Erupsi Gunung Semeru 2021 Berbeda dengan Letusan Merapi 11 Tahun Silam, Ini Kata Mbah Rono
Erupsi unung Semeru yang terjadi pada awal Desember 2021 berbeda dengan erupsi Merapi 11 tahun silam.Ahli Vulkanologi Surono berikan penjelasan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Erupsi unung Semeru yang terjadi pada awal Desember 2021 berbeda dengan erupsi Merapi 11 tahun silam.
Ahli Vulkanologi Surono mengatakan perbedaan antara erupsi hunung Semeru dan letusan gunung merapi 2010 silam.
Mbah Rono, begitu dia disapa, mengatakan, erupsi Gunung Semeru disebabkan oleh gundukan atau kubah lava yang gugur akibat hujan.
Baca juga: UPDATE Korban Jiwa Erupsi Gunung Semeru Tambah Jadi 13 Orang, 2 Orang Sudah Teridentifikasi
Baca juga: Jembatan Gladak Perak yang Terputus karena Lahar Dingin Gunung Semeru Jadi Lokasi Selfie Warga
"Erupsi yang orang bayangkan seperti Merapi 2010, jebol kawah menjadi suatu letusan, awan panas letusan, di Semeru tidak. Memang Semeru sering terjadi letusan berupa gas, uap, abu vulkanik, tapi dia cuma mengeluarkan lelehan lava yang membentuk gundukan atau kubah lava," ujar Surono dikutip dari tayangan Breaking News Kompas TV, Minggu (5/12/2021).
"Gundukan ini makin lama makin besar volumenya. Nah, musim hujan ini bisa jadi membuat kubah lava sebagian menjadi batu, sebagian lagi masih cair longsor," lanjut dia.
Mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ini menjelaskan, gundukan tersebut menghasilkan uap atau gas yang bercampur dengan debu halus, material kerikil hingga bongkahan yang membentuk awan panas guguran.
Sebab dihasilkan dari kubah lava yang tadinya gugur dan bukan awan panas letusan, kata dia, maka apakah erupsi masih akan terjadi atau tidak sangat memungkinkan.
Baca juga: Logistik Senilai 1,1 Miliar Dikirimkan, Makanan hinga Tenda untuk Korban Erupsi Gunung Semeru
Baca juga: Kisah Warga Lumajang Selamat dari Erupsi Gunung Semeru, Tak Ada Tanda-tanda, Rasanya Seperti Kiamat
"(Erupsi susulan) ya tinggal (lihat) kubahnya masih ada atau tidak? Kalau kubahnya sudah tidak ada, tidak ada lagi awan panas guguran karena tidak ada yang digugurkan karena dia (erupsi Semeru) bukan letusan yang materialnya keluar, menyembur ke atas melalui kawah. Bukan begitu," kata dia.
Surono mengatakan, guguran tersebut masuk ke sungai Kobokan sehingga diharapkan masyarakat tidak beraktivitas terlebih dahulu di sekitar lokasi tersebut.
Apalagi saat ini sebaran abu masih cukup tebal dan musim hujan pun masih berlangsung.
Menurut dia, jika musim hujan berlangsung lama, maka abu-abu vulkanik dari Semeru yang menyebar ke segala arah akan terbawa air hujan menuju ke yang lebih rendah, yaitu sungai.
"Sungai yang paling berpotensi banjir lahar adalah sungai-sungai yang terdapat endapan awan panas dan masyarakat jangan panik karena endapan awan panas masih panas di dalam sungai, hujan masih lebat, kalau air masuk ke dalam endapan itu karena di dalam pasti panas, maka menjadi ledakan-ledakan di tengah sungai," terang Surono.
Dia mengatakan, apabila endapan itu terbawa air hujan maka akan berkembang menjadi lahar hujan yang panas dan memiliki daya dobrak yang tinggi seperti semen.
Dengan demikian, endapan itu bisa merusak fasilitas infrastruktur yang ada di sekitar apabila sudah bergerak.
