Arteria Dahlan Tak Setuju Penegak Hukum Di-OTT, Ini Respons PDIP hingga Eks Pegawai KPK
Berikut respons PDIP hingga eks pegawai KPK pada pernyataan Arteria Dahlan yang tak setuju polisi hingga jaksa kena OTT.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Sosok Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan tengah menjadi sorotan publik.
Hal itu lantaran beberapa waktu lalu ia melontarkan pernyataan yang cukup memancing kontroversi sejumlah pihak.
Arteria menyebut polisi, jaksa, dan hakim tidak seharusnya menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Profil Arteria Dahlan, Dikritik Imbas Pernyataannya soal Penegak Hukum Tak Boleh Di-OTT
Sebab, menurut dia, aparat penegak hukum tersebut merupakan representasi simbol negara.
"Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT."
"Bukan karena kita pro-koruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria dalam diskusi bertajuk Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah? pada Kamis (18/11/2021).
Akibat pendapatnya itu, Arteria Dahlan mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan.
Tak sedikit kritikan juga dilontarkan pada Arteria.
Bahkan, kontroversi Arteria membuat pihak PDIP ikut merespons.
Berikut Tribunnews.com rangkum berbagai respons menanggapi pernyataan Arteria Dahlan, dari berbagai sumber:
1. Sekjen PDIP: Mungkin Lidahnya Keseleo
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto turut memberi tanggapannya terkait ucapan Arteria yang tak setuju polisi hingga jaksa di-OTT.
Hasto pun menilai mungkin Arteria sedang keseleo lidah dan kelelahan sehingga melontarkan pendapat tersebut.
"Apa yang disampaikan Bung Arteria Dahlan mungkin keseleo lidah karena terlalu bersemangat dan baru pulang dari daerah pemilihan sehingga mungkin kecapaian,” kata Hasto, Jumat (19/11/2021) dikutip dari Kompas TV.
Meskipun begitu, Hasto menegaskan, sikap PDIP sangat jelas ada pada konstitusi yang mengatur.
Dimana, konstitusi mengamanatkan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Untuk itu, siapapun dalam hal ini melakukan tindak pidana korupsi harus diproses secara hukum, termasuk pejabat penegak hukum.
“Serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tersebut tanpa kecuali,” ucap Hasto.
“Karena itulah siapa pun yang melanggar hukum, terlebih hukum pidana, termasuk korupsi, penegakan hukum yang berkeadilan dan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah tidak boleh ada pengecualian hanya karena jabatan," tutur dia.
2. Eks Pegawai KPK, Giri Suprapdiono: Sensasi Politik
Sementara itu, Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono tutur memberi respons terkait penyataan anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan.
Giri pun menilai apa yang dilontarkan Arteria sekadar sensasi belaka.
Menurut dia, OTT adalah cara yang tepat untuk memberantas kasus korupsi, terlebih tindakan suap.
Ia menjelaskan, pelaku tindak korupsi justru orang yang paham betul soal hukum.
Sehingga, biasanya mereka lebih tahu bagaimana cara mengelabuhi hukum dari yang sebenarnya.
"Saya pikir ini hanya sensasi politik saja, karena masyarakat tahu OTT itu strategis terbaik untuk menangani korupsi."
"Karena yang ditangani KPK, lebih dari 60 persen itu suap. Kasus suap menyuap itu kalau tidak di-OTT sulit dibuktikan, karena yang korupsi itu orang pinter termasuk memahami hukum apa alat bukti dan apa barang bukti," jelas Giri, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Jumat (19/11/2021).
"Penegak hukum itu yang paling jago, ibaratnya bisa menghindar dari jerat hukum," imbuh dia.
Baca juga: KPK Akan Dalami Laporan PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan Penanganan Covid-19
Giri menyayangkan pernyataan yang dilontarkan Arteria Dahlan, karena dinilai menambahkan kegaduhan masyarakat.
