Arteria Dahlan Sebut Polisi hingga Jaksa Tak Boleh Di-OTT, Giri Suprapdiono: Sensasi Politik
Pro kontra pernyataan Arteria Dahlan sebut polisi hingga jaksa tak boleh di-OTT, eks pegawai KPK Giri Suprapdiono beri tanggapan.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, memberi respons terkait penyataan anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan.
Diketahui, dalam pernyataannya, Arteria menyebut polisi, hakim, hingga jaksa tidak boleh menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Giri pun menilai apa yang dilontarkan Arteria sekadar sensasi belaka.
Menurut dia, OTT adalah cara yang tepat untuk memberantas kasus korupsi, terlebih tindakan suap.
Baca juga: Arteria Dahlan Sebut Jaksa, Polisi, Hakim Tak Boleh Kena OTT, Novel Heran: Kok Bisa Berpikir Begitu
Ia menjelaskan, pelaku tindak korupsi justru orang yang paham betul soal hukum.
Sehingga, biasanya mereka lebih tahu bagaimana cara mengelabuhi hukum dari yang sebenarnya.
"Saya pikir ini hanya sensasi politik saja, karena masyarakat tahu OTT itu strategis terbaik untuk menangani korupsi."
"Karena yang ditangani KPK, lebih dari 60 persen itu suap. Kasus suap menyuap itu kalau tidak di-OTT sulit dibuktikan, karena yang korupsi itu orang pinter termasuk memahami hukum apa alat bukti dan apa barang bukti," jelas Giri, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Jumat (19/11/2021).
"Penegak hukum itu yang paling jago, ibaratnya bisa menghindar dari jerat hukum," imbuh dia.
Baca juga: KPK Akan Dalami Laporan PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan Penanganan Covid-19
Giri menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Arteria Dahlan, karena dinilai menambahkan kegaduhan masyarakat.
Apalagi, kata Giri, beberapa waktu lalu sempat muncul pernyataan kontroversi kepala daerah yang takut kena OTT KPK.
Walaupun tidak menyebutkan nama, diduga kepala daerah yang dimaksud Giri yakni Bupati Banyumas, Achmad Husein.
"Masyarakat udah susah, jangan diberi resah kayak relaksasi. Setelah kemarin kepala daerah menyampaikan bahwa 'Jangan di-OTT dulu, dikasih tahu dulu'. Menurut saya, itu tindak pidana tersendiri."
"Ketika seseorang dilakukan penindakan, lalu kita hentikan. Orang yang menghentikan itu dipidana dengan nama obstraction justice menghalangi penegakan hukum," jelas Giri.
Baca juga: KPK Telusuri Aliran Dana yang Diterima Bupati HSU dari Pelaksanaan Proyek di Dinas PUPRP
Giri pun memberi contoh 2 negara tetangga, Singapura dan Hongkong, yang sempat dilanda tingginya kasus korupsi yang dilakukan pejabat hukumnya sendiri.
Kedua negara itu pun disebutkan berhasil memberantas korupsi.
Untuk itu, menurut Giri, salah satu strategi baik dalam memberantas korupsi, justru membersihkan tindakan korupsi di kalangan penegak hukum.
"Membersihkan penegak hukum dahulu, bagaimana seseorang yang harusnya menegakkan hukum kenapa melanggar hukum. Apalagi dilarang di-OTT," imbuhnya.
Baca juga: Profil Arteria Dahlan, Dikritik Imbas Pernyataannya soal Penegak Hukum Tak Boleh Di-OTT
Giri mempersilakan Arteria mengeluarkan pendapatnya itu sebagai pandangan pribadi.
Namun, jika pernyataan Arteria menjadi pendapat seluruh anggota DPR, Giri tidak setuju
"Kalau jadi pendapat komisi atau anggota yang mewakili rakyat ini, kami keberatan. OTT adalah hal yang terbaik," tandasnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, mendapat kritikan dari sejumlah pihak akibat pernyataannya.
Arteria menyebut polisi, jaksa, dan hakim yang bertugas di Indonesia tidak seharusnya menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi.
Ia menilai aparat penegak hukum tersebut merupakan representasi simbol negara.
"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi bertajuk Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah? pada Kamis (18/11/2021), mleansir Tribunnews.com
Terkait pernyataannya itu, Arteria Dahlan tetap membenarkan apa yang ia sampaikan.
Ia mengatakan alasan para penegak hukum tak boleh di-OTT lantaran mereka adalah simbol negara yang perlu dijaga marwah kehormatannya.
"Sebaiknya aparat penegak hukum, polisi, hakim, jaksa, KPK, itu tidak usah dilakukan instrumen OTT terhadap mereka."
"Alasannya pertama mereka ini adalah simbolisasi negara di bidang penegakan hukum, mereka simbol-simbol, jadi marwah kehormatan harus dijaga," kata politisi PDI Perjuangan itu, Jumat (19/11/2021).
Menurut dia, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya (distrust) antarlembaga.
Baca juga: Arteria Dahlan Tuai Kritikan, Imbas Sebut Polisi, Hakim, dan Jaksa Tak Boleh Di-OTT
Untuk itu, ia menyebut OTT hendaknya tidak dimaknai sebagai satu-satunya cara untuk melakukan penegakan hukum.
"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan."
"Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," kata Arteria.
Arteria pun menegaskan, usul yang ia sampaikan itu bukan berarti menghalalkan perilaku korup dalam institusi Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Ia juga menepis anggapan usulnya itu dapat menciptakan ketidakadilan di mata hukum.
Menurutnya, tanpa adanya OTT, asas persamaan di mata hukum tetap dapat diterapkan.
"Perlakuan di mata hukumnya sama, apa, polisi bisa ditangkap, jaksa bisa ditangkap hakim bisa ditangkap, perbedaannya dengan cara menangkapnya atau melakukan penegakan hukumnya, itu bukan diskriminasi itu namanya open legal policy," ujar Arteria.
(Tribunnewss.com/Shella Latifa/Ilham Rian)(Kompas.com/Ardito)