"Ini (erupsi Semeru) bukan suatu letusan yang dibangun dari gempa, tapi dari material yang menumpuk di sekitar kawah, gugur. Pasti Badan Geologi akan melihat, masih adakah gundukan material itu? Kalau tidak ada lagi gundukan, ya sudah selesai," kata dia.
"Yang berkepanjangan nanti adalah lahar hujannya, tidak selesai-selesai selama musim hujan ada. Bersabar saja sampai betul-betul dingin kemudian potensi air hujannya tidak memicu lahar hujan," ucap Surono.
Diketahui, Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur mengalami guguran awan panas, Sabtu (4/12/2021) sore.
Material vulkanik yang terpantau pukul 15.20 WIB mengarah ke Besuk Kobokan, Desa Sapiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.
Akibatnya, warga yang terkena dampak letusan harus mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Meskipun demikian, terdapat beberapa orang yang tewas dan hilang akibat peristiwa ini.
Tanda Alam Semeru Akan Meletus
Alam selalu memberi tanda jika gunung berapi akan meletus.
Disampaikan Ahli Kebencanaan UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Slamet, tanda yang diberikan alam salah satunya adalah hujan dengan intensitas tinggi atau hujan di hari yang sama.
Eko menjelaskan bahwa fenomena gunung Semeru meletus kemarin merupakan erupsi sekunder. Dia berkata, erupsi sekunder selalu terjadi di musim penghujan.
Dalam wawancara dengan Kompas TV, Minggu (5/12/2021), Eko mengatakan bahwa setiap gunung api memiliki kecenderungan yang berbeda ketika erupsi atau meletus.
"Kalau (Gunung) merapi (erupsi) berupa guguran kubah, kalau di semeru gugurannya kubah dan produk erupsi," ungkap Eko dalam wawancara dengan Kompas TV, Minggu (5/12/2021) pagi.
Seperti diketahui, Desember 2020 Gunung Semeru pernah erupsi dan di tahun ini Semeru meletus lagi.
Dia menjelaskan, dari erupsi yang pertama, material-material erupsi dapat berkumpul di puncak gunung karena hujan dan menyebabkan erupsi sekunder.
"Nah, gejala-gejala ini yang perlu dicermati kalau ada akumulasi kubah selama proses satu dua tahun sebelumnya dalam jumlah yang besar dan belakangan jumlahnya meningkat karena hujan deras, maka potensi erupsi bisa terjadi," jelas Eko.
"Seperti halnya yang terjadi pada Desember tahun lalu dan sekarang terjadi lagi, tapi dengan jumlah volume yang berbeda."
Dijelaskan Eko, tanda-tanda yang bisa dilihat adalah proses magmatisme, yakni perubahan di medan magma yang menginformasikan status gunung api ada di level normal, waspada, atau siaga.
"Sementara jika proses erupsi sekunder, gejalanya di guguran atau deformasinya," terang Eko.
Eko mengaku tidak tahu persis bagaimana gejala yang ditunjukkan guguran atau deformasi Gunung Semeru.
Namun dia berkata, meski tidak terlihat, sebenarnya alam sudah memberikan tanda-tanda.
"Seperti kalau gunung api sudah memiliki banyak material dan hujan intensif, maka itu sudah jadi warning dari alam sebenarnya," imbuh dia.
"Karena sebenarnya enggak ada erupsi saat musim kemarau untuk erupsi sekunder."
Dikatakan Eko, erupsi sekunder bisa disebabkan oleh hujan dengan intensitas tinggi pada hari-hari sebelumnya atau di hari saat meletus.
(Kompas.com/Gloria Setyvani Putri/Deti Mega Purnamasari)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mbah Rono: Erupsi Gunung Semeru Tidak Seperti Letusan Merapi Tahun 2010", dan Ahli Kebencanaan: Sebenarnya Alam Memberi Tanda Semeru Akan Meletus",