Apalagi, kata Giri, beberapa waktu lalu sempat muncul pernyataan kontroversi kepala daerah yang takut kena OTT KPK.
Walaupun tidak menyebutkan nama, diduga kepala daerah yang dimaksud Giri yakni Bupati Banyumas, Achmad Husein.
"Masyarakat udah susah, jangan diberi resah kayak relaksasi. Setelah kemarin kepala daerah menyampaikan bahwa 'Jangan di-OTT dulu, dikasih tahu dulu'. Menurut saya, itu tindak pidana tersendiri."
"Ketika seseorang dilakukan penindakan, lalu kita hentikan. Orang yang menghentikan itu dipidana dengan nama obstraction justice menghalangi penegakan hukum," jelas Giri.
Baca juga: KPK Telusuri Aliran Dana yang Diterima Bupati HSU dari Pelaksanaan Proyek di Dinas PUPRP
Giri pun memberi contoh 2 negara tetangga, Singapura dan Hongkong, yang sempat dilanda tingginya kasus korupsi yang dilakukan pejabat hukumnya sendiri.
Kedua negara itu pun disebutkan berhasil memberantas korupsi.
Untuk itu, menurut Giri, salah satu strategi baik dalam memberantas korupsi, justru membersihkan tindakan korupsi di kalangan penegak hukum.
"Membersihkan penegak hukum dahulu, bagaimana seseorang yang harusnya menegakkan hukum kenapa melanggar hukum. Apalagi dilarang di-OTT," imbuhnya.
3. ICW: Bengkok dalam Logika Berpikir
Kritikan pada Arteria juga datang dari peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana.
Kurnia menilai ada yang salah dengan pola pikir Arteria Dahlan.
"ICW melihat ada yang bengkok dalam logika berpikir Arteria Dahlan terkait dengan OTT aparat penegak hukum. Selain bengkok, pernyataan anggota DPR RI fraksi PDIP itu juga tidak disertai argumentasi yang kuat," kata Kurnia kepada Tribunnews.com, Jumat (19/11/2021).
"Ini mengartikan, siapa saja sama di muka hukum, sekali pun mereka adalah aparat penegak hukum," katanya.
Baca juga: Ditetapkan KPK Jadi Tersangka, Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Punya Harta Senilai Rp 5 Miliar
Kedua, Arteria mengatakan OTT kerap kali menimbulkan kegaduhan.
Menurut Kurnia, pernyataan semacam itu sulit dipahami.
"Sebab, kegaduhan itu timbul bukan karena penegak hukum melakukan OTT, melainkan faktor eksternal, misalnya tingkah laku dari tersangka atau kelompok tertentu yang berupaya mengganggu atau menghambat penegakan hukum," kata Kurnia.
Ketiga, Kurnia berpendapat Arteria harus lebih cermat membaca KUHAP. Sebab, Kurnia menjelaskan, tangkap tangan diatur secara rinci dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP dan legal untuk dilakukan oleh penegak hukum.
Baca juga: Respons Bupati Banyumas yang Ngeri Ditangkap, KPK: Tak Perlu Takut dengan OTT
Keempat, Arteria mengatakan OTT cenderung dapat menimbulkan isu kriminalisasi dan politisisasi. Menurut Kurnia, ungkapan seperti itu bukan hal baru lagi.
"Sebab, dari dulu banyak politisi menggunakan dalih tersebut tapi tidak bisa membuktikan apa yang mereka sampaikan," katanya.
Kelima, kata Kurnia, Arteria tidak memahami bahwa hal utama yang harus dijadikan fokus penindakan perkara korupsi adalah penegak hukum.
Di sana, kata Kurnia, pemberantasan korupsi dimulai dari membersihkan aparat kepolisian dengan menindak oknum yang korup.
"Dengan begitu, maka penegakan hukum dapat terbebas dari praktik korupsi dan kepercayaan publik pun lambat laun akan kembali meningkat," katanya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Ilham Rian Pratama)(Kompas TV/Ninuk Cucu)