AHY Ungkap Lewat Faktor Kekuasaan Moeldoko, Para Penggugat Yakin Gugatannya Akan Diterima MA
AHY juga mengatakan bahwa sejak awal pihaknya yakin gugatan tersebut akan ditolak karena dinilai tak masuk akal.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Aagus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap sejak awal sebelum ditolaknya gugatan ADRT PD kubu Moeldoko, pihaknya telah mencium gelagat Moeldoko
Menurutnya, Moeldoko gemar “memamerkan” kekuasaannya dengan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden (KSP).
“Saya mendapat laporan, bahwa setelah beberapa kali di-briefing oleh KSP Moeldoko di kediamannya, para penggugat sangat yakin bahwa faktor kekuasaan akan berhasil memenangkan permainannya, dan gugatannya akan diterima oleh Mahkamah Agung (MA),” kata AHY dalam video konferensi pers di DPP PD, Rabu (10/11/2021).
AHY juga mengatakan bahwa sejak awal pihaknya yakin gugatan tersebut akan ditolak karena dinilai tak masuk akal.
Baca juga: AHY: Kini Moeldoko Tak Punya Hak Ganggu Rumah Tangga Partai Demokrat
"Judicial Review AD ART Partai Demokrat ini hanyalah akal-akalan Pihak KSP Moeldoko, melalui proxy-proxynya, yang dibantu pengacara Yusril Ihza Mahendra," lanjutnya
Dia mengatakan bahwa langkah Meoldoko dkk ini sangat jelas, yakni melakukan gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang sah dan diakui oleh Pemerintah.
"Padahal jika kita analogikan Partai Demokrat ini sebagai aset properti, maka sertifikat yang sah dan diakui pemerintah hanya satu, yakni yang sekarang saya kantongi dan saya pegang mandatnya hingga 2025," kata AHY
Menurutnya, tidak pernah Moeldoko mendapatkan sertifikat dari pemerintah atas kepemilikan properti itu.
"Jadi tidak ada hak apa pun bagi KSP Moeldoko atas Partai Demokrat. Sekali lagi saya tegaskan, tidak ada haknya KSP Moeldoko mengganggu rumah tangga Partai Demokrat," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Agung (MA) menolak uji materi atau judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat kepengurusan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Baca juga: MA Tolak Gugatan Kubu Moeldoko, AHY Ucap Syukur: Judicial Review AD/ART Demokrat Hanya Akal-akalan
Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, kepada Tribunnews.com, Selasa (9/11/2021).
Perkara itu sendiri tercatat dengan nomor 39 P/HUM/2021. Tertera identitas pemohon yakni Muh Isnaini Widodo dkk melawan Menkumham Yasonna Laoly.
Para pemohon diketahui memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra.
Adapun majelis yang menangani perkara tersebut yakni ketua majelis Supandi dengan anggota Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi.
Objek sengketa perkara tersebut yakni AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. AD/ART itu diketahui telah disahkan berdasarkan Keputusan Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan AD ART, pada 18 Mei 2020.
Para Pemohon pada pokoknya mendalilkan bahwa:
⦁ AD ART Parpol termasuk peraturan perundang-undangan, karena AD ART Parpol merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol) dan dibentuk oleh Parpol sebagai badan hukum publik. Pembentukan AD ART Parpol beserta perubahannya juga harus disahkan oleh Termohon, sehingga proses pembentukannya sama dengan proses pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU;
⦁ objek permohonan baik dari segi formil maupun materiil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu:
1. UU 2/2008 jo. UU 2/2011 (UU Parpol)
2. UU 12/2011 jo. UU 15/2019 (UU PPP), dan
3. Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015
Sementara pendapat MA:
MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP, sebagai berikut:
• AD ART Parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal Parpol yang bersangkutan;
⦁ Parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau Pemerintah atas perintah UU;
⦁ tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan Parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan;
"Menyatakan permohonan keberatan HUM dari Para Pemohon tidak dapat diterima," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro.