Nurdin Abdullah Divonis Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa, KPK Pelajari Putusan Hakim
Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino menyatakan bahwa terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari putusan majelis hakim yang memvonis Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Sebagaimana diketahui, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar menghukum Nurdin lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU).
"Kami akan pelajari secara utuh seluruh pertimbangan majelis hakim. Kemudian setelahnya kami segera tentukan sikap atas putusan dimaksud," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (30/11/2021).
Baca juga: Nurdin Abdullah Divonis 5 Tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa KPK
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut agar Nurdin Abdullah dijatuhi hukuman selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Ali menyebutkan KPK menghormati keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar tersebut.
Akan tetapi, komisi antikorupsi belum memutuskan apakah menerima putusan tersebut atau akan mengajukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi.
Ali mengatakan KPK masih pikir-pikir atas putusan tersebut.
"Tentu kami hormati putusan majelis hakim dimaksud. Saat ini tim jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu 7 hari ke depan setelah putusan dibacakan," katanya.
Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino menyatakan bahwa terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Nurdin Abdullah terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di lingkungan Sulawesi Selatan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Hakim Ibrahim Palino ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Makassar yang ditayangkan lewat YouTube KPK RI, Senin (29/11/2021) malam.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta yang apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana 4 bulan kurungan," imbuhnya.
Tak hanya pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Nurdin Abdullah berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,18 miliar dan 350.000 dolar Singapura paling lama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam tempo tersebut tidak dibayar, harta benda Nurdin Abdullah akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban uang pengganti tersebut.
Apabila harta benda Nurdin Abdullah tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana selama 10 bulan.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik atau hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Nurdin Abdullah selesai menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," kata hakim.
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan.
Keadaan yang memberatkan yakni, perbuatan Nurdin Abdullah bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sedangkan yang meringankan yaitu, Nurdin Abdullah belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yang perlu dinafkahi, terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan berlangsung, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang mengakibatkan persidangan tidak lancar.
Nurdin Abdullah dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat, terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Nurdin Abdullah terbukti menerima uang 150.000 dolar Singapura dari pengusaha Agung Sucipto.
Nurdin juga sempat mengarahkan Agung Sucipto agar berkomunikasi dengan Edy Rahmat jika ada kendala ataupun ingin memberikan sesuatu.
Nurdin Abdullah juga pernah menyuruh Edy Rahmat untuk meminta uang ke Agung Sucipto dalam rangka membantu relawan. Edy menyanggupi perintah Nurdin Abdullah.
Edy pun menyampaikan arahan Nurdin tersebut ke Agung Sucipto.
Edy Rahmat juga pernah menerima langsung uang Rp2,5 miliar dari Agung Sucipto di jalan dekat rumah makan nelayan. Uang itu diserahterimakan atas perintah dari Nurdin Abdullah.
Uang itu diyakini berkaitan dengan proyek yang akan dikerjakan oleh perusahaan Agung Sucipto.
Sementara terkait gratifikasi, Nurdin Abdullah diyakini telah menerima uang Rp5,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 dari kontraktor lainnya.
Uang itu berasal dari Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella, Robert Wijoyo; Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat, Nuwardi Bin Pakki alias H. Momo dan Haji Andi Indar; Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera, Fery Tanriady; Pemilik PT Lompulle, Haeruddin; serta Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.