Luhut Geram Praktik Kecurangan Masih Terjadi di Pelabuhan, Minta KPK & Polri Penjarakan Para Mafia
Luhut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri menindak tegas para mafia yang bermain di pelabuhan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengaku masih melihat banyak praktik kecurangan yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Ia merasa jengah dengan banyaknya kecurangan tersebutyang.
Karena itu Luhut meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri untuk menindak tegas para mafia yang bermain di pelabuhan itu.
"Saya mohon KPK dengan Kejaksaan, Polri, ayo kita ramai-ramai bentuk task force untuk memonitoring ini. Ini saya kira bagus dipenjarakan," kata Luhut dalam acara webinar Stranas PK bertajuk ’Memangkas Waktu dan Biaya di Pelabuhan’, Kamis (11/11/2021).
Luhut mengatakan sistem pelabuhan di Indonesia masih jauh dari kata efisien. Pemerintah tengah mengusahakan mengatur sistem yang membuat kerja seluruh pelabuhan di Indonesia jadi efisien.
"Tahapan untuk memangkas birokrasi sudah kita lakukan, pemerintah juga sudah launching Batam Logistic Ecosystem sebagai pilot project, di mana penyederhanaan proses logistik dan operasi nonstop di pelabuhan dapat mempersingkat waktu layanan, mendorong lebih banyak investasi yang maju," kata Luhut.
Namun, salah satu kendala yang dihadapi pemerintah untuk mengefisienkan sistem di pelabuhan itu adalah masih banyaknya pihak-pihak yang bermain di sana.
Di saat pemerintah mau membuat ringkas, para ’mafia’ itu justru memaksa sistem tetap ribet.
Berdasarkan hasil monitoring di lapangan, kata Luhut, nilai birokrasi di pelabuhan belum sesuai harapan.
"Berdasarkan hasil monitoring di lapangan, nilai ini masih belum dapat perhatian karena belum direalisasikan sesuai dengan best practice benchmarks. Misalnya digitalisasinya belum mencapai level seperti Tanjung Priok," kata Luhut.
Permainan itu yang membuat Luhut geram. KPK dan Polri diminta menindak tegas orang-orang yang bermain di saat pemerintah bekerja.
"Sudah jelas orang begini masih macam-macam, saya sudah bilang Pak Pahala (Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan), ayo kita bawa orang ini sudah jelas merusak sistem kita diganti atau dipenjarakan," kata Luhut.
Luhut menyebut sistem kerja pelabuhan di Indonesia masih memusingkan. Bahkan sistem kerja pelabuhan di Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan Abu Dhabi dan Dubai yang sudah sangat efisien.
"Saya melihat betapa negara lain sangat efisien sekarang, mereka betul-betul membuat negaranya menjadi tertata dengan baik. Semua karena disiplin, karena digitalisasi. Tren digitalisasi sudah terjadi di seluruh dunia dan berangsung di berbagai sektor," kata Luhut.
Pembuatan sistem kerja pelabuhan yang efisien dinilai sangat dibutuhkan Indonesia. Ini karena Indonesia mengandalkan transportasi laut dalam pengoptimalan perdagangan internasional.
"Sekitar 80 persen perdangan internasional ditransportasikan melalui laut. Laut sangat vital sekali. Kita tidak dapat menaifkan betapa krusialnya penanganan pelabuhan bagi suatu negara. Kalau di pelabuhan tidak tertata dengan baik, high cost. Itu yang terjadi di negeri ini," kata Luhut.
Luhut menyebut masalah yang terjadi di Indonesia dapat menjadi pangsa pasar negara lain. Kata dia sistem pelabuhan yang memusingkan hanya bikin susah sistem perdagangan di Indonesia.
"Sebagai ilustrasi dampak secara makro, pebisnis dan investor tentunya mempertimbangkan biaya logistik dalam menjalankan bisnis dan investasi. Dengan biaya logistik tinggi, berkuranglah minat pebisnis berinvestasi dan berkurang lah lapangan kerja dan daya beli masyarakat makin rendah," sambungnya.
Dia menegaskan Indonesia tidak bisa selamanya seperti itu.
"Ini menyebabkan masyarakat negara tersebut hanya jadi pangsa pasar negara yang lebih kompetitif. Apa kita mau terus begitu? Saya kira tidak," katanya.
Luhut meminta KPK membuat sistem yang bisa mencegah tindakan rasuah di pelabuhan.
KPK diminta memutar otak mencari cara paten untuk membuat sistem pelabuhan di Indonesia menjadi lebih ringkas. Ia tidak mau pelabuhan jadi ladang korupsi karena kurang pemantauan dari KPK.
"Pelabuhan yang produktif dan efisien dapat menjadi keunggulan tersendiri dan menarik pemuatan internasional untuk singgah di pelabuhan Indonesia. Saya sangat harapkan peran KPK sama-sama mengawasi. Ini saya kira success story luar biasa buat republik ini, buat KPK, kalau bisa buat pelabuhan efisien," ujar Luhut.
Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri menyebut masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam sistem pelabuhan di Indonesia.
Tentunya, terkait waktu serta biaya yang selama ini ditemukan tak sesuai dengan empelemntasi percepatan pembangunan ekonomi.
Firli mengatakan ada empat masalah krusial yang harus diselesaikan.
Pertama, soal otoritas pelabuhan yang tak menggunakam sistem aplikasi dalam setiap pemberian pelayanan.
"Masih ditemukannya otoritas pelabuhan dan kesyahbandaran yang tidak menggunakan sistem aplikasi Inaportnet dalam pemberian pelayanan monitoring dan evaluasi, serta terintegrasinya dengan layanan badan usaha Pelabuhan," kata Firli.
Inaportnet adalah portal elektronis yang terbuka dan netral guna memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhanan.
"Hal ini tentu mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan negara," sambungnya.
Kedua, Firli menyebut masih ditemukannya pemberian layanan jasa pelabuhan yang tidak terekam dalam sistem atau kata lain masih dilakukan secara manual.
Menurut Firli, itu juga yang menyebaknan tidak sesuainya apa yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa.
"Dan inilah kerawanan terjadinya praktik-praktik korupsi," ujar Firli.
Ketiga, kata Firli, masih ditemukannya ketidak sesuaian, kebutuhan, kualifikasi kelembagaan dan proses implementasi kerja pada proses bongkar muat di pelabuhan.
Tentunya, hal ini tidak hanya merugikan pengguna jasa tetapi juga merugikan tenaga kerja bongkar muat itu sendiri sebagai akibat dari panjangnya birokrasi dalam pemberian layanan bongkar muat.
"Yang keempat, kita juga masih bisa menemukan pelayanan jasa pelabuhan yang belum terintegrasi satu sama lain. Seperti layanan karantina dan belum tersedianya berbagai akibat dari keterbatasan sumber daya manusia," jelasnya.
Tentu, lanjut Firli, itu PR bersama dan diharapkan melalui forum ini, strategi nasional pencegahan korupsi bisa dioptimalkan. Sehingga pelayanan jadi mudah, waktu semakin pendek, dan biaya semakin murah.
"Apa yang kita peroleh kita menanamkan investasi untuk negara kita. Begitu banyak sumber yang bisa kita gali untuk kepentingan wujudkan tujuan negara," kata Firli.(tribun network/ham/yud/dod)