalam usaha reformasi dan transformasi di tubuh TNI.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan tersebut terdiri dari KontraS, Imparsial, LBH Jakarta, HRWG, Setara Institute, Public Virtue Research Institute, Amnesty International Indonesia, Inisiatif Untuk Demokrasi dan Keamanan (IDeKa), Indonesia Corruption Watch (ICW), ELSAM, PBHI Nasional, LBHM, LBH Pers, ICJR.

Baca juga: Komisi I DPR Gelar Rapat Internal Bahas Fit and Proper Test Calon Panglima TNI Besok

Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan nama KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.

Hal itu disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani saat menerima surat presiden (surpres) calon Panglima TNI yang diserahkan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/11/2021).

"Presiden mengusulkan satu nama calon Panglima TNI, untuk dapat persetujuan. Karena itu Pak Setneg, presiden sampaikan surpres mengenai usulan calon Panglima TNI atas nama Jenderal Andika Perkasa," ungkap Puan.

Puan mengatakan, DPR melalui Komisi I akan segera memproses surat tersebut untuk mempersiapkan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

"Komisi I DPR akan menggelar fit and proper test terhadap calon Panglima TNI. Kemudian DPR akan menggelar rapat paripurna untuk mendapatkan persetujuan," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas